Hari Sabtu, 5 Desember 2020, ini adalah hari terakhir Kompasianival. Masih ada banyak kegiatan menarik hingga nanti malam. Mungkin ada yang terlewat atau saya lupa cek dan ricek, saya perhatikan tidak ada stand buku, khususnya buku hasil karya Kompasianer di Kompasianival 2020 ini. Kalaupun tidak ada, penyelenggara tentu saja punya alasan khusus. Jika ada, maka buku-buku yang ada tentu saja sangat menarik untuk dilihat dan mungkin dibeli secara online.
Bagi saya, keberadaan buku ---khususnya hasil karya Kompasianer--- di Kompasianival 2020 ini menjadi sangat penting sebagai salah satu wujud nyata dari tema 'mulai dari kita'. Kita mulai dengan membuat atau menulis buku kumpulan tulisan.
Menulis sebuah buku, khususnya buku kumpulan tulisan, sebenarnya tidak sulit jika kita mengetahui caranya, bentuk-bentuknya, memiliki kemauan, dan disiplin waktu. Tulisan ini berfokus pada bahasan tentang cara menulis buku yang mudah dan praktis saja.Â
Cara mudah dan praktis ini tentu saja dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada penulis pemula, termasuk saya, bahwa menulis atau membuat sebuah buku itu bukanlah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan.Â
Bagi seorang penulis atau pengarang, sebuah buku dianggap sebagai terminal atau bentuk terakhir dari sebuah proses kegiatan menulis. Buku seolah seperti seorang bayi, sehingga proses menulis sebuah buku pun bisa diibaratkan seperti melahirkan bayi.Â
Kegembiraan penulis ketika mengetahui bukunya diterbitkan seperti kebahagiaan Menyambut kelahiran bayi. Apalagi ketika seorang penulis melihat bukunya terpampang di rak sebuah toko buku dan, bahkan, menjadi buku terlaris atau best seller.
Langsung saja kita membahas cara mudah menulis sebuah buku, yaitu buku kumpulan tulisan. Ada dua bentuk pilihan untuk buku semacam ini: buku kumpulan tulisan sendiri atau istilahnya ‘solo’ dan buku kumpulan tulisan ‘keroyokan’. Buku kumpulan tulisan ini saya anggap lebih mudah ditulis atau dibuat, khususnya untuk penulis pemula.
1. Buku kumpulan tulisan sendiri
Buku ini berisi kumpulan tulisan-tulisan sendiri. Secara sekilas, proses menulis dan isi buku kumpulan tulisan ini sama dengan diktat kuliah, buku ajar dan buku teks atau referensi. Kesamaannya terletak pada penulisan secara bertahap dengan tema tertentu yang ‘membungkus’ tulisan-tulisan dibuku ini.Â
Namun demikian, ketiga buku itu sebenarnya berbeda dengan buku kumpulan tulisan sendiri. Ketiga buku itu materinya ditulis berdasarkan urutan materi perkuliahan. Sedangkan materi buku kumpulan tulisan biasanya lebih bebas. Kalaupun ada rencana tema khusus untuk materi buku kumpulan tulisan, maka proses dan isinya cenderung bukan untuk keperluan akademik di sekolah hingga perguruan tinggi.
Penulisan buku kumpulan tulisan ini dengan tema atau topik yang lebih bebas atau umum dan tidak akademis. Prosesnya adalah menggunakan materi yang kita tulis secara mencicil atau sedikit-sedikit. Isu yang ditulis bisa mengenai berbagai hal yang sudah kita ketahui, sehingga tidak memerlukan riset besar atau banyak untuk mencari data, variasi definisi, dan perbedaan pandangan dari isu yang hendak kita tulis.
Jika kita ingin lebih serius dalam menulis buku kumpulan tulisan ini, maka kita bisa memiliki dua pilihan tulisan yang akan dimasukkan di dalam buku itu. Pertama, tulisan-tulisan bertema atau bertopik bebas. Yang penting adalah bahwa semua tulisan adalah milik kita sendiri, sehingga semua tulisan dengan topik atau tema apa pun dijadikan satu menjadi sebuah buku.Â
Pilihan kedua, kita memasukkan tulisan-tulisan di buku itu berdasarkan satu atau beberapa tema/topik tertentu. Dengan cara ini, isi buku dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian berdasarkan kesamaan tema tulisan-tulisan.Â
Para Kompasianer dengan mudah bisa menulis/membuat buku kumpulan tulisan sendiri ini. Dengan jumlah tulisan lebih dari 60, misalnya, sebuah buku bisa diterbitkan dengan minimal 60 halaman. Seingat saya, 60 halaman ini syarat minimal sebuah buku untuk memiliki ISBN.Â
Bisa dibayangkan jika seorang Kompasianer memiliki lebih dari 100 tulisan, maka ada lebih dari 1 buku bisa dibuat. Konversi tulisan kompasianer menjadi buku ini mungkin bisa menjadi salah satu bagian dari kegiatan Kompasianival selanjutnya, jika di tahun 2020 ini belum ada. Ini sekedar usulan ide saja.
2. Kumpulan tulisan barengan atau keroyokan
Buku kumpulan tulisan ini ditulis secara bersama-sama dengan teman-teman atau orang-orang dengan kesamaan minat, hobi, atau kompetensi dan lain-lain. Prosesnya sama dengan buku kumpulan tulisan sendiri. Yang membedakan adalah soal komitmen dan displin waktu. Kedua faktor ini sangat penting mengingat keterlibatan banyak orang memerlukan upaya koordinasi dalam banyak hal.Â
Di masa pandemi ini, banyak tawaran penulisan buku kumpulan tulisan model keroyokan ini. Beberapa komunitas penulis menyelenggarakan kegiatan ini. Anggota yang berminat diharapkan berkontribusi 1 tulisan dan mengganti biaya produksi 1 buku itu. Jumlah buku yang dicetak pun tidak banyak, tapi sejumlah penulis yang ada dibuku itu. Buku kumpulan puisi biasanya menjadi sasaran kegiatan ini.Â
Bahkan ada lembaga yang menawarkan pelatihan penulisan (puisi, misalnya). Pelatihan berlangsung selama 2-3 minggu dengan tujuan setiap peserta menulis sebuah puisi. Di akhir pelatihan, setiap peserta mendapatkan sebuah buku dengan tulisannya di buku itu.
Dengan cara-cara itu, setiap penulis atau peserta pelatihan berperan sebagai kontributor tulisan dan pembeli buku. Cara ini biasanya sangat efektif dalam memberikan solusi yang berkaitan dengan masalah mengenai sulitnya penjualan buku-buku cetak di masa pandemi ini.Â
Salah satu aspek yang penting untuk diperhatikan adalah kesamaan komitmen menulis sebuah bab dalam sebuah buku yang sudah disepakati dan jadwal waktu penulisan buku sejak penentuan judul buku, proses penulisan draft sebuah bab, proses editing individu dan bersama, hingga naik cetak, waktu terbit, dan sebagainya.
Setelah mengetahui kedua cara menulis buku kumpulan tulisan, seorang penulis harus mempraktekannya secara displin dalam pengaturan waktu dan komitmen menulis. Kedua cara menulis buku itu tidak bisa dibandingkan begitu saja bahwa yang pertama lebih sulit daripada yang kedua.Â
Berdasarkan pengalaman saya selama ini, keduanya memiliki tingkat kesulitan yang relatif sama. Atau dalam bahasa yang sifatnya motivasional: kedua buku memiliki tingkat kemudahan yang sama. Situasi akan menjadi lebih mudah lagi jika tulisan-tulisan sudah ada dan siap untuk proses editing dan seterusnya hingga tahap naik cetak.
Satu faktor pembeda di antara kedua cara itu adalah jumlah penulis. Cara pertama lebih menuntut satu orang penulis itu memiliki kemampuan lebih dalam mengorganisir diri (self-organised). Sementara itu, cara kedua lebih menuntut kemampuan mengorganisir banyak penulis dengan kebiasaan menulis yang berbeda-beda. Akibatnya, disiplin waktu dan komitmen menulis harus disepakati bersama pada cara membuat buku kumpulan tulisan barengan.
Bagi Kompasianer, buku kumpulan tulisan model keroyokan ini terlalu mudah untuk dibuat. Materi tulisan melimpah ruah. Banyak buku bisa dibuat berdasarkan kategori atau sub-kategori atau isu-isu khusus di dalam sub-kategori atau berdasarkan topik-topik pilihan. Menarik juga jika ada buku semacam ini sebagai bentuk nyata (bukan sekedar bentuk virtual) dari Kompasiana dan tersedia di Kompasianival 2020 ini atau di tahun mendatang dan seterusnya.
Pada akhirnya, sekali lagi, sebuah buku adalah produk akhir dari proses menulis. Proses ini harus dimulai dari menulis kata-kata menjadi sebuah kalimat. Lalu, beberapa kalimat ditulis menjadi paragraf. Selanjutnya, beberapa paragraf ditulis dan disusun dengan tema atau topik khusus menjadi sebuah tulisan. Proses ini harus dipraktekkan dengan disiplin waktu dan komitmen untuk menghasilkan sebuah buku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H