Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Diplomasi Bilateral di 100 Hari Pertama Pemerintahan Jokowi, 2015

2 Maret 2021   06:19 Diperbarui: 2 Maret 2021   06:28 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demi kedaulatan nasional pula, Indonesia mengambil risiko menurunnya tingkat diplomasi bilateral. Potensi kedinamisan hubungan bilateral antara Indonesia dan negara-negara lain tampaknya perlu diantisipasi oleh semua pemangku kepentingan politik luar negeri Indonesia.

Mereka perlu membiasakan diri dengan kemungkinan naik turunnya hubungan bilateral mengingat tak bisa dihindarinya kaitan antara kebijakan domestik dan hubungan internasional. Prinsip pemerintahan Jokowi-JK sudah jelas dan tegas, yaitu kebijakan domestik (termasuk hukuman mati) tetap merupakan bagian dari kedaulatan nasional yang tidak bisa diintervensi negara lain, termasuk PBB.

Keberhasilan Diplomasi
Memang, tak semua hubungan bilateral dalam 100 hari pemerintahan Jokowi-JK memburuk. Presiden Jokowi menunjukkan efektivitas diplomasi bilateralnya ketika menghadiri pertemuan tingkat tinggi APEC di Beijing, forum ASEAN di Nayphidaw, dan forum ASEAN-Korea Selatan di Busan.

Penandatangan kontrak pembelian langsung minyak antara Indonesia dan Angola juga bisa dirujuk sebagai keberhasilan diplomasi bilateral.

Kerjasama Multilateral
Selain itu, bilateralisme bukan satu-satunya mekanisme hubungan luar negeri. Politik luar negeri Indonesia juga perlu dijalankan melalui hubungan multilateral dalam berbagai forum yang melibatkan aktor-aktor negara dan nonnegara.

Kompleksitas persoalan, sifat lintas batas negara, dan keperluan respons bersama aktor negara dan nonnegara memerlukan diplomasi multilateral. Kehadiran Jokowi pada KTT APEC dan ASEAN di akhir 2014 memberikan sinyal positif mengenai kelanjutan keaktifan Indonesia melalui jalur diplomasi multilateral.

Forum multilateral memang lebih banyak merundingkan berbagai aturan main multilateral di antara negara-negara anggota forum itu. Perkembangan diplomasi Indonesia selama 10 tahun pemerintahan SBY telah menunjukkan prestasi global.

Indonesia dianggap sebagai middle power dalam diplomasi multilateral. Walaupun orientasi global-regional pemerintahan SBY menimbulkan persoalan berkait kedaulatan nasional, realitas itu tidak perlu dengan serta merta menghilangkan aspek positif dari diplomasi multilateral bagi kepentingan nasional kita.

Tantangan
Walaupun diplomasi bilateral menjadi prioritas politik luar negeri pemerintahan Jokowi, Indonesia tetap perlu melanjutkan komitmennya dalam berbagai forum multilateral. Argumen Indonesia mengenai kedaulatan nasional tetap dapat digunakan. Dalam konteks ini, pemerintahan Jokowi perlu bisa menggunakan diplomasi bilateral dan multilateral sebagai strategi yang saling melengkapi.

Selain itu, perkembangan diplomasi Indonesia mengungkapkan bahwa arti penting diplomasi bilateral tidak serta merta berakibat pada berhentinya praktek hubungan multilateral. Diplomasi Indonesia di pemerintahan pertama Presiden Jokowi memandang hubungan bilateral lebih menguntungkan bagi perekonomian nasional ketimbang diplomasi multilateral.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun