Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Posisi Indonesia dalam Kemitraan Strategis dengan Amerika Serikat

29 Oktober 2020   23:36 Diperbarui: 29 Oktober 2020   23:37 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn%3AANd9GcTpEgFUQfnaexR1dqR6cMaQO_o7vlpv8a9QSA&usqp=CAU

Diplomasi Indonesia tetap berjalan di hari libur ini. Presiden Joko 'Jokowi' Widodo menerima Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo di Istana Bogor pada Kamis (29/10/2020) ini. Sebelumnya, Menlu Pompeo bertemu Menlu Retno Marsudi.

Kunjungan Menlu Pompeo ke Indonesia ini memiliki arti strategis karena dilakukan di bulan-bulan terakhir pemerintahan Presiden Donald Trump. Menurut saya, situasi itu menunjukkan kemungkinan bahwa kebijakan ini akan berlanjut,  meskipun Joe Biden yang terpilih sebagai presiden baru AS. 

Pola kelanjutan kebijakan AS di Laut China Selatan (LCS) ini juga bisa menjadi indikasi bahwa perubahan kepemimpinan AS tidak akan serta merta mengubah seluruh kebijakan luar negerinya. Dalam konteks ini, AS tetap memperlihatkan kepentingan globalnya di LCS, walau Presiden Trump menarik diri dari posisi kepemimpinan global AS di beberapa kawasan dan lembaga-lembaga internasional.

Ada tiga isu strategis yang perlu diperhatikan dalam kemitraan strategis AS dan Indonesia melalui kunjungan Menlu AS Pompeo ini. Pertama, kepentingan regional AS yang secara potensial masih sama walaupun Donald Trump diganti Joe Biden. 

Kedua isu Indo-Pasifik sebagai agenda regional AS dalam melawan hegemoni China. Terakhir, ketiga adalah posisi Indonesia terhadap kedua isu itu.

Pertama, Kepentingan Regional AS
Isu ini sangat penting bagi kedua negara. Menlu Pompeo menegaskan dukungan AS terhadap kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara dan juga menegaskan penolakan AS atas klaim China di kawasan Laut China Selatan (LCS).  

Bagi AS, tindakan agresif China di LCS melalui pembangunan pulau-pulau buatan dan pangkalan militer merupakan ancaman militer. Sementara itu, Indonesia menganggap tindakan China itu sebagai militerisasi perairan LCS.

Pernyataan keras AS ini telah dilakukan kesekian kalinya sebagai bagian dari 'perang' opini di berbagai media internasional dengan Menlu China Wang Yi. Kedua menlu bahkan secara terbuka saling meminta negara-negara di Asia Tenggara yang anggota ASEAN untuk mengambil posisi memihak AS atau China.

Konsistensi kebijakan AS dan kehadiran militernya di Asia ini secara jelas merupakan bagian dari upaya mendapatkan dukungan regional dalam menghadapi peningkatan hegemoni China di kawasan Asia. AS melihat Indonesia sebagai satu kekuatan besar di ASEAN yang sangat penting untuk didekati, khususnya dalam menyikapi konflik di Laut China Selatan (LCS). 

Namun demikian, AS tampaknya kena batunya. AS kesulitan menghadapi Indonesia, sehingga perlu melakukan cara-cara berbeda mendekati Indonesia demi memperoleh dukungannya. Hingga akhir pertemuan dengan Presiden Jokowi siang tadi, Menlu AS tampaknya masih harus berusaha keras mendapatkan dukungan nyata Indonesia.

Hingga sekarang, AS sudah mendapatkan dukungan Filipina; pangkalan militer AS ada di Singapura dan Malaysia. AS mengaggap dukungan dari negara-negara lain di Asia Tenggara lebih mudah didapatkannya. Kabar terakhir, Filipina akan menyaingi China dengan membangun armada lautnya, termasuk kapal penangkap ikan di LCS. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun