Pembatalan kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno Marsudi ke Myanmar pada Rabu telah menimbulkan pertanyaan tentang akibatnya bagi kelanjutan solusi ASEAN untuk menyelesaikan krisis Myanmar.
Keputusan itu sudah dikonfirmasi langsung oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia, Teuku Faizasyah. “Dengan melihat berbagai perkembangan yang ada saat ini dan setelah berkonsultasi dengan sejumlah negara ASEAN lainnya, saat ini bukan merupakan waktu yang tepat untuk melakukan kunjungan ke Myanmar," kata Teuku dalam konferensi pers daring pada Rabu (antaranews.com, 24/2/2021).
Protes di KBRI Yangon
Pembatalan kunjungan itu berkaitan langsung dengan perkembangan politik di Myanmar. Sebelumnya, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon, Myanmar didatangi demonstran anti-kudeta. Mereka memprotes sikap Indonesia yang diklaim mendukung junta militer.
Masalah bermula dari tudingan pengunjuk rasa bahwa RI mendukung junta militer. Ini terkait pemberitaan Reuters pada Senin (22/2/2021) bahwa Indonesia sedang melobi ASEAN untuk menyetujui pemilu ulang di negeri Burma.
Laporan laporan khusus Reuters itu mengutip tiga sumber. Ada beberapa informasi yang mengakibatkan demonstrasi itu, pertama bahwa meski menyetujui pemilu ulang yang diselenggarakan junta, Indonesia disebutkan meminta jaminan bahwa pemilu dipastikan terselenggara dengan adil dan inklusif.
Kedua, yang menarik adalah bahwa media itu menyebutkan dua pejabat senior Indonesia secara anonim. Mereka mengatakan bahwa solusi harus fokus pada pencegahan pertumpahan darah. Usulan ini diharapkan akan membuat militer menghormati komitmennya untuk mengadakan pemilihan baru dan menyerahkan kekuasaan kepada pemenang.
Ketiga, Indonesia juga disebut meminta ASEAN untuk memfasilitasi dialog antara junta dan pengunjuk rasa. Proposal RI itu, kabarnya, sudah mendapat dukungan beberapa negara ASEAN.
Masalahnya adalah pemberitaan itu terbit berbarengan dengan kunjungan diplomatik Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi beberapa negara anggota ASEAN, termasuk yang terakhir adalah ke Thailand. Dari negara Gajah Putih itu, Menlu Retno direncanakan mengunjungi Myanmar, namun demonstrasi di depan KBRI Yangon telah membatalkannya.
Penegasan Komitmen Indonesia
Walaupun merupakan sesuatu yang wajar mengingat perkembangan situasi di Myanmar, keputusan pembatalan kunjungan tersebut menimbulkan tanda tanya mengenai posisi sebenarnya dari Indonesia dan kelanjutan dari upaya diplomasi terhadap krisis Myanmar.
Pemerintah Indonesia harus mengkonfirmasi beberapa isu terkait dengan komitmen atau posisi Indonesia untuk mencari solusi Myanmar di tingkat kawasan ASEAN.
Konfirmasi itu meliputi, yaitu pertama, komitmen untuk terus berkomunikasi dengan semua pihak di Myanmar. Indonesia juga akan terus melakukan konsultasi dengan negara ASEAN lainnya mengenai setiap perkembangan yang ada. Sejak awal, Indonesia aktif melobi negara-negara tetangga untuk membantu menengahi Myanmar krisis melalui ASEAN.
Kedua adalah konfirmasi bahwa berita Reuters itu tidak benar dan merupakan kesalahpahaman. Posisi RI masih sangat jelas, yakni prihatin pada kondisi negara itu. Posisi itu didukung oleh fakta bahwa sekarang Menlu Indonesia sedang menyamakan persepsi dan mengumpulkan pandangan dari menlu-menlu ASEAN lainnya. Upaya itu masih merupakan tahapan paling awal bagi satu pertemuan spesial dari menlu-menlu ASEAN dapat dilaksanakan.
Posisi Indonesia sejak awal tetap sama. Sejak awal perkembangan politik di Myanmar, Indonesia sudah mengeluarkan satu pernyataan jelas, yaitu RI sangat prihatin atas perkembangan politik di sana. Oleh karena itu, Indonesia menghimbau Myanmar dapat penggunaan prinsip-prinsip yang terkandung dalam piagam ASEAN. Di antaranya komitmen pada hukum, kepemerintahan yang baik, prinsip-prinsip demokrasi, dan pemerintahan yang konstitusional.
Selain itu, Indonesia menggarisbawahi bahwa perselisihan-perselisihan terkait hasil pemilihan umum kiranya dapat diselesaikan dengan mekanisme atau hukum yang tersedia. Dalam upaya itu, Indonesia juga mendesak semua pihak di Myanmar untuk menahan diri dan mengedepankan pendekatan dialog dalam mencari jalan keluar dari berbagai permasalahan yang ada. Cara-cara itu diharapkan tidak semakin memperburuk situasi di Myanmar.
Kelanjutan Diplomasi Shuttle
Hingga saat ini belum ada informasi yang dapat dikonfirmasi dari pihak Kemlu RI dan ASEAN mengenai kemungkinan kelanjutan diplomasi untuk Myanmar. Semua pihak menunggu perkembangan situasi di Myanmar. Harapannya, demonstrasi di depan KBRI Yangon dapat memberikan pemahaman lebih baik bagi semua pihak, khususnya ASEAN, mengenai krisis di Myanmar pada saat ini.
Satu hal yang tampaknya luput dari diplomasi shuttle Indonesia dan upaya ASEAN selama ini adalah mengajak partisipasi masyarakat Myanmar melalui partai NLD sebagai pemenang pemilu 2020. Diplomasi mencari solusi bagi krisis Myanmar perlu melibatkan kedua pihak yang terlibat dalam krisis politik di Myanmar, yaitu pemerintah Myanmar pada saat ini (Jenderal Min Aung Hlaing) dan NLD (Aung San Suu Kyi). Â
Keterlibatan Daw Suu Kyi mungkin saja sudah diagendakan dalam pertemuan antar-Menlu se-ASEAN sebagai bagian dari upaya bersama mencari solusi damai bagi Myanmar. Seperti konfirmasi pertama di atas, penyelesaian krisis Myanmar harus melibatkan semua pihak.
Namun demikian, ada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang menyebabkan Indonesia dan berbagai pihak tidak bisa bersikap terbuka. Isu sensitivitas pemerintah militer, belum adanya akses komunikasi ke Daw Suu Kyi, atau isu-isu domestik lain bisa menjadi penyebab belum adanya informasi mengenai keterlibatan pihak masyarakat. Selain itu, hingga sekarang belum ada dialog antara junta militer dengan pengunjuk rasa hingga sekarang.
Perkembangan situasi domestik di Myanmar dan tahapan diplomasi ASEAN yang masih di tahap awal tampaknya masih memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai solusi damai di Myanmar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H