Gosip atau omongan tetangga adalah bumbu kehidupan sosial dalam sebuah masyarakat. Bumbu itu bisa sedap, atau sebaliknya. Bisa dibayangkan akibat dari sedap atau tidaknya gosip itu bagi hubungan bertetangga.Â
Apalagi ketika gosip itu berkaitan dengan rumput tetangga yang konon lebih hijau. Gosip dan rumput tetangga itu bagaikan sesuatu yang dirindu dan, sekaligus, dibenci.
Tanpa gosip, hidup terasa lempeng atau lurus seakan tanpa masalah. Kelihatannya tidaklah mungkin sebuah kehidupan itu tanpa gosip sekecil apapun.Â
Namun demikian, kehidupan yang dilekati dengan gosip itu terasa seperti gatal-gatal di badan. Badan ini maunya digaruk-garuk agar gatal-gatal atau gosip itu berkurang dan, bahkan, lenyap.
Begitu pula dengan tetangga. Tetangga itu sangat penting bagi kehidupan sosial kita. Sangat jarang di antara kita yang tidak memiliki tetangga. Tetangga kampung atau tetangga perumahan menjadi sesuatu yang jamak pada saat ini.Â
Ada yang lebih memilih tinggal di perkampungan. Kehidupan di kampung lebih sepi, nyaman, dan masih asli. Ada pula yang memilih tinggal di sebuah perumahan yang struktur sosial-ekonomi penduduknya lebih beragam.
Salah satu alasan menarik dari pilihan untuk tinggal di perkampungan atau perumahan adalah banyak atau sedikitnya gosip tetangga. Ujung dari gosip itu adalah rumput tetangga lebih hijau:)
Nah, salah satu kunci sukses dari kehidupan bertetangga adalah kemampuan untuk mengelola gosip tetangga. Kehidupan sosial sangat sulit dari situasi nir-gosip. Bahkan gosip sulit dihilangkan atau dilenyapkan sama sekali.
Oleh karena itu, satu hal yang bisa dilakukan terhadap gosip adalah kemampuan mengelola gosip tetangga.
Ada tiga cara umum mengelola gosip tetangga.
Pertama, komunikasi antar-tetangga. Cara ini sangat efektif menghindarkan hubungan bertetangga diselimuti kabut gosip. Pertemuan warga, interaksi grup WhatsApp (wa), atau cara-cara lain yang mendorong warga saling bertukar informasi mengenai situasi kehidupan bertetangga.Â