Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

WNA dalam Diplomasi Indonesia

20 Januari 2021   00:02 Diperbarui: 24 Januari 2021   06:06 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sumber gambar: kumparan.com
sumber gambar: kumparan.com
Tiga bulan bukan waktu yang pendek, tetapi juga bukan waktu yang panjang untuk mempelajari seni dan budaya Indonesia. Ada beberapa pengalaman menarik selama mendampingi mereka.

Pertama, dalam satu minggu pertama mereka harus segera mengenal ke 11 teman lain yang akan tinggal dan belajar bersama. Lalu, mereka juga harus mengenal beberapa orang di tempat tinggal dan kampus, termasuk situasi dan lokasi di tempat mereka tinggal dan belajar.

Ini situasi yang tidak mudah secara psikologis. Respon yang muncul bisa biasa saja mengikuti proses secara santai, tetapi ada juga peserta yang merespon secara emosional. Walaupun mereka adalah tamu, itu tidak berarti respon emosional mereka harus dipenuhi atau dilayani.

Kedua, masalah disiplin waktu. Bukan cuma orang Indonesia yang dikenal suka terlambat atau jam karet. Peserta program ini juga ‘menyesuaikan’ diri kita tinggal di sini. 

Mereka meminta toleransi atas aturan-aturan yang ada. Misalnya mereka minta diijinkan datang terlambat dari ketentuan program mulai jam 09.00 pagi. 

Permintaan ini tentu saja tidak bisa dipenuhi dengan alasan-alasan tertentu. Ada kecenderungan jika permintaan ini dipenuhi, mereka akan mencoba melakukan hal sama di aturan main lainnya.

Ketiga, beberapa peserta mencoba memanfaatkan posisi mereka sebagai peserta seolah lebih tinggi daripada pendamping. Apalagi mereka paham betul bahwa bahwa mereka akan menjadi aktor penting dalam diplomasi publik Indonesia di negara mereka. 

Pada beberapa kasus, jika usaha itu tidak berhasil, peserta akan mencoba melakukannya kepada mahasiswa. Dalam hal ini, kita biasanya meminta mahasiswa untuk bersikap seperlunya saja untuk merespon permintaan peserta.

Tiga pengalaman di atas hanya sebagian saja. Ada kesulitan untuk menuliskannya secara lebih rinci, sehingga deskripsi umum ini diharapkan dapat memberi gambaran memadai. 

Pada dasarnya situasi di lapangan tidak mudah ketika berkaitan dengan pelaksanaan program dan respon peserta. Ibarat bermain layang-layang, ada saat-saat melonggarkan benang agar layang-layang bisa terbang lebih tinggi, namun ada waktunya benang layangan ditarik karena situasi khusus, misalnya, mengharuskannya.

Selain itu, pengalaman tersebut hanya terjadi pada sebagian kecil peserta dan dalam situasi tertentu saja. Situasi kampus, banyaknya dosen-mahasiswa, dan suasana kota Yogyakarta menjadi pendukung penting bagi peserta untuk menjalani program dengan baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun