Di akhir tahun 1940, hampir seluruh daratan Eropa dikuasai Jerman yang juga berdampak ke seluruh sekutu perang Amerika termaksud Inggris dan Perancis. Amerika Serikat membantu dengan sebisa mungkin, tidak hanya bantuan senjata bantuan pangan-logistik juga disalurkan untuk memenangkan perang.Â
Hingga akhirnya muncul satu slogan yang terkenal saat itu yaitu Menanam untuk menang (Plant to win), hal itu memotivasi rakyat Inggris untuk menanam sendiri bahan makanan mereka tanpa harus menunggu kiriman dari daratan Eropa atau dari koloni lainnya karena saat itu jalur ke Inggris udah di blokade oleh Jerman.Â
Pengaruh besar dari masyarakat sipil ini sangat kental hingga mereka mendapat julukan Land Army.
Kekuatan petani hingga sekarang juga masih menjadi salah satu senjata negara untuk memperkokoh statusnya sebagai negara penting, Israel contohnya (Lupakan tindakan polis militer dan politik, kita fokus ke agrikultur).Â
Dengan lahan yang hanya bisa ditanami hanya sekitar 20% dari total lahannya, negara ini menjadi salah satu negara dengan status swadaya pertanian yang teknologi pertaniannya diadopsi negara-negara yang memiliki fondasi ekonomi yang sama.
Bagaimana dengan negara tercinta kita? Masyarakat, khususnya kaum muda lebih tergiur dengan pekerjaan berdasi, pakaian modis dengan pemandangan ruangan kantor. Menghabiskan waktu luang dengan duduk di kafe, kantin yang gaungnya kekinian.Â
Kekuatan yang dimiliki kaum muda Indonesia sudah bergeser jauh dari yang siap berpeluh keringat ke siap menggunakan jaket karena kedinginan di dalam Air Conditioner. Walaupun sebenarnya mental seperti ini sudah muncul di era Daendels.
Terlihat seperti penghakiman tanpa bukti, namun cukup dibandingkan pertumbuhan masyarakat (dihitung dengan usia kerja produktif) dengan jumlah lahan pertanian non perusahaan akan terlihat betapa jauhnya kemerosotan semangat menanam yang dimiliki bangsa Indonesia.Â
Orang muda berbondong-bondong ke kota mengejar impian dengan kilau lampu (yang memang tidak bisa disalahkan) dibanding turun ke desa menciptakan peradaban yang lebih baik lagi dengan kilau hijau yang menantinya.
Pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam dengan hal ini, sekitar tahun 2013 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggaungkan ketahan pangan ke masyarakat dengan TNI sebagai pengantarnya yang dimulai dari ketahan dapur, hasilnya? Menanam belum menjadi primadona yang seksi dimata masyarakat.
Ada dua hal yang bisa dilakukan untuk mempertahankan sikap menanam sebagai kearifan lokal ini. Pertama tetap menggalakkan ketahan pangan yang dimulai dari ketahanan dapur, memang kurang populer namun sejauh ini, cara ini yang paling jujur.Â
Yang kedua dengan meminta pertolongan Novelis dan Sineas Indonesia supaya membuat novel remaja hingga film yang menggambarkan Menanam sebagai daya pikat, Jika era 2000-an anak muda berlomba-lomba menulis puisi karena film "Ada Apa dengan Cinta".Â
Di 2012 berlomba-lomba jadi anak pencinta alam dengan mendaki gunung karena film 5 cm hingga Jaket Varsity ala film 'Dilan 1990'.Â
Sepertinya bukanlah hal mustahil membuat film "Mangga: sebuah kisah cinta petani..", jangan lupa, Reza Rahardian atau Chico Jericho sebagai bintang utamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H