Diantara Anjing Pengawas Pilpres
“Kegiatan pilpres kerap membingungkan masyarakat, tidak hanya soal quick count oleh beberapa lembaga survei yang berbeda tetapi, perspektif masyarakat terhadap sosok capres yang terpajang di dinding media informasi. Media informasi seperti Televisi, media cetak dan media online sudahkah pantas jadi informasi yang cukup relevan dengan adanya pelanggaran yang terjadi?”
Awal kegiatan pilpres sudah biasa ramai dengan pemberitaan mengenai sosok capres dan cawapres masing-masing partai koalisi, baik itu langsung maupun tertulis. Mereka mulai gempar memberitakan capres dan cawapres setelah pemilu legislatif pada 9 april 2014. Mulai dari media cetak, televisi dan media online sampai selebaran yang dibuat timses kepada masyarakat.
Pemberitaan tentang profil pemimpin ke masyarakat memang dengan tujuan mengenalkan capres dan cawapres kepada masyarakat. Penyampaian ini menjadikan bingung masyarakat karena hal semacam ini jadi saingan para timses menghasilkan berita yang mungkin berlebihan, sehingga banyak pihak yang mengklaim kampanye negatif atau negatif campaigne.
Tidak terpengaruh media
Media informasi sekarang memang milik orang berduit dan berkepentingan, termasuk pilpres. Tidak semerta merta duit tetapi, karena mereka saling berkepentingan satu sama lain. Pemilik media informasi dialah aktor pertama dalam penyampaian informasi yang berkaitan dengan pilpres. Karena suatu alasan politik pihak media menyediakan fasilitas berbeda tanpa melihat peraturan jurnalistik.
Berdasarkan Undang Undang No. 44 tentang pers yang menimbang “Pers merupakan sebagai wahana komunikasi masa, penyebar informasi, dan pembentuk opini dapat melaksanakan azas, fungsi, hak dan kewajiban, dan perananya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum serta bebas dari campur tangan dan paksaan manapun”. Kenyataannya banyak pelanggaran saat penyelenggaraan pilpres. Apa fungsi mereka sebagai anjing pengawas? Apakah harus ada pengawas diatas pengawas? Media informasi sebagai literatur bacaan masyarakat setidaknya tidak saling bermain main, sehingga tidak terjadi penyampaian yang kontroversial. Pers tetap mengacu ke informasi yang valid, berimbang dan tidak memihak atau cover both sides sehingga kredibilitasnya tidak menurun sebagai media yang relevan.
Masyarakat seharusnya lebih jeli dengan penyampaian berita mengenai pilpres. Lebih baik datang mengikuti kampanye atau deklarasi capres dan cawapres, mungkin bisa lebih jelas menilai capres mana yang lebih baik untuk menjadi pemimpin negri ini. Sebagai masyarakat yang cerdas harus bisa memilah media informasi yang relevan, apalagi menyikapi informasi di sosial media yang paling nyaman menjadi tempat kampanye hitam dan kampanye negatif oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Ejek saling mengejek melalui tulisan dan gambar editan sangat banyak terpampang, bagi orang awam itu sangat mempengaruhi perspektif akan capres dan cawapres.
Kaitannya Fungsi KPU dan Bawaslu
Bawaslu adalah badan pengawas pemilu yang mengawasi kegiatan pemilihan umum presiden dari awal sampai akhir. KPU sendiri adalah badan yang bertugas menyelenggarakan pilpres yang aman dan tertib. Mengawasi setiap kegiatan langsung maupun tidak kangsung yang berkaitan dengan pilpres termasuk kesepakatan antara kedua pihak tentang lembaga survei yang dipakai atau yang menjadi patokan dalam quick count hasil pilpres 9 juli 2014.
Kedua pihak memberi dana masing-masing dalam pemakaian lembaga survei sehingga tidak terjadi quick count yang kontroversial dan tidak ada presidenversi quick count. Lembaga survei yang bertugas akan merasa punya tanggungan untuk melaksanakan survei yang benar dengan data yang valid. Tidak seperti quick count kali ini yang datanya kurang valid dan mengunggulkan pihak yangmendanainya. Seharusnya KPU dan Bawaslu lebih tegas dan ketat terhadap penyelenggaraan pilpres. Dari hasil quick count oleh beberapa lembaga yang didanai masing-masing pihak dipublikasi dan disampaikan oleh media informasi seperti televisi, media cetak dan media online baik yang cenderung netral maupun yang condong ke salah satu pihak. Hali ini akan mengundang perspektif yang berbeda ketika yang netral menyampaikan hasil quick count yang memihak.
Tertib hukum
Penyelenggaraan pilpres yang tertib hukum seharusnya juga quick action terhadap pelanggaraan pilpres, tidak hanya penyelenggaran quick count hasil pilpres. Keberadaan hukum sangat lemah saat penyelenggaraan pilpres, apalagi money politic, mungkin sudah menjadi kewajiban setiap penyelengaraan pemilu dari tingkat desa sampai pilpres. Hal ini dikarenakan lambannya badan hukum dan kesadaran masyarakat tentang hukum yang berlaku.
Tindakan yang lamban badan hukum terhadap pelanggaran pilpres sangat dimanfaatkan pihak yang berkepentingan sehingga pihak berkepentingan dalam pilpres bisa masuk dan mengatur media informasi. Mereka mengatur dengan jernih seolah olah pihak media melakukannya dengan data yang valid atas penyampaian informasinya. Fungsi media informasi tersentuh tindakan negatif pihak yang berkepentingan, melenceng fungsinya sebagai pengawas mereka yang berkepentingan. Jika seperti itu mana lembaga yang berpihak ke masyarakat kecil? Kredibilitas mungkin diakui namun validitas informasi yang kurang relevan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H