Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Aku yang Meng-Aku Berbeda itu Tergantung Media Sosial-nya

7 Mei 2021   01:16 Diperbarui: 9 Mei 2021   11:30 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://2.bp.blogspot.com/-ko8imhYkNVk/W2RdWWbIiRI/AAAAAAAAAqI/YyEObwDGEy4HKoat5PvrNVlAuA0EgDr4QCLcBGAs/s1600/how-well-are-people-using-social-media.jpg

Ketika pertama kali memutuskan memakai media sosial (medsos) di awal 2000an, saya dengan percaya diri menggunakan nama saya sendiri. Tidak ada bayangan menggunakan nama lain dan tampil sebagai pribadi lain dengan berbagai pernak-pernik yang berbeda dengan ke-aku-an saya.

Bagi saya, meng-aku itu sangat penting di media sosial, baik itu di facebook, twitter, instagram, linkedin, line, dan seterusnya. Meng-aku sebagai sosok yang sebenarnya --- baik di dunia maya maupun nyata--- menampilkan diri sebagai seorang manusia apa adanya, sebagaimana teman-teman saya mengenal saya selama ini.

Meskipun begitu, media sosial ---seperti facebook, twitter, instagram, linkedin, line, dan lain-lain--- ternyata memiliki fungsi yang berbeda-beda. Fungsi umumnya adalah sebagai sarana berbagi informasi dan komunikasi.

Dengan situasi itu, saya sebagai pengguna mencoba memposisikan diri sesuai fungsi media sosial itu. Prinsip dasarnya tetaplah mengakui ke-aku-an saya di berbagai media sosial itu, namun dengan cara yang berbeda sesuai fungsi media sosial itu.

Media sosial memiliki fungsi dan karakter khusus yang berbeda satu dengan yang lain, misalnya:

1. Facebook

Dibandingkan ketiga medsos lainnya, Facebook memberikan ruang ekspresi yang lebih leluasa kepada penggunanya. Berbagai informasi berupa tulisan, gambar, suara, dan video bisa diunggah di Facebook, tanpa batasan kata atau waktu. Unggahan itu bisa dilakukan secara terpisah maupun berbarengan atau campuran. 

2. Twitter

Medsos ini semakin populer digunakan untuk berinteraksi sosial di jagat maya. Bahkan perkembangan terakhir menunjukkan kemampuan Twitter menyaingi Facebook. Meskipun demikian twitter lebih banyak dipakai untuk menyebarkan isu-isu tertentu dengan menggunakan tagar (hashtag berupa tanda #), misalnya #VaksinIndonesia. Walaupun terbatas dalam jumlah kata dalam satu unggahan, Twitter sangat populer untuk memobilisasi berbagai isu, sehingga isu itu menjadi viral atau populer di dunia maya.

3. Instagram
Berbeda dengan Facebook dan Twitter, medsos Instagram lebih banyak digunakan untuk mengunggah gambar dan video dengan waktu sangat terbatas. Ketimbang menggunakan banyak kata atau kalimat, pengguna Instagram menggunakan gambar untuk menyampaikan informasi.

4. LinkedIn
Sementara itu, LinkedIn memiliki segmentasi yang berbeda, yaitu lebih mengkhususkan kepada pengguna profesional. Dibandingkan medsos lainnya, LinkedIn lebih banyak berisi berbagai macam informasi yang berkaitan dengan pekerjaan. 

Meskipun pada awalnya masing-masing medsos itu dibuat untuk fungsi dan tujuan yang berbeda, namun dalam perkembangannya telah bergeser menjadi medsos untuk berbagi informasi pada umumnya. Memang keterbatasan pada jumlah kata di Twitter memaksa pengguna untuk kreatif dalam menuliskan kata atau kalimat demi mengekpresikan ide secara optimal.

Dengan mengetahui perbedaan fungsi masing-masing medsos itu, saya mencoba menggunakannya untuk hadir di jagat maya secara berbeda. Bagi saya, Facebook sangat bermanfaat hingga 5 tahun yang lalu ketika banyak mahasiswa masih lebih menyukai menggunakan Facebook ketimbang medsos lainnya. Dulu facebook memudahkan saya berinteraksi dengan mahasiswa, sedangkan sekarang banyak mahasiswa lebih menggunakan medsos lainnya, misalnya Instagram.

Di ke-4 media sosial itu, saya tampil sebagai diri saya sendiri dengan nama saya sendiri. Meski begitu, saya berusaha tampil dengan cara berbeda sesuai fungsi masing-masing medsos itu. Berbeda dengan di Facebook, saya jarang menampilkan diri saya di Twitter. Selama ini saya cenderung menempatkan Twitter untuk mencari informasi yang viral atau yang jarang ditemukan di medsos lainnya. Lalu, Instagram lebih banyak saya pakai untuk promosi tulisan-tulisan saya melalui capture gambar tulisan itu dan link dari portal tempat tulisan saya dimuat. Sedangkan di LinkedIn, saya mencoba hadir di medsos itu sesuai fungsinya, yaitu ber-jejaring dengan orang-orang dari profesi serupa dan berbeda.

Namun demikiakn, dalam perkembangan memakai berbagai media sosial itu, saya dapat mengatakan belum mampu menggunakannya secara efektif sesuai fungsi masing-masing. Dalam banyak kesempatan, saya sering memperlakukan media-media sosial yang berbeda itu secara sama. Misalnya, saya sharing atau berbagi tulisan dengan cara yang sama saja di facebook dan instagram. Cara yang sama juga saya gunakan ketika meng-upload ke LinkedIn juga. Padahal masing-masing memiliki fungsi atau karakteristik berbeda, termasuk pengguna masing-masing media sosial itu.

Selain itu, ada resiko yang setiap saat mengintip para pengguna media sosial, betapa pun telah bijak dan hati-hati menggunakannya. Dengan sifatnya yang personal, pemilik akun media sosial itu memiliki kebebasan untuk berbagi informasi apa pun. Meskipun demikian, kebebasan itu bukannya tidak terbatas. Etika ber-medsos tetap ada. Walaupun akun medsos itu bersifat atau milik pribadi, namun informasi yang diunggah tetap harus memperhatikan berbagai aturan main bersama, misalnya tidak menyinggung SARA.

Pada dasarnya, segala sesuatu memang memiliki dimensi positif dan negatifnya. Bukan karena sisi negatifnya lalu media sosial itu diprotes dan, misalnya, harus dihilangkan dari muka bumi ini. Namun lebih pada sejauh mana kita memaksimalkan manfaatnya dan, sebaliknya, meminimalkan resiko menggunakan media sosial secara ceroboh. 

Kembali ke ke-aku-an saya dalam memakai berbagai media sosial itu. Hingga saat ini, saya masih belajar untuk menggunakan berbagai media sosial itu secara efektif dan optimal. Ke-aku-an saya di media sosial disesuaikan dengan fungsi dan karakteristik penggunanya. Ini semua dalam rangka menampilkan ke-aku-an saya sendiri itu di media sosial, bukan ke-aku-an yang lain atau liyan. Bahasa kerennya sekarang adalah digital branding di media sosial.

Memang bukan perkara mudah, tetapi tetap menarik untuk menikmati proses belajar untuk menghadirkan ke-aku-an saya di dunia digital melalui berbagai media sosial itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun