Dalam pertemuan itu, Menlu RI mengusulkan Formula 4+1, yakni: (i) mengembalikan stabilitas dan keamanan; (ii) menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan; (iii) perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State, tanpa memandang suku dan agama; dan (iv) pentingnya segera dibuka akses untuk bantuan kemanusiaan.
Empat elemen pertama itu merupakan elemen utama yang harus segera dilakukan agar krisis kemanusian dan keamanan tidak semakin memburuk. Lalu, satu elemen lainnya adalah permintaan agar rekomendasi Laporan Komisi Penasehat untuk Rakhine State yang dipimpin oleh Kofi Annan dapat segera diimplementasikan.
Capaian penting dari misi diplomasi kemanusiaan Indonesia ini adalah disepakatinya Indonesia dan ASEAN terlibat dalam penyaluran bantuan kemanusiaan di Rakhine State.
Mekanisme penyaluran akan tetap dipimpin oleh Pemerintah Myanmar, namun melibatkan ICRC dan beberapa negara termasuk Indonesia dan ASEAN. Salah satu prinsip penting bantuan ini, yaitu bahwa bantuan harus sampai kepada semua orang yang memerlukan, tanpa kecuali, tanpa memandang agama dan etnis.
Diplomasi kemanusiaan Indonesia juga melibatkan aktor-aktor non-negara, yaitu sejumlah LSM Kemanusiaan Indonesia terhadap Myanmar. Mereka bergabung dalam Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar atau AKIM yang dibentuk pada 31 Agustus 2017.
Aliansi terdiri dari 11 organisasi kemanusiaan, yang memprioritaskan bantuannya pada empat hal, yaitu pendidikan; kesehatan; livelihood (ekonomi); dan relief. Aliansi telah berkomitmen memberikan bantuan sebesar USD 2 juta kepada warga di Rakhine.
Catatan Akhir
Penyelesaian atas krisis Rohingya itu sebenarnya menunjukkan kepercayaan Myanmar terhadap mekanisme ASEAN. Melalui ASEAN, penyelesaian krisis di negara anggota ASEAN selalu berpegang pada prinsip dasar non-interference dan sentralitas ASEAN.
Perkembangan itu menunjukkan bahwa prinsip dasar ASEAN dapat tetap dipertahankan dan diterapkan dalam penyelesaian krisis Myanmar pada saat ini. Kondisi Myanmar pada saat ini memerlukan dukungan ASEAN untuk mendorong pertemuan antar-menlu se-ASEAN. Pertemuan itu dapat dipandang sebagai upaya ASEAN untuk mengajak Myanmar berdialog sebagai wujud dari prinsip pelibatan konstruktif (constructive engagement).
Dengan pelibatan konstruktif itu, penyelesaian krisis politik Myanmar juga mendorong penyelesaian berbagai persoalan yang berkaitan dengan Rohingya dan vaksinasi Covid-19 di negara itu. Demonstrasi rakyat Myanmar mau tidak mau telah mengalihkan fokus penanganan kesehatan itu ke isu-isu politik sebagai akibat dari kudeta militer pada 1 Februari lalu.
Pada akhirnya, seperti ditegaskan Presiden Jokowi, ASEAN harus menjadi bagian dari penyelesaian masalah krisis di kawasan ini, termasuk di Myanmar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H