Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money

Diskriminasi Uni Eropa terhadap Kelapa Sawit Indonesia

22 Januari 2021   04:59 Diperbarui: 22 Januari 2021   05:00 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diplomasi ekonomi
Indonesia selalu mengutamakan kerja sama dan kolaborasi dengan berbagai negara. Dasar dari kerjasama itu adalah kepentingan nasional, termasuk dengan UE. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berupaya mencari penyelesaian terbaik dengan UE.

Berbagai upaya diplomasi ekonomi antara Indonesia dan UE telah dilakukan. UE adalah natural partner Indonesia, sehingga kedua pihak sebenarnya memiliki kesamaan pandangan di berbagai isu internasional.

Namun demikian, sikap Indonesia itu tidak bisa dianggap lemah dan mudah dikalahkan oleh hal yang bersifat prinsip. Indonesia selalu menuntut UE agar treat us fairly.

Indonesia menanggapi diskriminasi UE dengan strategi berbeda. Pemerintah memproduksi Biodiesel 20 (B20), B30, dan B50 dalam bahan bakar minyak. Kebijakan itu ditempuh untuk meningkatkan posisi tawar Indonesia terhadap semua negara di dunia, termasuk UE.

Pemerintah juga pernah berencana mengambil langkah-langkah keras untuk merespons diskriminasi itu. Demi melindungi lebih dari 16 juta petani kelapa sawit, boikot terhadap produk UE pernah diwacanakan pada 2019 lalu.

Tantangan IEU-CEPA
Meski begitu, kedua pihak melihat adanya urgensi kemitraan yang lebih kuat dalam menyelesaikan isu diskriminasi itu. Indonesia selalu terbuka melakukan komunikasi ketimbang mengambil kebijakan retaliasi terhadap produk UE.

Diskriminasi kelapa sawit UE menjadi tantangan strategis bagi Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Tantangan itu tampaknya menjadi semakin berat ketika UE mengajukan gugatan ke WTO (kompas.com, 15/01/2021) berkaitan dengan kebijakan Indonesia melarang ekspor nikel ke UE.

Perkembangan ini menjadi sangat menarik. Dua produk Indonesia sangat dibutuhkan UE, yaitu kelapa sawit dan nikel. UE mendiskriminasi kelapa sawit, tetapi membutuhkan nikel. Keduanya hendaknya diselesaikan melalui WTO. 

Tentu saja menarik untuk melihat sejauh mana komitmen kedua pihak menyelesaikan kedua masalah itu sebagai natural partner, termasuk IEU-CEPA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun