SDGs16 Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Kuat : Indikator 16.2.2 “Angka korban perdagangan manusia per 100,000 penduduk menurut jenis kelamin, kelompok umur dan jenis eksploitasi”
anak-anak. Indikator 16.2.2 mengukur kemajuan dalam pencapaian target ini dengan memantau jumlah korban perdagangan manusia per 100.000 penduduk, berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur, dan jenis eksploitasi.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang ke-16 berkomitmen untuk menciptakan masyarakat yang damai, inklusif, dan adil, serta memperkuat kelembagaan yang efektif dan akuntabel. Salah satu target penting dalam SDGs16 adalah mengakhiri segala bentuk kekerasan, eksploitasi, dan perdagangan manusia, terutama pada kelompok rentan seperti perempuan danKonsep dan Definisi
Perdagangan Manusia (UU No. 21 Tahun 2007) adalah kejahatan berupa perekrutan, pengangkutan, atau pemindahan seseorang melalui ancaman, kekerasan, penipuan, atau jeratan hutang untuk tujuan eksploitasi, baik di dalam maupun luar negeri. Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) melibatkan eksploitasi korban untuk keuntungan pelaku, termasuk pelanggaran hak asasi manusia.
Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mengembangkan SIMFONI PPA, sebuah sistem pencatatan dan pelaporan kekerasan perempuan dan anak, termasuk TPPO. SIMFONI PPA (versi 2022) mencakup variabel cara, proses, dan tujuan TPPO, seperti:
- Cara: ancaman, jeratan hutang, pemalsuan, penculikan, iming-iming, dsb.
- Proses: lokasi perekrutan, metode pemindahan, daerah tujuan.
- Tujuan: eksploitasi seksual, pernikahan paksa, eksploitasi ekonomi, dsb.
Korban sering menghadapi kerentanan seperti penahanan dokumen, pembatasan komunikasi, atau ancaman fisik dan psikologis.
Kondisi Perdagangan Manusia di Indonesia
Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan populasi yang besar, menghadapi tantangan serius dalam memerangi perdagangan manusia. Berdasarkan laporan yang ada, perempuan dan anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban. Kasus perdagangan manusia masih marak terjadi di Indonesia. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menunjukkan bahwa sejak 2017 hingga (Oktober) 2022, tercatat ada 2.356 laporan korban tindak pidana perdagangan orang atau perdagangan manusia. Sebanyak 50,97% dari korban perdagangan manusia merupakan anak-anak, 46,14% merupakan korban perempuan, dan 2,89% merupakan laki-laki.
Selama masa pandemi, kasus perdagangan orang mengalami peningkatan signifikan. Berdasarkan siaran pers Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (29 Juli 2021), data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) tahun 2020 menunjukkan bahwa kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada perempuan dan anak meningkat hingga 62,5%. Perdagangan orang ini dapat terjadi dalam bentuk internal trafficking, yaitu antarwilayah dalam negeri seperti dari desa ke kota besar, maupun international trafficking yang melibatkan perdagangan lintas negara. Korban yang terlibat meliputi perempuan, anak-anak di bawah usia 17 tahun, dan laki-laki, yang sering kali mengalami eksploitasi di tempat tujuan.
Modus Perdagangan Manusia di Indonesia
Perdagangan manusia di zaman modern dilakukan dengan sejumlah modus. modus perdagangan orang yang dimaksud sangatlah beragam. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
- Penawaran Pekerjaan Fiktif
Pelaku menawarkan pekerjaan dengan gaji tinggi di kota besar atau luar negeri, namun korban akhirnya dieksploitasi sebagai pekerja tanpa upah, pekerja paksa, atau pekerja jermal. - Penyelenggaraan perkawinan antarnegara
Korban, terutama perempuan, dijanjikan pernikahan dengan kehidupan lebih baik, tetapi justru diperdagangkan untuk eksploitasi seksual atau kerja paksa. - Eksploitasi Anak
Perekrutan anak-anak menjadi pekerja di jermal (bangunan tempat mencari ikan di daerah pantai) dijanjikan dengan upah yang besar. - Adopsi
Anak-anak diadopsi secara ilegal untuk tujuan eksploitasi, seperti kerja paksa atau perdagangan organ. - Perdagangan Seksual Online
Dengan meningkatnya penggunaan teknologi, korban diperdagangkan melalui platform daring untuk eksploitasi seksual atau pornografi.
Semua modus ini merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan sering kali melibatkan ancaman, kekerasan, penipuan, atau penyalahgunaan kekuasaan.
Bentuk-Bentuk Perdagangan Manusia di Indonesia
Perdagangan manusia di Indonesia mencakup berbagai bentuk, seperti perdagangan internal, internasional, anak, perempuan, pria, seksual komersial, buruh paksa, dan organ tubuh.
- Perdagangan Anak: Anak-anak sering dieksploitasi dalam prostitusi, pedofilia, dan sebagai pengedar narkoba. Diperkirakan 100.000 perempuan dan anak diperdagangkan setiap tahun, dengan 30% pekerja seks komersial perempuan berusia di bawah 18 tahun.
- Prostitusi Paksa: Korban sering terjebak oleh hutang dan dipaksa bekerja sebagai pekerja seks dengan kekerasan dan pengawasan ketat.
- Kawin Paksa: Praktik kawin paksa masih terjadi, terutama di daerah-daerah seperti Madura dan Sumatera Barat, sering kali melibatkan anak di bawah umur, dan dapat menyebabkan mereka meninggalkan pendidikan.
- Perdagangan Perkawinan Perantara: Perempuan Indonesia, terutama dari daerah seperti Singkawang, sering dijadikan istri melalui perjodohan dengan pria asing, terutama dari Taiwan, dengan faktor ekonomi dan budaya yang mempengaruhi.
- Buruh Paksa: Banyak pekerja migran Indonesia, terutama di Asia dan Timur Tengah, mengalami eksploitasi dan kekerasan akibat kurangnya perlindungan dari pemerintah.
- Perdagangan Organ Tubuh: Kasus perdagangan organ tubuh di Indonesia melibatkan sindikat yang memperjualbelikan organ tubuh, termasuk melalui pembunuhan dan mutilasi. Beberapa kasus yang dilaporkan termasuk penjualan organ tubuh bayi dan ginjal yang dijual dengan harga tinggi.
Perdagangan manusia merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian lebih dalam pencegahan dan penanganannya.
Karakteristik Korban Perdagangan Manusia di Indonesia
Karakteristik korban perdagangan manusia di Indonesia dapat dilihat dari usia, jenis kelamin, latar belakang sosial, dan bentuk eksploitasi yang dialami:
1. Buruh Paksa (Pekerja Domestik):
- Usia: 31-52 tahun, dianggap cukup matang fisik untuk pekerjaan berat.
- Jenis Kelamin: Mayoritas perempuan, beberapa laki-laki.
- Latar Belakang: Berasal dari keluarga miskin dan kurang pendidikan, sering dijanjikan gaji tinggi.
2. Eksploitasi Seksual:
- Usia: Umumnya di bawah 30 tahun, banyak yang masih remaja.
- Jenis Kelamin: Mayoritas perempuan, laki-laki juga menjadi korban.
- Latar Belakang: Sering berasal dari keluarga terpinggirkan, dipaksa atau dibujuk bekerja di industri seks.
3. Eksploitasi Tenaga Kerja Anak:
- Usia: 10-17 tahun, dipaksa bekerja di sektor pertanian, manufaktur, atau rumah tangga.
- Jenis Kelamin: Kedua jenis kelamin, anak perempuan lebih rentan terhadap eksploitasi seksual.
- Latar Belakang: Berasal dari keluarga miskin, dipaksa bekerja untuk membantu ekonomi keluarga.
4. Eksploitasi untuk Industri Perbudakan Modern:
- Usia: Bervariasi, dengan korban lebih muda dianggap lebih mudah dikendalikan.
- Jenis Kelamin: Baik pria maupun wanita, tergantung sektor.
- Latar Belakang: Berasal dari daerah rawan konflik atau kondisi ekonomi buruk, dipaksa bekerja dalam kondisi mengerikan.
Korban perdagangan manusia di Indonesia sering berasal dari kelompok terpinggirkan, menghadapi berbagai tantangan sosial-ekonomi, dan membutuhkan kebijakan yang efektif untuk mencegah dan menangani masalah ini.
Peran Pemerintah Terhadap Perdagangan Manusia di Indonesia
Pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah untuk mencegah dan menangani tindak pidana perdagangan orang (TPPO), di antaranya:
1. Pembuatan Regulasi:
- Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
- Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan TPPO Tahun 2020-2024.
2. Penguatan Penegakan Hukum:
- Pelatihan aparat penegak hukum untuk mengidentifikasi dan menangani kasus perdagangan manusia.
- Pembentukan satuan tugas di tingkat daerah dan nasional untuk penanganan TPPO.
3. Kerja Sama Internasional:
- Indonesia aktif bekerja sama dengan negara-negara tetangga dan organisasi internasional seperti ASEAN dan International Organization for Migration (IOM) untuk memperkuat mekanisme pencegahan dan perlindungan korban.
4. Edukasi dan Peningkatan Kesadaran Masyarakat:
- Kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya perdagangan manusia.
- Pemberdayaan komunitas lokal untuk melaporkan kasus perdagangan manusia.
5. Perlindungan dan Pemulihan Korban
- melalui Kementerian Sosial, menyediakan layanan rehabilitasi, reintegrasi sosial, pemulihan psikologis, dan perlindungan hukum bagi korban perdagangan manusia untuk melaporkan kasus tanpa rasa takut.
Indikator 16.2.2 memainkan peran penting dalam memantau upaya global untuk menghapus perdagangan manusia. Di Indonesia, penguatan kebijakan, penegakan hukum, dan kerja sama lintas sektor adalah kunci untuk memastikan perlindungan terhadap kelompok rentan. Dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, Indonesia dapat memainkan peran penting dalam mencapai tujuan SDGs16 untuk menciptakan masyarakat yang damai, adil, dan inklusif.
Daftar Pustaka
Efri Darlin Marto Dachi, S. S. (2023). Modus, Bentuk, dan Faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Orang (TPPO). logikahukum,.
Hukumonline, T. (2023). Perdagangan Manusia: Modus, Bentuk, dan Faktor Penyebab. hukumonline.com,.
Kulsum, K. U. (2021). Data dan Fakta Perdagangan Orang di Indonesia. kompaspedia,.
Pristiandaru, D. L. (2023). Daftar Indikator Tujuan 16 SDGs Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh. lestari.kompas,.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H