Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Beratnya Tantangan Brunei sebagai Ketua ASEAN 2021

20 Maret 2021   18:43 Diperbarui: 20 Maret 2021   18:50 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdnimgen.vietnamplus.vn/t870/uploaded/qdsls/2020_11_15/01_3.jpg

Tahun ini Brunei Darussalam menjadi ketua ASEAN setelah Vietnam. Untuk 2021, tema yang diangkat Brunei untuk ASEAN adalah "We Care, We Prepare, We Prosper." Melalui tema itu, Brunei berharap ASEAN dapat mendorong kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat ASEAN melalui berbagai inisiatif untuk mengantisipasi dampak dari pandemi Covid-19.

Seperti Vietnam pada tahun lalu, Brunei Darussalam menghadapi tantangan berat dalam menjalankan peran sebagai ketua ASEAN pada 2021 ini. Tantangan itu berhubungan erat dengan masalah pandemi dan dampaknya, Laut China Selatan, rivalitas geopolitik China dan Amerika Serikat, dan kemampuan ASEAN dalam menyelesaikan persoalannya sendiri (termasuk kudeta militer di Myanmar).

Brunei harus mampu menunjukkan bahwa ASEAN memegang posisi sentral dan netral dalam penyelesaian berbagai persoalan di kawasan Asia Tenggara. Sentralitas dan netralitas memang selalu menjadi slogan wajib yang harus diingat dan diterapkan oleh ke-10 negara anggota ASEAN.

Sejarah ASEAN tidak dapat dilepaskan dari perjuangannya untuk menegaskan eksistensinya. Ibarat manusia, ASEAN berusaha menunjukkan eksistensinya agar mendapatkan pengakuan atau legitimasi dari negara-negara anggotanya. Perjuangan untuk eksis dan hadir di kawasan Asia Tenggara itu juga yang telah membuatnya mendapat pengakuan dari berbagai negara di luar kawasan dan organisasi regional/internasional lain selama ini.  

Di kawasan Asia Tenggara ini, ASEAN adalah satu-satunya organisasi regional. Tidak ada organisasi regional seperti ini di kawasan ini. Yang menarik adalah ternyata tidak ada juga organisasi semacam untuk memfasilitasi kerjasama di antara China, Jepang, dan Korea Selatan di kawasan Asia Timur. Akibatnya, banyak negara-negara lain merasa perlu bermitra dengan ASEAN. Dalam konteks inilah, peran ketua ASEAN menjadi sangat strategis untuk mengelola berbagai kerjasama dan konflik demi stabilitas kawasan dan sustainabilitas organisasi regional ini.

Faktor kepemimpinan

Sistem giliran dalam kepemimpinan ASEAN merupakan salah satu faktor penting yang membuat ASEAN mampu bertahan hingga sekarang. Seperti posisi Brunei pada tahun ini, ASEAN dipimpin secara bergantian atau bergiliran oleh para kepala negara dan/atau pemerintahan dari negara-negara anggota di ASEAN. Setiap tahun ASEAN memilih satu negara untuk memimpin, mempersiapkan, dan mengorganisasi konferensi tingkat tinggi (KTT) sebanyak 1-2 kali.

Dengan sistem ini, setiap tahun kepemimpinan ASEAN selalu berganti dari satu pimpinan ke pimpinan lain dari negara anggota ASEAN. Misalnya, KTT ke-33 ASEAN tahun 2018 dipimpin Singapura, KTT 2019 dipimpin Thailand, KTT ke-35 tahun 2020 yang lalu dipimpin Vietnam.

Faktor sistem kepemimpinan seperti ini, di satu sisi, menjadi salah satu kelebihan ASEAN. Yang menarik adalah bahwa sistem giliran kepemimpinan ASEAN itu juga tidak menimbulkan persoalan dengan eksistensinya dan keberlangsungannya hingga saat ini.

Namun demikian, di sisi lain, giliran kepemimpinan ini ternyata tidak selalu responsif terhadap persoalan yang muncul secara tiba-tiba, seperti krisis Myanmar pada saat ini. Brunei cenderung diam dan menunggu inisiatif negara-negara anggota lainnya untuk merespon krisis Myanmar.

Peran kepemimpinan untuk Menyelesaikan krisis Myanmar dalam mekanisme ASEAN justru muncul dari Indonesia ketimbang Brunei. Shuttle diplomacy Indonesia ke negara-negara anggota ASEAN dan China serta AS sebenarnya relatif berhasil.

Inisiatif Indonesia menggunakan mekanisme ASEAN bahkan menghasilkan pertemuan segitiga Menteri Luar Negeri (Menlu) dari Indonesia, Thailand, dan Myanmar. Bahkan diplomasi Indonesia dapat mempertemukan para Menlu se-ASEAN.

Kemampuan bertahan

Kenyataan itu menjadi sangat menarik berkaitan dengan kemampuan ASEAN menghadapi berbagai tantangan besar dan tidak terduga selama ini. Kenyataan bahwa ASEAN masih tegak berdiri dan bertahan dari tantangan eksternal menjadi bukti dari kemampuan ASEAN untuk tetap bertahan dan menemukan relevansinya.

Dalam catatan saya, setidaknya ada tiga persoalan besar yang membuktikan kekuatan ASEAN bertahan sebagai organisasi regional hingga kini, yaitu selesainya perang dingin, krisis ekonomi Asia 1997-1998, dan pandemi Covid-19.

Pertama, selesainya Perang Dingin telah memaksa ASEAN untuk meninjau ulang eksistensinya. ASEAN dibentuk untuk alasan pertahanan keamanan kawasan Asia Tenggara dari pengaruh komunisme-sosialisme global Uni Soviet (US) dan, sebaliknya, berada dalam perlindungan hegemoni kapitalis-liberal global Amerika Serikat (AS). Ketika US bubar dan tidak ada lagi persaingan AS-US, ASEAN dipaksa lebih mandiri dari AS dan meninjau ulang keberadaannya di Asia Tenggara.

Salah satu upaya meninjau ulang itu adalah mengubah fokus perhatian lebih pada isu-isu sosial-budaya, ekonomi yang non-politik dan non-pertahanan-keamanan. Dalam konteks hubungan internasional, ASEAN mulai melihat isu-isu low politics yang diabaikan selama masa perang dingin.

Kedua, krisis ekonomi Asia 1997-1998. Banyak kritik mengenai ketidakmampuan ASEAN membantu negara-negara anggotanya yang terkena krisis itu. Walaupun ada usulan membentuk ASEAN Monetary Fund, namun tetap tidak banyak yang ASEAN bisa lakukan.

Meskipun begitu, ASEAN nyatanya tetap diperlukan negara-negara di kawasan ini di luar isu-isu ekonomi. ASEAN pun lolos dan mampu bertahan dari krisis ekonomi Asia 1997.

Persoalan ketiga adalah pandemi Covid-19. Sejak awal virus Corona menyebar di kawasan ini, ASEAN memang tampak tergagap merespon. Seperti kedua persoalan sebelumnya, ASEAN tidak dapat berbuat banyak. Apalagi negara-negara anggota ASEAN terlalu sibuk dengan dirinya sendiri dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Tantangan Brunei

Kemampuan Brunei mendefinisikan posisi di antara berbagai kekuatan global dan regional (termasuk ASEAN) akan menentukan perilaku diplomasi sebagai ketua tahun ini. Kegagalan Kamboja menghasilkan komunike bersama di antara negara-negara ASEAN (Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam) atas Laut China Selatan  merupakan realitas politik regional yang tidak ingin diulang oleh Brunei dan negara-negara anggota lain.

Di antara berbagai isu itu, sengketa klaim Laut China Selatan diyakini menjadi salah satu agenda pembicaraan terpenting pada beberapa KTT. Sebagai salah satu negara anggota ASEAN, peran dan pengaruh Brunei relatif kurang menonjol. Sejak bergabung, Brunei cenderung mengambil sikap sebagai follower ketimbang leader.

Bahkan terkait sengketa klaim Laut China Selatan (LCS), sebagai salah satu negara pengklaim, negara ini justru kurang menunjukkan posisi dan sikap politik yang jelas dan tegas. Karena itu, sikap Brunei yang selama ini kurang jelas telah mendorong Amerika Serikat (AS), China, dan Indonesia, untuk menegaskan posisi Brunei dalam konflik klaim perairan tersebut.

Sebelum pandemi menyebar ke berbagai negara, KTT ASEAN juga meliputi beberapa rangkaian pertemuan. Pertemuan ASEAN itu mulai dari tingkat pejabat senior (senior official meeting/SOM), antar-menteri (ASEAN ministrial meeting/ AMM), hingga pertemuan puncak antar-kepala negara/pemerintahan (konferensi tingkat tinggi/KTT atau summit). Di masa pandemi ini, serangkaian pertemuan itu diadakan secara virtual melalui video conferencing.

Pada KTT mendatang, Brunei –-seperti negara-negara lain yang menjadi ketua-– akan memperlihatkan kemampuan kerja sama untuk menghasilkan kesepakatan atau komunike mengenai agenda utama dan hasil konferensi. Persetujuan bersama ini biasanya menjadi kerangka dasar kerja sama masa selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun