Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita Rakyat Roro Jonggrang: Benarkah Berkunjung ke Candi Prambanan untuk Memutuskan Hubungan Pacaran? Adakah Makna Alternatifnya?

10 Januari 2021   15:38 Diperbarui: 10 Januari 2021   15:42 8685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
trullyborobudurtours.com

Cerita ini bisa dianggap mitos atau sesuatu yang tidak benar atau tidak ada bukti nyata-nya. Beberapa sumber hanya menjelaskan seperti yang saya tulis di atas. Tidak ada bukti bahwa kunjungan pasangan yang sedang berpacaran ke Candi Prambanan akan berakhir pada pemutusan hubungan. Kalaupun ada bukti tentang adanya putus hubungan itu, setidaknya tidak ada kesaksian.

Sebaliknya, adakah pasangan yang sengaja mengunjungi Candi Prambanan untuk memutuskan hubungan? Tidak mungkin untuk mengatakan tidak ada sama sekali. Tetapi apa ya harus pergi ke Candi Prambanan untuk putus hubungan? Atau memakai Candi Prambanan sebagai 'cara' untuk putus hubungan?

Bagian Ketiga
Lebih dari itu semua, mungkinkah cerita soal kaitan Candi Prambanan dan putus hubungan ini dimaknai secara berbeda? Ini sebagai usaha membangun makna atau perspektif alternatif dari cerita yang telah beredar selama ini. 

Ada kesan atau nuansa negatif sebagai konsekuensi dari cerita rakyat ini. Rasanya kok nggak enak ya memberi stempel seperti itu ke Candi Prambanan. Seolah-olah Candi Prambanan adalah penyebab dari putus hubungan pacaran dari pasangan kekasih. 

Di satu sisi, kita menempatkan Candi Prambanan sebagai salah satu warisan budaya bersama Candi Borobudur dan Candi Boko. Namun, di sisi lain, cerita itu beredar begitu saja tanpa memberikan makna lain dari cerita Roro Jonggrang. 

Mungkinkah perkembangan jaman yang memberi kesempatan sama kepada perempuan memberikan makna alternatif, tanpa menghilangkan cerita utama-nya. 

Mungkinkah cerita penolakan Roro Jonggrang diartikan sebagai bagian dari upaya sang putri melawan feodalisme pada saat itu? Misalnya bahwa perempuan harus menerima pinangan pihak laki-laki, tanpa memiliki peluang menolak.

Bisakah cerita kecurangan Roro Jonggrang agar ayam berkokok lebih awal dimaknai sebagai sebagai strategi menarik untuk ukuran pada saat itu? Jaman ketika lilin dan lampu belum ada, namun putri Roro Jonggrang membuat api untuk menerangi daerah itu, sehingga ayam-ayam 'merasa' sudah waktunya untuk berkokok.

Yang terakhir, mungkinkah dibuat makna berbeda atau perspektif alternatif dari sisi Roro Jonggrang? 

Masih banyak pertanyaan bisa dibuat dan menjadi perdebatan. Meskipun begitu, saya berpandangan bahwa walaupun makna atau perspektif alternatif bisa dibuat, cerita utama dan perspektif/makna yang telah ada selama ini tetap tidak bisa dihilangkan begitu saja. 

Makna atau perspektif alternatif ini sifatnya adalah menambah atau melengkapi yang telah ada, bukannya menghilangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun