Benarkah judul di atas? Benar... sekali lagi 'seandainya'. Dengan kata itu, tulisan ini masih memberi ruang bagi anda yang tidak mempunyai hobi menulis di Kompasiana. Bisa jadi anda memiliki hobi menulis, namun di tempat lain, misalnya di koran, majalah, atau portal-portal online. Bisa juga menulis di Kompasiana secara rutin atau tidak rutin, teratur atau tidak teratur, tetapi anda menganggap kegiatan itu bukan merupakan hobi.
Arti kata 'hobi' secara sederhana merujuk pada kegiatan yang dijalankan dengan penuh kesenangan, tanpa rasa terbeban(i), apalagi merasa (di)rugi(kan).
Ada kalanya hobi menuntut komitmen, namun komitmen itu tidak perlu membuat hobi menjadi sebuah kewajiban yang harus dilakukan. Ketika hobi itu bersifat memaksa atau beresiko merugikan, apakah 'hobi' itu masih merupakan hobi yang menyenangkan?
Jauh sebelum pandemi hingga sekarang, saya secra kebetulan sudah menjalani kegiatan tulis-menulis. Menulis itu malah menjadi salah satu bagian penting dari pekerjaan selama ini sebagai pengajar di kampus.
Berbagai tulisan dalam bentuk hand-out kuliah, diktat, buku kumpulan tulisan, buku tulisan sendiri, paper-paper seminar, dan bentuk-bentuk tulisan lain telah menjadi bagian dari pekerjaan. Hampir semua itu dibuat atau ditulis untuk keperluan internal atau untuk mahasiswa sendiri.
Lalu, apa bedanya dengan menulis sebagai hobi? Pada awalnya saya kebingungan sendiri menjawab pertanyaan ini. Lalu, ketemu jawabannya, yaitu tulisan-tulisan di luar itu semua yang merupakan bagian dari pekerjaan.
Dengan pekerjaan, maka menulis merupakan bentuk dari kewajiban. Jika jabatan fungsional ingin naik, misalnya, maka salah satu kewajiban yang harus dilakukan adalah membuat tulisan sebagai salah satu bentuk kegiatan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Ini berarti bahwa tulisan saya yang bukan merupakan kewajiban pekerjaan adalah tulisan opini. Tulisan-tulisan itu dibuat untuk ditayangkan di koran dan portal media online. Itu semua berjalan hingga enam bulan pertama pandemi, walaupun tidak rutin seperti beberapa tahun yang lalu di satu-dua koran.
Namun demikian, pengalaman menulis opini untuk koran (harian atau majalah) dan media online itu ternyata membuat resah, khawatir, dan, kadang-kadang, marah. Rasa tidak enak itu berlangsung dua kali.
Pertama, ketika mencari ide yang hendak ditulis. Ide tulisan harus up-to-date dan opini harus sesuai dengan kebijakan koran atau majalah. Ada rasa khawatir apakah tulisan sesuai dengan itu semua atau tidak. Setelah dirasa sesuai, kita harus segera menuliskannya. Tulisan selesai dan segera dikirimkan ke redaksi.
Lalu, muncul rasa tidak enak kedua, yaitu resah apakah tulisan kita dimuat atau tidak. Setelah tulisan dikirim, ada godaan atau kebutuhan untuk mengetahui apakah tulisan itu dimuat atau tidak.
Akibatnya, ada keperluan untuk melihat halaman opini koran itu selama beberapa hari. Lega rasanya jika tulisan dimuat. Tapi resah menjadi-jadi ketika tulisan belum juga dimuat di hari ke-4 setelah pengiriman tulisan itu. Keresahan itu kadang-kadang berujung pada tulisan tidak dimuat. Lalu, anda merasa —-antara lain—- gagal.
###
Oya... jangan lupa dengan kata 'seandainya' di judul tulisan ini ya.
Lalu, mengapa seandainya anda memiliki hobi menulis di Kompasiana, anda terhindar dari perasaan gagal, gusar, gundah, atau galau? Nah, ini beberapa cara-nya.
Pertama, di Kompasiana kita leluasa menayangkan apa pun juga dalam bentuk tulisan dan, yang terpenting, tulisan itu adalah tulisan kita sendiri. Tulisan tentang kita sendiri. Bentuk dan gaya tulisannya kita tentukan sendiri. Tulis saja kalimat-kalimat sebanyak-banyaknya, sebisanya, tanpa perlu bingung dengan pilihan kata dan tanda baca. Kalau pernah mendengar soal pilihan diksi dalam menukis, abaikan saja, tetaplah menulis. Boleh juga menulis puisi yang hemat kata.
Kedua, pakailah kata-kata dan kalimat sendiri yang biasanya kita gunakan dalam keseharian kita. Pilihlah kata dan kalimat yang sederhana dan pendek-pendek saja. Yang akhirnya berujung pada alinea-alinea. Lalu, tiba-tiba saja alinea-alinea itu menutupi satu halaman kertas. Tanpa anda sadari, ternyata anda masih perlu menuliskan berbagai kalimat di halaman-halaman berikutnya. Harap diingat ketentuan maksimal kata di Kompasiana.
Ketiga, tanpa merepotkan diri sendiri dengan berbagai teori tentang tulisan yang naratif, deskriptif, argumentatif, dan persuasif beserta segala tetek-bengeknya. Tak usah bingung pula dengan maksud konsep tulisan itu narrowing-down atau dari yang umum ke khusus. Atau cara-cara menulis pendahuluan, pembahasan, dan kesimpulan. Menulis saja dengan pengetahuan menulis apa adanya yang anda miliki.
Keempat, setelah selesai menulis, ambil sedikit waktu untuk bernafas sebentar. Lalu, anda segera cek lagi tulisan itu. Mumpung masih hangat atau tulisan baru saja jadi. Istilahnya adalah meng-edit tulisan. Cek typo, akurasi fakta (peristiwa, angka, dan seterusnya), dan tidak menyinggung SARA. Jika editing sudah dilakukan, segera ditayangkan di Kompasiana.
Kelima, semua tulisan dijamin dimuat...eh ditayangkan. Dengan segala hormat kepada admin atau editor Kompasiana, tulisan di Kompasiana mendapat kurasi minimal. Maksudnya adalah bahwa Kompasiana mewajibkan penulis untuk bertanggung jawab sendiri atas tulisannya. Tanggung jawab personal ini biasanya akan terbawa dengan sendirinya ketika kita menulis, apalagi ketika isi tulisan berkaitan dengan pengalaman atau tentang diri sendiri.
Dengan keleluasaan ini, anda tidak perlu merasa stres menunggu berhari-hari hingga tulisan dimuat. Hanya dalam waktu beberapa menit atau, bahkan, detik, maka tulisan segera ditayangkan. Teknisnya, setelah klik tombol tayang, lalu klik tombol terbaru dan muncullah tulisan anda di halaman tulisan terbaru. Jadi penayangan tulisan di Kompasiana benar-benar stress-free.
Yang paling menarik adalah bahwa anda tidak perlu mengkhawatirkan penolakan editor terhadap tulisan kita, seperti di koran atau portal opini online. Saking yakinnya dengan tidak adanya penolakan tulisan, beberapa penulis di Kompasiana mampu menayangkan lebih dari 2 tulisan setiap hari.
Seandainya anda mengikuti cara-cara itu, anda dijamin tidak akan merasa gagal menjadikan kegiatan menulis di Kompasiana sebagai hobi anda. Mengapa demikian? Karena ini adalah hobi. Sukses atau tidaknya sebuah hobi akan tergantung pada perasaan anda masing-masing. Selamat mencoba. Sukses selalu untuk hobi menulisnya di Kompasiana:)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H