Salah satu kementerian yang diganti pimpinannya melalui reshuffle kabinet terbatas (23/12/2020) adalah Kementerian Perdagangan (Kemendag) dari Agus Suparmanto ke M. Luthfi. Penggantian kementerian ini menarik karena sebelumnya tidak masuk dalam kontroversi publik.
Presiden Joko Widod tampaknya ingin Menteri Perdagangan (Mendag) baru mampu merespon kecenderungan perdagangan bebas di Asia Pasifik melalui Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Pasar bebas ini diharapkan dapat mengantisipasi dampak ekonomis dari pandemi Covid-19.
Sejak triwulan terakhir 2020, perdagangan bebas seakan bergulir tanpa hambatan justru pada saat pandemi Covid-19. Perdagangan bebas diyakini menjadi solusi bagi dampak ekonomi dari pandemi Covid-19. Inisiatif Indonesia melalui RCEP disepakati secara antusias oleh 14 negara di kawasan Asia Pasifik. Selain itu, Indonesia juga terikat kesepakatan perdagangan bebas dengan beberapa negara secara bilateral.
Banyak negara seolah menemukan jalan keluar dari potensi resesi ekonomi sebagai dampak dari pandemi yang berkepanjangan hingga sekarang. Informasi terakhir ASEAN akan bekerjasama dengan Uni Eropa untuk menggalang perdagangan bebas yang meliputi hampir 1 milyar penduduk dan hampir 25 persen dari ekonomi kedua kawasan.
Walaupun menjadi inisiator utama perdagangan bebas RCEP, Indonesia perlu bersikap hati-hati dalam merespon perdagangan bebas. Persetujuan Indonesia memang tidak serta merta berujung pada pelaksanaan aturan main perdagangan bebas di tingkat domestik. Persetujuan itu masih harus melalui mekanisme ratifikasi oleh pihak legislatif, yaitu DPR atau parlemen.
Di tengah optimisme mengenai perdagangan bebas itu, pemerintah Indonesia melalui Kemendag perlu bersikap hati-hati. AS keluar dari TPP, India batal bergabung di RCEP, lalu Indonesia sendiri pernah menderita kerugian dalam kesepakatan perdagangan bebas dengan Jepang dan China. Beberapa pengalaman ini bisa menjadi pertimbangan untuk mengantisipasi potensi kerugian dari pasar bebas RCEP.
Pengalaman negara lain
1. AS keluar dari Trans Pacific Partnership (TPP)
Selasa (24/1/2017), Trump menandatangani perintah eksekutif terkait penarikan keanggotaan AS dari perjanjian kemitraan ekonomi strategis itu. Keputusannya untuk mengeluarkan AS dari TPP dilandasi keinginannya untuk membangkitkan sektor manufaktur AS. Langkah ini menjauhkan AS dari sekutunya di Asia seiring dengan perkembangan pengaruh China di kawasan.
Sebanyak 12 negara di perbatasan Samudera Pasifik menandatangani TPP pada Februari 2016. Mereka mewakili 40 persen dari perekonomian dunia. TPP diharapkan menjadi pilar utama pemerintahan Obama dalam kebijakannya untuk bertumpu ke Asia-Pasifik, melawan China.
Namun, kebijakan Trump telah membuat Jepang dan sejumlah negara lain khawatir dengan pandangannya menentang TPP dan keinginannya agar negara-negara sekutu membayar lebih besar kepada AS untuk alasan keamanan.
2. India mundur dari RCEP
Bagi India RCEP tidak sekadar merugikan ekonomi negaranya yang sebagai besar didorong oleh kelompok usaha kecil. PM Narendra Modi mengkhawatirkan kesepakatan pembentukan RCEP akan berdampak pada penghapusan secara gradual sejumlah tarif.
RCEP dikawatirkan akan membuka pasar-pasar domestiknya, sehingga kebanjiran barang-barang murah dari Cina dan produk pertanian dari Australia dan Selandia Baru.