Pada diary diplomasi sebelumnya, perubahan dari diplomasi lama ke baru. Diplomasi diselenggarakan tidak lagi di ruang-ruang tertutup dan rahasia, namun mulai terbuka diketahui masyarakat. Sementara itu, perubahan itu ternyata tidak mengubah posisi negara sebagai satu-satunya aktor dalam hubungan internasional.Â
Dalam perkembangannya, aktor diplomasi bertambah, meliputi aktor negara dan non-negara. Begitu juga isu yang menjadi agenda diplomasi semakin beragam. Diplomasi berkembang dan disebut sebagai diplomasi modern. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) juga mempengaruhi diplomasi, sehingga banyak aktivitas diplomasi mengalami digitalisasi dan memanfaatkan media sosial.
Diplomasi Modern
Asal-usul diplomasi modern dapat ditarik hingga pembentukan sistem negara-bangsa Westphalia pada 1648. Sistem Westphalia menjelaskan bahwa sistem internasional terdiri dari negara-negara yang berdaulat, merdeka, dan sejajar. Menurut sistem itu, stabilitas internasional dicapai berdasarkan keseimbangan kekuatan, diplomasi, dan hukum internasional.Â
Namun demikian, berbagai perkembangan internasional telah menyebabkan sistem Westphalia sebagai dasar hubungan internasional tidak memadai lagi. Akibatnya, diplomasi modern perlu didefinisikan ulang. Dalam hal aktor, diplomasi modern memasukkan aktor internasional lain di luar negara (aktor non-negara). Aktor-aktor ini dipandang memiliki peran dan pengaruh internasional, sebagaimana negara. Peran dan pengaruh itu meliputi perwakilan, komunikasi, dan negosiasi.
Diplomasi modern mengenal berbagai fungsi diplomasi yang dilakukan negara, seperti economic diplomacy dan commercial diplomacy. Sedangkan aktor non-negara menjalankan peran dan fungsi diplomasi pada corporate diplomacy, business diplomacy, dan NGOs diplomacy.Â
Masing-masing peran dan fungsi diplomasi yang berbeda itu juga memiliki tujuan berbeda. Misalnya, tujuan negara melakukan diplomasi ekonomi adalah untuk mencapai kepentingan nasional, yaitu devisa atau investasi asing.Â
Meningkatnya perhatian negara terhadap isu-isu ekonomi, sosial, dan budaya sebagai bagian penting dari agenda diplomasi juga menjadi karakteristik dari diplomasi modern. Diplomasi ini memberikan landasan awal bagi praktek diplomasi yang berlangsung hingga saat ini.
Diplomasi Digital
Revolusi digital telah memberikan pengaruh besar bagi diplomasi modern. Diplomasi bahkan tidak harus diadakan melakui pertemuan langsung di antara para diplomat yang mewakili berbagai negara. Diplomasi ternyata bisa dilakukan hanya dengan sentuhan jari pada gadget elektronik yang tersambung dengan internet. Perkembangan itu memunculkan adagium: "siapa yang dapat memanfaatkan internet dengan baik, maka akan unggul berdiplomasi".Â
Perkembangan jaringan internet dan pemanfaatannya dalam diplomasi telah memunculkan istilah diplomasi digital. Ada pula istilah diplomasi siber, e-diplomacy, virtual diplomacy, dan masih banyak lagi. Masing-masing istilah memiliki definisi yang masih diperdebatkan hingga kini.Â
Berbagai macam definisi mengenai diplomasi digital pada umumnya merujuk pada beberapa pengertian. Pertama, diplomasi digital adalah penggunaan piranti dan teknologi digital untuk menjalankan aktivitas diplomasi publik. Kedua, digitalisasi terhadap semua sistem dan praktek diplomasi. Ketiga, kemampuan dan pemahaman mengenai arti penting komunikasi digital dan informasi dalam diplomasi.
Dari ketiga definisi itu, harapannya tentu saja ada pada definisi ketiga. Dengan definisi ketiga itu, diplomasi dapat memanfaatkan diseminasi informasi di jaringan internet untuk memperoleh berbagai data untuk negosiasi, analisis jaringan antar-kelompok atau antar-isu, profiling warganet, termasuk juga mengetahui persepsi masyarakat di sebuah negara dan kemampuan diplomasi yang dalam membentuk kesadaran dan tindakan kolektif demi winning hearts and mind sesuai dengan tujuan diplomasi itu.Â
Tantangan
Diplomasi modern dan digital menunjukkan dunia yang selalu berubah. Perubahan itu menciptakan lingkungan eksternal yang dinamis bagi diplomasi. Situasi itu menimbulkan beberapa tantangan seperti di bawah ini.
1. kemampuan menyesuaikan diri.
Diplomasi dan diplomat harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan eksternal. Tujuannya adalah agar diplomasi dan diplomat dapat tetap menjalankan fungsi-fungsinya.Â
Ambruknya Uni Soviet meningkatkan arti penting isu-isu non-politik-pertahanan-dan keamanan (high politics). Pertemuan kepala negara/pemerintahan mulai membicarakan isu-isu ekonomi, sosial, dan budaya (low politics). Para diplomat harus mampu memahami urgensi isu-isu itu dalam hubungan internasional.
2. bertambahnya jumlah aktor diplomasi.
Diplomasi digital, misalnya, melibatkan lebih banyak aktor non-negara. Korporasi digital seperti Google, Apple, Microsoft memiliki jangkauan global yang didukung jejaring individu dan kelompok-kelompok lintas-batas negara. Mereka memiliki karakteristik berbeda dengan lembaga swadaya masyarakat atau organisasi internasional dalam menjalankan interaksi globalnya.Â
Perbedaan karakter ini membawa perbedaan dalam berdiplomasi, sehingga menimbulkan tantangan pada kemampuan tiap-tiap aktor untuk membangun kerjasama demi perdamaian dunia.
3. agenda diplomasi semakin beragam.
Diplomasi tidak hanya berkaitan dengan masalah politik, pertahanan, dan keamanan. Diplomasi modern memasukkan isu-isu sosial, ekonomi, budaya ke dalam agenda diplomasi di antara para kepala negara dan pemerintahan.Â
Berbagai isu itu menjadi semakin kompleks ketika dikaitkan diplomasi digital, sehingga dimensi digital dari berbagai isu itu menjadi pertimbangan juga dalam praktek diplomasi.Â
Keragaman isu sebagai agenda diplomasi menuntut para diplomat atau aktor diplomasi untuk mengembangkan pengetahuan. Tantangan yang muncul biasanya adalah kebutuhan terhadap diplomat yang memiliki banyak pengetahuan (generalist) atau spesialisasi pada bidang tertentu (specialist).
4. urgensi diplomasi antar-warga (people-to-people diplomacy).
Individu atau warga negara memiliki peran semakin penting dalam hubungan internasional. Diplomasi tidak lagi tergantung pada negara, organisasi dan perusahaan nasional/internasional, namun juga mempertimbangkan persepsi individu. Gambaran individu atau warga dari sebuah negara dapat menentukan sejauh mana negara itu diterima. Oleh karena itu, diplomasi harus mampu memenangkan hati dan pikiran warga di sebuah negara.
Dinamika diplomasi itu telah memberikan pengaruh penting pada hubungan internasional. Diplomasi tidak lagi merupakan praktek atau pelaksanaan dari kebijakan luar negeri dari sebuah negara, namun juga kepentingan berbagai aktor lain. Selain itu, diplomasi perlu dilakukan sebagai salah satu cara berkomunikasi antar-negara.Â
Tanpa upaya-upaya diplomasi, banyak isu atau masalah antar-negara sulit diselesaikan. Konflik yang berkepanjangan tanpa dapat diselesaikan melalui diplomasi dapat berpotensi mengarah ke perang. Risiko ini tentu saja sangat dihindari dan menjadi alasan bagi perlunya diplomasi dalam hubungan antar-negara.
Akhirnya, tulisan ini menunjukkan bahwa diplomasi bersifat dinamis dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungannya. Adaptasi diplomasi terhadap dinamika perubahan itu memunculkan bentuk-bentuk diplomasi dengan karakteristik yang berbeda yang dikenal dan dipraktekkan pada saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H