Tiba-tiba datang surat dari salah satu perusahaan atau kantor yang dilamar. Hati dag dig dug. Pikiran bingung tidak karuan. Seolah kedatangan surat dari sang pujaan hati. Deg deg sir rasanya ketika membuka surat itu. Seperti yang telah diduga, itu adalah surat penerimaan lamaran pekerjaan.
Meski begitu, rasa deg deg-an itu berubah seketika menjadi kaget bercampur gelay ... eh geli. Lho ... kok malah diterima di kantor itu?
Padahal jenis pekerjaan tidak sesuai dengan latar belakang studi ketika kuliah. Persaingan juga lebih ketat karena banyak alumni dari satu kampus mendominasi.Â
Lalu, kantor itu termasuk salah satu perusahaan terbesar di negeri ini. Pemiliknya masih keluarga dari salah satu menteri di pemerintahan Jokowi. Diambil atau dilepas?
###
Semangat dari tulisan ini adalah sukses bisa diraih di pekerjaan apa pun, bahkan yang tidak sesuai dengan bidang studi. Seorang sarjana yang baru saja lulus tidak hanya memiliki pengetahuan terkait bidang studi.Â
Mereka mempunyai pengetahuan lain. Mereka juga memiliki soft skills, seperti berorganisasi, kepemimpinan, public speaking, presentasi, negosiasi, analisa persoalan, dan seterusnya. Campuran antara pengetahuan bidang studi dan soft skills akan mendukung kesuksesan seseorang, termasuk sarjana baru.
Nah... begitu lulus kuliah, seorang sarjana S1 akan segera mengirimkan surat lamaran ke berbagai kantor atau perusahaan. Pekerjaan yang cocok dilamar. Perusahaan bonafid dan terkenal juga dilamar, walau jenis pekerjaan tidak cocok-cocok amat. Paling tidak, 5-10 surat lamaran pekerjaan dikirimkan. Bahkan ada yang mengirimkan hingga 20 lebih surat.
Begitulah ritual seorang sarjana yang baru saja lulus. Semangat yang membuncah ingin segera bekerja. Bekerja di bidang yang sesuai kuliahnya. Padahal kenyataan bisa berbicara lain, seperti cerita di atas. Lalu, apa yang harus dilakukan?
Nasehat orang-orang tua adalah ambil dulu pekerjaan pertama, walaupun tidak sesuai dengan bidang studi.
Mengapa harus begitu? Ada beberapa alasan sederhana dan menarik. Alasan-alasan yang bisa menggugah perasaan dan pikiran sang pelamar kerja, termasuk para sahabat pembaca.
Pertama, pelamar kerja yang lebih membutuhkan pekerjaan itu. Ingatlah situasi anda ketika mengirimkan surat lamaran itu. Ketika anda merasakan optimisme disertai doa ketika menulis dan mengirimkan surat-surat lamaran itu. Optimisme juga sembari bingung karena anda adalah seorang pengangguran! Ada rasa malu dan pengen mendapatkan pekerjaan sesegera mungkin. Anda sebagai pelamar kerja sangat membutuhkan pekerjaan yang dilamar itu.