Dalam situasi ini, dosen muda itu memerlukan dosen-dosen senior yang bisa membimbing dengan baik dan benar. Pemetaan atas aturan main berdasarkan boleh dan tidak, resiko dan manfaat bisa menjadi awal baik dengan bertanya kepada dosen-dosen senior atau ketua lembaga terkait secara langsung.Â
Dalam hal ini, dosen senior bisa menjadi tempat bertanya yang sifatnya bisa lebih informal dan ramah ketimbang para pejabat yang lebih normatif.
Ketiga, bekerja sama
Jika membimbing itu berkaitan dengan aturan main di kampus atau lembaga, maka sikap senior untuk bekerja sama ini lebih berhubungan dengan kegiatan-kegiatan akademis.Â
Kegiatan ini dikenal dengan nama Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kegiatan itu secara sederhana, meliputi pengajaran, penelitian, pengabdian pada masyarakat, dan penunjang.
Dosen anak bawang pun perlu melihat para senior yang mau mengajak bekerja sama dalam kegiatan-kegiatan akademis. Kerja sama ini menjadi penting dan menarik.Â
Para senior memiliki pengalaman dan endapan pemikiran mengenai konsep atau isu-isu tertentu. Sedangkan para dosen anak bawang memiliki pandangan baru mengenai isu-isu lama.
Kerja sama di antara mereka akan melibatkan pula pertukaran-pertukaran ide di antara dosen senior dan anak bawang. Kerja sama atau cooperation di zaman internet ini ternyata bersanding dengan kompetisi atau competition, sehingga muncul istilah baru yang menggabungkan kedua kata itu, yaitu coopetition. Bekerja sama dan berkompetisi pada saat yang sama.Â
Kecenderungan coopetition ini tak dapat disangkal terjadi di antara dosen-dosen di kampus. Mereka tampaknya bekerja sama, namun juga sebenarnya berkompetisi.
Ketiga sikap di atas hanya sebagian kecil saja dari kompleksitas hubungan antara dosen senior dan dosen anak bawang. Mudah untuk menuliskannya di sini, tetapi sulit menjalankannya secara langsung.Â
Tidak mudah bagi dosen anak bawang untuk menjelajahi perilaku seniornya. Sebaliknya, para dosen senior juga tidak mudah untuk menjalankan ketiga sikap itu.