Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Peran Strategis Diplomasi Multilateral di Tengah Prioritas Diplomasi Bilateral Indonesia

21 Maret 2021   22:32 Diperbarui: 22 Maret 2021   08:48 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://undiknas.ac.id/

Diary Diplomasi ini mencoba merekam praktik kebijakan atau politik luar negeri Indonesia di masa pemerintahan pertama Jokowi. Fokus dokumentasi ini adalah pada diplomasi multilateral. 

Diplomasi ini dianggap diabaikan di awal pemerintahan pertama Jokowi. Salah satu alasannya adalah bahwa pemerintahan baru memandang diplomasi multilateral tidak memberikan hasil nyata atau konkrit bagi masyarakat Indonesia. 

Diplomasi multilateral dipandang hanya berkutat pada pembentukan aturan main bersama, kurang bermanfaat secara ekonomi, tidak membumi, dan lebih berorientasi pada membangun citra atau pencitraan.

Akibatnya, diplomasi multilateral kurang menjadi perhatian, walaupun pandangan itu tidak berarti bahwa pemerintah Indonesia tidak menjalankan diplomasi multilateral sama sekali. 

Situasi seperti ini yang muncul pada tahun-tahun awal pemerintahan Jokowi. Ibaratnya, diplomasi multilateral tetap berjalan di panggung belakang dalam menjalankan kebijakan luar negeri Indonesia. 

###

Hingga akhir 2019 atau awal 2020 sebelum pandemi menyebar ke berbagai negara, pemerintah Indonesia mampu membangun kepercayaan diri melalui diplomasi multilateral. 

Dukungan terhadap isu-isu kemanusiaan bagi etnis Rohingya dan Palestina merdeka, misalnya, merupakan bukti bagi komitmen serius dalam mendorong inisiatif multilateral. 

Selain itu, posisi Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), Ketua Forum Indian Ocean Rim Association (IORA) 2015-2017, dan tuan rumah sidang Interpol se-dunia 2016, dan berbagai organisasi multilateral lain telah menandai komitmen Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai isu global. 

Indonesia juga membangun inisiatif multilateral sendiri untuk mengembangkan nilai-nilai demokratis melalui pertemuan tahunan multilateral Bali Democracy Forum (BDF). Pertemuan BDF diselenggarakan di Nusa Dua, kecuali 2017 diadakan di Banten. 

Berbagai pertemuan tingkat tinggi lain juga menjadi perhatian strategis bagi kepentingan Indonesia, seperti sidang tahunan Majelis Umum PBB, G20, APEC, dan forum-forum ASEAN.

Menjawab kritik
Partisipasi global itu seakan menjadi "jawaban" atas kritikan terhadap politik luar negeri pemerintahan Jokowi. Sejak awal pemerintahannya, diplomasi Jokowi dipandang cenderung lebih mementingkan hubungan bilateral ketimbang pertemuan-pertemuan multilateral/global. 

Hubungan bilateral dianggap lebih langsung, memberi hasil lebih konkrit, dan dapat menghasilkan sesuatu yang memberi manfaat lebih langsung kepada rakyat Indonesia. 

Akibatnya, Indonesia dianggap mengabaikan arsitektur regional, khususnya ASEAN. Berkurangnya keterlibatan Indonesia di ASEAN bahkan dianggap sebagai penyebab dari "perpecahan" organisasi regional di Asia Tenggara itu. Tanpa peran Indonesia, ASEAN dipandang tidak tegas membela etnis Rohingya di Myanmar dan malah terfragmentasi menghadapi provokasi China di Laut China Selatan (LCS).

Sementara itu, forum multilateral cenderung dipandang sebagai diplomasi basa-basi yang berdasarkan pada komitmen mengenai nilai atau tatanan global tertentu. Hasil atau manfaat dari forum multilateral kurang nyata, tidak langsung memberi manfaat, dan pelaksanaan kesepakatan multilateral lebih tergantung pada komitmen negara-negara anggota saja. 

Forum multilateral juga dianggap kurang memberi hasil kongkrit bagi ekonomi domestik sehingga tidak berdampak positif bagi diplomasi rakyat-nya Jokowi.

Inisiatif Multilateral
Praktik-praktik diplomasi multilateral itu menunjukkan bahwa anggapan itu tidak benar. Partisipasi Indonesia pada  berbagai forum multilateral menegaskan bahwa praktik diplomasi Indonesia ---khususnya pemerintahan Jokowi--- ternyata tidak bisa digambarkan hitam-putih seperti itu. 

Pemerintah tidak sepenuhnya mengabaikan diplomasi multilateral atau global atau, sebaliknya, lebih mengutamakan diplomasi bilateral.

Di awal pemerintahannya, Jokowi sebenarnya telah menunjukkan komitmen global dalam isu Palestina. Sesuai dengan janji pada kampanye pemilihan presiden 2014, Jokowi menggunakan forum Konferensi Tingkat Tinggi Non-Blok dan Organisasi Konperensi Islam (OKI) untuk membela Palestina. 

Pada kedua forum itu, Indonesia menegaskan kembali urgensi dukungan negara-negara di dunia bagi Palestina.

Beberapa minggu setelah menjabat presiden, Jokowi mencoba membiasakan diri berinteraksi dengan berbagai pemimpin dunia dalam KTT tahunan di forum-forum multilateral G20, KTT ASEAN, KTT EAS. Presiden Jokowi berusaha beradaptasi dan menegaskan kepentingan nasionalnya dalam pertemuan-pertemuan bilateral di berbagai forum multilateral itu.

Keseriusan pemerintahan Jokowi pada aktivisme global juga tampak jelas pada kampanye Indonesia menjadi anggota tidak tetap DK PBB sejak akhir September 2016. Keanggotaan itu pada dasarnya menandai keikutsertaan Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia. 

Hampir 4.000 prajurit TNI dan polisi Indonesia berpartisipasi menjadi bagian dari pasukan perdamaian PBB. Hingga Desember 2017, Indonesia menggalang dukungan dari berbagai negara untuk mewakili kawasan Asia melalui berbagai forum bilateral dan multilateral.

Kurangnya perhatian pemerintah pada diplomasi multilateral, misalnya, bisa dialamatkan pada ketidakhadiran presiden Jokowi pada sidang umum PBB. Memang posisi itu merupakan hak sebuah negara dengan berbagai alasannya. 

Namun demikian, absennya seorang kepala negara atau pemerintahan menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen multilateral. Hal ini mengingat keanggotaan di organisasi internasional, khususnya PBB, berbasis pada negara.

Presiden Jokowi memang tidak harus hadir pada berbagai forum global/multilateral itu. Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi atau menteri terkait saling bekerja sama menggantikan ketidakhadiran Presiden Jokowi.

Namun demikian, kehadiran presiden tetap menjadi etika dasar bagi diplomasi internasional, seperti di PBB. Selain itu, kehadiran Presiden juga menunjukkan sejauh mana forum internasional itu penting bagi kepentingan nasional negara. Presiden Jokowi juga tidak menghadiri BDF 2016 dan 2017.

Meskipun demikian, pada forum multilateral atau isu global lainnya, Indonesia secara jelas memperlihatkan kepentingan dan komitmennya. Pada isu kemanusiaan etnis Rohingya dan Palestina, kepemimpinan Presiden Jokowi menjadi sangat penting. 

Apalagi diplomasi kemanusiaan Indonesia harus berhadapan dengan kebijakan unilateral Presiden AS, Donald Trump, tentang penerapan Yerusalem sebagai ibukota Israel. Diplomasi melalui forum BDF 2018, OKI, dan Sidang Majelis Umum PBB menjadi bukti kontinuitas dukungan Indonesia bagi Palestina. 

Melalui berbagai forum multilateral itu, Presiden Jokowi seakan hendak menjelaskan bahwa lima tahun pertama pemerintahan telah memberikan waktu cukup untuk meletakkan landasan kuat di tingkat domestik bagi aktivisme global diplomasi Indonesia. 

Tidak ada alasan bagi diplomasi Indonesia untuk tidak percaya diri dalam memperjuangkan kepentingan nasional dan global di berbagai forum multilateral.

###

Bahasan diary diplomasi di atas juga menunjukkan bahwa diplomasi multilateral dan bilateral itu sebenarnya saling melengkapi. Praktik diplomasi antar-negara kadang-kadang tidak bisa dipisahkan antara diplomasi bilateral dan multilateral. 

Tidak ada negara yang hanya menjalankan diplomasi multilateral saja tanpa yang bilateral. Begitu juga sebaliknya. 

Perkembangan diplomasi lebih mengarah kepada pertimbangan-pertimbangan domestik dan internasional yang menghasilkan prioritas memilih salah satu di antara kedua bentuk diplomasi itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun