Baru jam 10 malam, tapi rasa kantuk mulai menerkam. Buat saya, ini masih terlalu ‘pagi’ untuk tidur. Saya harus mencari sesuatu untuk ‘tombo’ atau obat kantuk ini.
Pilihan mudahnya adalah nonton YouTube. Kebetulan tampak beberapa video tentang suasana kota-kota di Eropa ketika lockdown, seperti London, Paris, Stockholm, atau Heidelberg yang kosong melompong ditinggal pengunjung globalnya gegara virus Corona. Saya tonton yang durasi pendek 15 menit-an saja. Siapa tahu tontonan ini bisa untuk menjadi ide untuk tulisan.
Kebetulan saja, minggu lalu saya ikut webinar kampus. Temanya hampir sama dengan video YouTube tadi, yaitu “Lesson Learned dan Strategi Negara-Negara ASEAN dalam Memulihkan Industri Pariwisata Akibat Pandemi Covid-19 dan Respon Global” secara daring, Kamis (15/10).
Penyelenggaranya adalah Laboratorium Organisasi Internasional, Jurusan Hubungan Internasional, UPN 'Veteran' Yogyakarta, tempat saya bekerja.
Pembicaranya bertabur bintang, yaitu para duta besar (Dubes) dan ahli pariwisata dari Indonesia dan luar negeri. Antusiasme para Dubes patut diapresiasi dalam memberikan insight berkaitan dengan pengalaman nyata sebagai kepala perwakilan Indonesia di luar negeri.
Insight para Dubes ini tentu saja sangat penting dan berbeda dengan berita yang bisa diperoleh di berbagai media. Informasi dan pandangan para Dubes memberikan dimensi berbeda bagi kebanyakan peserta yang berasal dari kampus.
Pariwisata Terpuruk
Pariwisata adalah salah satu sektor yang paling terpuruk akibat pandemi Covid-19. Banyak negara menempatkan sektor ini sebagai unggulan dalam sumber devisa. Kontribusi sektor ini bahkan bisa mencapai 20 persen bagi perekonomian sebuah negara.
Ada banyak jenis usaha berada di dalam sektor ini, seperti penginapan, tempat wisata, usaha makanan-minuman, dan berbagai jasa wisata lain.
Ketika pandemi menyebar, sebagian besar jenis usaha terdampak berat. Kota-kota wisata menjadi sepi tanpa pengunjung. Penerapan kebijakan pembatasan kunjungan wisata membuat wisatawan membatalkan rencana wisata.
Aktifitas wisata di Singapura, Bangkok, Manila, dan kota-kota wisata lain di ASEAN harus berhenti. Pulau Bali, misalnya, bahkan harus mengalami situasi yang lebih buruk daripada ketika menghadapi dampak bom Bali.
Prediksi penerimaan devisa jutaan dolar Amerika dari kunjungan wisatawan itu pun raib. Kunjungan wisatawan turun drastis karena China yang berkontribusi sebagai wisatawan asing terbesar di kawasan ASEAN harus mengurung warganya. Kemerosotan itu dirasakan Thailand, misalnya. Kedatangan turis China - biasanya mencapai satu juta tiap bulan - telah anjlok hingga 90 persen pada Februari lalu.