Salah satu yang utama adalah manuver politik PD versi KLB tidak menimbulkan dampak lebih jauh terhadap pemerintah dan Presiden Jokowi. Cooling down menjadi agenda penting agar komplikasi dari terpilihnya Moeldoko sebagai Ketua Umum PD versi KLB mereda.
Apalagi upaya kedua pihak saling melapor ke Kantor Kemhukham demi legalitas masing-masing pihak akan menguji obyektivitas dan netralitas pemerintah.
Kedua, kubu Moeldoko bisa saja sedang melakukan konsolidasi ulang paska-KLB. Penyelenggaraan KLB yang lancar dan sukses. Namun KLB itu telah menjadi sasaran kritik dari PD versi Cikeas. Bahkan PD versi Cikeas meragukan kehadiran pengurus asli DPD yang datang ke KLB itu.Â
Meskipun PD versi KLB menggunakan AD/ART yang berbeda dari PD-nya Cikeas, pemerintah belum menunjukkan indikasi memberikan pengakuan legalitasnya. Kecenderungan mengakui salah satu kubu dan menggugurkan kubu lain secara jelas akan memperpanjang persoalan ini ke ranah hukum. Situasi ini diyakini memerlukan waktu lama bahkan bisa saja masih belum terselesaikan hingga pilpres 2024 mendatang.
Ketiga, PD versi Moeldoko kelihatan tenang-tenang saja mungkin karena pasrah dengan kenyataan politik yang cenderung tidak memihaknya. Walaupun telah menobatkan Moeldoko, namun permainan politik riil di lapangan menunjukkan kubu AHY lebih fasih dan leluasa bermanuver.
Orkestrasi di antara Moeldoko dan para tokoh PD versi KLB tampaknya kurang well-organised dalam memunculkan dan mengelola isu-isu yang menguntungkan posisi politiknya. Entah apakah ini berkaitan dengan kebanyakan kubu Moeldoko lebih berumur ketimbang kubu AHY, sehingga manuvernya kurang beragam.
Kita masih perlu menunggu apakah tenangnya kubu Moeldoko ini memang mengindikasikan kerja-kerja senyap atau memang kecapekan meladeni perilaku politik anak muda seumuran AHY. Siapa tahu esok hari ada isu baru yang diangkat PD versi KLB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H