Baru-baru ini, militer memberlakukan larangan kerumunan dan jam malam diterapkan baru-baru ini. Militer bahkan melakukan penangkapan terhadap beberapa orang yang mendukung demonstrasi. Upaya pemerintah mengambil hati rakyat Myanmar dengan melepaskan lebih dari 20ribu orang tahanan tidak memberikan hasil signifikan.
Diamnya China, Rusia, dan beberapa negara ASEAN tampaknya dimanfaatkan oleh pemerintahan militer Myanmar untuk terus menekan kelompok sipil dan NLD agar bersedia menjalankan agenda politik militer Myanmar.
Militer Myanmar tidak bergeming dengan sanksi internasional itu. Kelompok militer memiliki ‘pengalaman’ menghadapi tekanan internasional itu.
Dari pernyataan protes atau kecaman hingga sanksi ekonomi telah dirasakan oleh Myanmar, khususnya kelompok militer yang berkuasa. Bahkan kabarnya, beberapa jenderal Myanmar itu sudah berada di bawah sanksi AS yang diberlakukan pada tahun 2019 atas pelanggaran terhadap Muslim Rohingya dan hak asasi manusia kelompok minoritas lainnya.
Ketiga, Sanksi AS dan sekutunya
Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah menjatuhkan sanksi kepada Myanmar berupa pembekuan aset senilai US$1 miliar sehingga para jenderal pelaku kudeta itu tidak bisa mengakses aset tersebut.
Sementara itu, pemerintah Selandia Baru sudah menjatuhkan sanksi mengenai larangan perjalanan para jenderal Myanmar. Pihak swasta Singapura dan Jepang juga telah menghentikan beberapa hubungan bisnis dan investasi mereka dengan Myanmar.
Persoalannya adalah sejauh mana efektifitas sanksi internasional itu dapat menekan pemerintahan militer Myanmar untuk memenuhi tuntutan negara AS dan sekutunya? Kenyataannya adalah hanya  beberapa negara saja yang memberikan sanksi itu. Walaupun AS dan sekutunya memberikan sanksi ekonomi (dan mungkin politik), masih ada banyak negara tetangga di sekitar Myanmar yang masih ‘bersahabat’. Negara-negara anggota ASEAN tidak memberikan sanksi dan masih menempatkan Myanmar sebagai anggota ASEAN yang sama dengan sebelum kudeta.
Selain itu, hingga sekarang, tidak atau belum ada satu negara pun yang menerapkan sanksi diplomatik. Belum ada negara yang menarik duta besar-nya sebagai bentuk protes atau kecaman kepada militer Myanmar.
Keempat, ASEAN
Presiden Joko Widodo bersama dengan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin setelah melakukan pertemuan bilateral di Istana Negara, Jakarta, Jumat (5/2) meminta ASEAN melakukan pertemuan khusus antar-menteri luar negeri ASEAN untuk membantu mencari solusi damai bagi kudeta militer di Myanmar.