Masa Presiden Suharto
Pada masa pemerintahan Suharto, aktivisme diplomasi Indonesia berjalan dengan baik dalam menjalin hubungan dengan berbagai negara, organisasi internasional, dan aktor-aktor ekonomi yang mendukung investasi dan pembangunan ekonomi Indonesia. Setelah era Bung Karno yang berapi-api di panggung internasional, Indonesia memiliki Presiden Suharto dengan karakter berbeda, yang lebih banyak bekerja daripada bicara. Atau juga dikenal dengan low profile diplomacy.
Meskipun begitu, pemerintahan Suharto tetap bisa menunjukkan peran dan pengaruh penting Indonesia pada berbagai forum diplomasi. Beberapa nama penting yang berpengaruh dalam mendesain PLN pada masa Orde Baru, antara lain Adam Malik, Mochtar Kusumaatmadja, dan Ali Alatas.
Agenda politik luar negeri Orde Baru pada tahun 1980-an didominasi dengan berbagai upaya diplomasi dalam rangka menunjukan eksistensi Indonesia pada tingkat Internasional. Indonesia menyelenggarakan beberapa agenda internasional, seperti peringatan 30 tahun Konperensi Asia Afrika (KAA, 1985), Jakarta Informal Meeting (JIM, 1988), normalisasi hubungan ddengan China (1990), menjadi ketua GNB (1992) dan ikut serta dalam APEC (1994). Selain itu, kontribusi diplomasi Orde Baru dapat dilihat pada pembentukan ASEAN, peran penting Indonesia di PBB, dan dominasi Indonesia di Sea Games.
Peran dominan negara
Ulasan di atas menunjukkan ada satu karakteristik penting dari PLN Indonesia pada masa Orde Baru, yaitu dominasi negara sebagai aktor utama dalam diplomasi Indonesia.Â
Dominasi itu bersumber pada dua faktor, yaitu pertama, struktur politik domestik Orde Baru. Struktur politik yang otoriarian itu memberikan peluang politik itu kepada negara. Sedangkan aktor-aktor non-negara belum memiliki kemampuan signifikan untuk menyaingi peran dan pengaruh negara dalam menjalankan diplomasi.
Faktor kedua adalah struktur internasional. Berbeda dengan struktur internasional sekarang, pada waktu itu persaingan internasional antara AS dan US tidak mempedulikan struktur domestik atau bentuk pemerintahan sebuah negara. Dukungan sebuah negara kepada salah satu kekuatan global itu (AS atau US) dipandang menjadi jauh lebih penting, sehingga otoritarianisme di negara pendukungnya tidak menjadi masalah.Â
Kedua faktor itu menjadi penentu bagi munculnya dominasi negara sebagai satu-satunya aktor dalam politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Suharto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H