Kinerja diplomasi itu diwujudkan dalam bentuk kepercayaan kepada Indonesia sebagai tuan rumah dan ketua forum-forum multilateral itu. Warisan SBY dalam diplomasi juga tampak pada berbagai inisiatif dalam menyelenggarakan forum-forum internasional, misalnya Bali Democracy Forum (BDF).Â
Salah satu tujuan BDF itu adalah untuk promosi demokrasi (termasuk kompatibilitas Demokrasi dan Islam), pluralisme/multikulturalisme masyarakat, dialog antar-agama (interfaith), dan resolusi konflik damai sebagai modalitas utama politik luar negeri Indonesia. BDF menjadi contoh nyata dari inisiatif global Indonesia untuk membangun arsitektur demokrasi di kawasan Asia.
Peningkatan aktivisme diplomasi itu telah mengangkat profil Indonesia sebagai the rising power. Pada kesempatan lain, Indonesia juga dimasukkan ke dalam kelompok middle power dalam pergaulan antar-bangsa.
Kebijakan Diplomasi Jokowi
Riuh-rendah pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (20/10/2014) disertai berbagai rencana/program kerja selama 5 tahun ke depan. Salah satunya terkait dengan diplomasi maritim sebagai ‘sokoguru’ politik luar negeri Indonesia.Â
Kebijakan ini sebenarnya bukanlah hal baru. Salah satu kebijakan luar negeri SBY isu poros maritim dunia, khususnya membangun blue economy dalam rangka konektivitas maritim APEC. Gagasan itu disampaikan SBY di Brasil pada Juni 2012.Â
Melalui inisiatif itu, Indonesia mendorong pemanfaatkan sumber daya alam bagi pembangunan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan kesehatan lingkungan. Gagasan itu kembali diangkat sebagai agenda pertemuan APEC di Denpasar di akhir 2013.
Sementara itu, pemerintahan Jokowi merumuskan kebijakan luar negeri yang berdasarkan pada upaya mewujudkan poros maritim dunia (PMD). Melalui PMD itu, Indonesia diharapkan dapat mencapai kepentingan nasional, seperti mencapai dan mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Pada pidato pelantikannya, Presiden Jokowi menjelaskan tujuan utama diplomasi maritim adalah Jalesveva Jayamahe, yaitu ‘… mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita.’Â
Selain itu, Presiden Jokowi juga mengajak kita mengingat himbauan ‘…Presiden Pertama Republik Indonesia, Bung Karno, bahwa untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai, kita harus memiliki jiwa cakrawarti samudera; jiwa pelaut yang berani mengarungi gelombang dan hempasan ombak yang menggulung.’
Dalam pelaksanaannya, kebijakan luar negeri Jokowi perlu mempertimbangkan kesinambungan dan perubahan/reorientasi dari 10 tahun kebijakan luar negeri di era Presiden SBY. Kesinambungan berkaitan dengan upaya melanjutkan capaian positif diplomasi SBY million friends, zero enemies.Â
Sedangkan, reorientasi kebijakan luar negeri ditempuh dalam upaya sistematis untuk mengedepankan diplomasi maritim. Urgensi reorientasi itu adalah memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari berbagai kerjasama internasional selama ini.