Singkat kata, penghambaan mas Dab pada ilmu pengetahuan pun menghasilkan IPK lumayan tinggi di atas 3,5. Dia pun berani mendaftar beasiswa salah satu BUMN terbesar di Indonesia.Â
Sedikit-sedikit, mas Dab mengalami pansos gara-gara IP tinggi dan beasiswa bergengsi. Mulai dia dikenal sebagai mahasiswa berprestasi. Yang lebih tinggi sebenarnya masih ada, tapi karena ini mas Dab ---dengan segala asesori sosial-ekonomi-budaya serba tidak jelas--- malah membuatnya lebih populer di kalangan mahasiswa.
Dari beasiswa terusan sampai akhir kuliah itu, mas Dab bisa menghapus mimpinya yang dianggap berdosa. Kasihan sebenarnya mas Dab ini. Lha wong mimpi naik pesawat dan ke luar negeri saja kok dosa...hehehe...
Yang pasti, mas Dab menorehkan tinta emas di kampungnya. Mas Dab mendapat beasiswa kuliah lanjut. Dia menjadi orang pertama yang naik pesawat. Tidak main-main, ini bukan cuma ke Jakarta lho. Naik pesawatnya langsung ke luar negeri, langsung ke Amerika! Mas Dab pun jadi buah bibir di kampungnya dan daerah sekitarnya.
###
Yah...dosanya bertambah dong... mas Dab akan kuliah ke Amerika. Lha nanti naik pesawat terbang. Dosa lagi...dobel-dobel ini dosanya...haduh...
Smoga mas Dab sudah sadar itu bukan dosa dan hanya perasaannya saja pas berangkat studi lanjut waktu itu.
* Jikalau ada kesamaan nama tokoh, tempat, dan sejenisnya, maka itu hanya kebetulan saja. Mohon berkenan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H