Tantangan kedua adalah kenyataan bahwa masyarakat Myanmar terbelah antara pendukung NLD (demokrasi) dan pendukung kelompok militer (kudeta). Situasi ini mempersulit transisi demokrasi di Myanmar. Seorang anggota parlemen NLD menegaskan kepada kandidat USDP yang dia kalahkan (kompas.com, 01/02/2021) bahwa “Merupakan ide yang buruk untuk melakukan kudeta saat ini. Kita baru saja melangkah di jalan yang benar dalam transisi demokrasi… Tidak ada yang akan mendapatkan keuntungan dari kudeta militer saat ini. Itu akan menjadi keputusan yang mengerikan bagi negara kami.”
Kedua tantangan itu menunjukkan kompleksitas persoalan kudeta militer dan transisi demokrasi di negeri itu. Kuatnya dominasi politik dari kelompok militer dan besarnya kemenangan politik NLD pada pemilu 2020 merupakan kenyataan politik penting yang harus dipertimbangkan bagi setiap perubahan politik di Myanmar. Dinamika politik antara militer dan NLD bisa saja terjadi di hari-hari mendatang.
Namun demikian, satu hal yang pasti adalah bahwa militer tetap berkuasa hingga satu tahun ke depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H