Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Liberalisme dalam Hubungan Internasional: Merespon Covid-19 Tanpa Lockdown

15 Januari 2021   23:33 Diperbarui: 16 Januari 2021   14:35 2095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSgtGCLu3U1FqQNMzk_Mj2rvZa6bV66Di4EhQ&usqp=CAU

Diary kuliah hari ke-7,

Selamat malam,

Catatan kuliah ini melanjutkan tema hari ke-2 tentang Realisme dan Covid-19. Setelah tertunda beberapa hari karena ikut blog competition 'Petasan', hari ini dilanjutkan dengan tema: liberalisme dan Covid-19.

Pertanyaannya adalah bagaimana pendekatan liberalisme menjelaskan fenomena pandemi Covid-19 ini dalam dinamika hubungan internasional?

Serupa dengan realisme, liberalisme termasuk pendekatan arus utama (mainstream) dalam hubungan internasional. Satu pendekatan maintream lain, yaitu konstruktivisme, menyusul di hari lain. Ketiga pendekatan ini biasanya menjadi bahasan utama dalam tiga kuliah pertama di kelas saya, seperti di matakuliah Politik Luar Negari Indonesia (PLNI) dan Rusia (PLNR).

Perkembangan global dari pandemi Covid-19 ini tentu saja menarik untuk dibahas dari pendekatan liberalisme dalam hubungan internasional (HI).

Salah satu dampak paling mendasar dari pandemi ini adalah menguatnya peran negara. Akibat lanjutannya adalah negara bertindak atas nama kepentingan nasional untuk melindungi warganegaranya. Negara-negara menerapkan kebijakan lockdown, yaitu penutupan perbatasan atau bandara atau pintu-pintu internasional, warga asing dilarang masuk dan warga sendiri dilarang ke negeri, dan kebijakan serupa lainnya.

Berbagai kebijakan negara yang nasionalistik dan unilateral (sepihak) ini secara jelas bertentangan dengan kecenderungan liberalisasi atau globalisasi hingga sebelum pandemi menyebar di awal 2020.

Selanjutnya, saya tuliskan pernak-pernik singkat tentang liberalisme dalam HI. Setelah itu, saya bahas kaitan antara liberalisme dengan Covid-19.

Pendekatan Liberalisme
Salah satu penanda utama liberalisme dalam hubungan internasional adalah kemudahan mobilitas empat (4) faktor produksi ---barang, jasa, modal/uang, dan manusia--- melintas batas-negara. Kemudahan mobilitas itu bentuknya bisa pengurangan atau penghapusan tarif atau biaya ekspor/impor terhadap 4 faktor produksi itu. Tujuan kebebasan pergerakan itu adalah kemakmuran bersama.

Pendekatan liberal mempunyai empat asumsi dasar. Pertama, sifat manusia itu baik, yang berarti manusia mampu untuk bekerja sama. Pendukung liberalis tidak menolak pandangan tentang potensi manusia bertindak agresif dan suka berkonfik atau, bahkan berperang. Meski begitu, kelompok ini berpendapat bahwa tidak mungkin manusia akan berperang selamanya.

Asumsi kedua adalah keyakinan bahwa hubungan internasional lebih bersifat kooperatif daripada konfliktual. Bagi liberalis, kerjasama akan menghasilkan kemajuan bagi manusia itu sendiri. Berbagai keinginan akan lebih mudah tercapai melalui kerjasama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat  bebas dengan karakteristik kebebasan berpikir bagi para individu.

Sebaliknya, pendekatan ini menolak berbagai bentuk pembatasan dari pemerintah atau negara. Dalam masyarakat modern, liberalism tumbuh dalam sistem demokrasi yang didasarkan pada prisip kebebasan. Berbeda dengan realisme, pendekatan liberalisme sangat mendukung win-win solution. Kerjasama antar-negara di berbagai bidang diabdikan untuk mendapatkan manfaat bersama (shared profit). Dalam perngertian ini, liberalisme sangat mendukung globalisasi ekonomi.

Ketiga, kaum Liberalis percaya bahwa negara pada hakikatnya dibentuk oleh manusia sehingga memiliki sifat dasar. Negara dibentuk untuk menjamin kehidupan dan kebahagiaan setiap warga negaranya tanpa intervensi dari pihak lain. Oleh karena iti, sebuah negara dibentuk seharusnya untuk memelihara kebebasan individu dan melindunginya dari berbagai tindakan yang menghancurkan atau merugikan individu.

Keempat, liberalisme menempatkan negara sebagai aktor penting bersama dengan aktor-aktor non-negara. Berbeda dengan realisme, negara bukan satu-satunya aktor dalam liberalisme. Liberalisme mengakui peran aktor-aktor non-negara, seperti perusahaan transnasional/multinasional, pasar saham, organisasi non-pemerintah, dan lain-lain. Oleh karena itu, liberalisme menunjukkan urgensi kerjasama di antara aktor negara dan non-negara dalam berbagai kerjasama.

Covid-19 dalam Liberalisme
Kebijakan lockdown sangat bertentangan dengan pandangan liberalisme. Kebijakan itu justru menghambat kebebasan mobilisasi barang, jasa, modal, dan manusia yang menjadi ciri utama liberalisme.

Bagi pendekatan ini, kebijakan berbagai negara dalam penanganan pandemi seharusnya tetap memberi peluang berjalannya kegiatan kerjasama ekonomi. Kalaupun lockdown diterapkan, negara perlu mengantisipasi dampak ekonomi dari pandemi agar sektor ekonomi tetap mampu bertahan. Tindakan pencegahan perlu, tapi jangan sampai merampas kebebasan dasar orang.

Tanggung jawab personal, self regulation and self control memang penting bagi pandangan liberalis, namun pandemi telah menempatkan ketiga hal itu di bawah kontrol negara. Atas nama protokol kesehatan yang semakin ketat, kebebasan individu terpaksa dikurangi. Work from home dan work from destination menjadi semacam solusi alternatif agar perekonomian tetap berjalan.

Penjelasan di atas menunjukkan ketegangan antara pendekatan realisme dan liberalisme dalam menanggapi pandemi ini. Kecenderungan peran dan pengaruh negara yang menguat memang tidak terhindarkan. Pemerintah atau negara secara tidak langsung telah menuduh bahwa liberalisme melalui kebebasan individu dalam melintasi batas-batas negara teah menjadi penyebab utama penyebaran virus corona secara eksponensial.

Sebaliknya, pendekatan liberalisme terpaksa melakukan penyesuaian diri dengan harapan bahwa pemerintah tetap memberi kebebasan ekonomi dan politik bagi warganegaranya. Salah satu cara caranya adalah tidak menerapkan lockdown total, tapi menerapkan serangkaian protokol-protokol kesehatan yang disesuaikan dengan masa pandemi dan kondisi riil di daerah masing-masing.

Kebijakan lockdown di berbagai negara juga berbeda-beda tergantung pada perkembangan pandemi di masing-masing negara. Pendekatan liberalisme berfungsi mengingatkan negara atau pemerintah agar kehidupan warganegara, khususnya di sektor ekonomi, tetap menjadi perhatian penting dan tidak dikorbankan.

Meskipun lockdown diterapkan, berbagai negara tetap mendukung kerjasama ekonomi. Bahkan 15 negara di Asia Pasifik bersepakat membentuk perdagangan bebas melalui Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Ini adalah bentuk keseriusan pemerintah atau negara memperhatikan kerjasama ekonomi demi mengatisipasi dampak ekonomi dari pandemi Covid-19.

###
.... wah sudah hampir jam 23.30... Sebaiknya saya akhiri saja ya.... saya cek lagi catatan kuliah ini agar bisa tayang sebelum tengah malam ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun