Mohon tunggu...
Lucy Widasari
Lucy Widasari Mohon Tunggu... Dokter - Penulis beberapa buku, ada royalti dan 28 bahan ajar M3

Hobby menulis dan membaca, membangun jejaring dan bekerjasama

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan

16 Maret 2024   08:20 Diperbarui: 16 Maret 2024   14:05 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : doc.drlw 

Perubahan iklim menimbulkan ancaman mendasar terhadap tempat, spesies dan penghidupan manusia. Three planetary crisis menjadi kata kunci dalam satu tahun terakhir. Dalam dokumen RPJMN tahun 2020-2024, disebutkan upaya meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim sebagai salah satu dari tujuh agenda pembangunan. Artinya, krisis iklim sebagai salah satu dari tiga krisis yang dihadapi planet bumi telah menjadi prioritas pemerintah. Dampak global dari perubahan iklim sangat luas dan beragam, mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, lingkungan alam, dan ekosistem  alami seperti terumbu karang yang rusak dan hutan yang terbakar.

Perubahan iklim meningkatkan risiko munculnya krisis persediaan makanan akibat tingginya potensi gagal panen, krisis air bersih dan meluasnya penyebaran penyakit tropis seperti malaria, demam dengue, chikungunya serta diare, gangguan pernapasan akibat polusi udara, serta dampak kesehatan mental yang disebabkan oleh bencana alam dan tekanan sosial ekonomi.

PERUBAHAN IKLIM DAN PENYAKIT MENULAR

Perubahan iklim dapat mempengaruhi pola penyebaran penyakit menular dengan berbagai cara. Perubahan suhu, kelembaban, dan pola hujan dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan dan penyebaran patogen penyakit, seperti virus, bakteri, dan parasit. Hal ini dapat menyebabkan perluasan habitat vektor penyakit, seperti nyamuk atau kutu, yang dapat meningkatkan risiko penularan penyakit yang dibawa oleh vektor tersebut. Perubahan iklim juga dapat memengaruhi musim penyebaran penyakit menular. Misalnya, perubahan iklim dapat memperpanjang atau memperpendek musim penularan penyakit tertentu, atau mempercepat siklus reproduksi vektor penyakit. Rodensia adalah penyebab sumber sejumlah penyakit zoonosis (termasuk Hantavirus, plague dan leptospirosis). Faktor lingkungan seperti populasi rodensia dan banjir dapat secara tidak langsung mempengaruhi agen patogen yang ada dalam tubuh rodensia dan juga risiko penyebarannya Banjir dapat menyebabkan perubahan habitat yang dapat memaksa rodensia untuk bermigrasi ke tempat-tempat yang lebih tinggi atau lebih dekat dengan permukiman manusia sehingga meningkatkan risiko kontak antara rodensia dan manusia, serta menyebabkan penyebaran penyakit melalui air yang terkontaminasi oleh kotoran rodensia.

Demam Dengue: disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes. Perubahan iklim, seperti peningkatan suhu dan kelembaban, dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi nyamuk Aedes untuk berkembang biak dan menularkan virus dengue. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kasus demam dengue di daerah-daerah yang sebelumnya tidak terpengaruh.

Malaria: disebabkan oleh parasit Plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Perubahan iklim, seperti perubahan pola hujan dan suhu, dapat mempengaruhi distribusi nyamuk Anopheles serta periode transmisi penyakit. Hal ini dapat menyebabkan perubahan risiko terkena malaria di berbagai wilayah.

Chikungunya: disebabkan oleh virus Chikungunya yang juga ditularkan oleh nyamuk Aedes. Perubahan iklim, terutama peningkatan suhu, dapat memperluas wilayah geografis di mana nyamuk Aedes dapat hidup dan berkembang biak, meningkatkan risiko penularan virus Chikungunya.

Leptospirosis: disebabkan oleh bakteri Leptospira yang tersebar melalui air yang terkontaminasi dengan urine hewan yang terinfeksi. Perubahan iklim, seperti banjir yang lebih sering dan intens, dapat meningkatkan risiko terpapar bakteri Leptospira dan menyebabkan peningkatan kasus leptospirosis. Penyakit ini kebanyakan ditemukan di wilayah tropis dan sub tropis pada musim penghujan.  

Penyakit Lyme: disebabkan oleh bakteri Borrelia burgdorferi yang ditularkan oleh gigitan kutu rusa atau kuku kaki hitam (black legged tick) yang terinfeksi. Perubahan iklim, seperti peningkatan suhu dan kelembaban, dapat memperluas wilayah geografis di mana kutu dapat hidup dan meningkatkan risiko penularan penyakit Lyme.

Diare: Perubahan iklim, seperti banjir atau kejadian cuaca ekstrem lainnya, dapat menyebabkan kontaminasi air minum dan sanitasi yang buruk, yang dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit diare yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau parasit.

Penting untuk meningkatkan pemahaman dan kesiapsiagaan terhadap dampak perubahan iklim pada penyakit menular, serta mengambil tindakan mitigasi dan pencegahan yang sesuai untuk mengurangi risiko penyebaran penyakit menular termasuk program pengendalian vektor, surveilans penyakit, promosi kesehatan masyarakat, dan pengembangan vaksin serta obat-obatan yang efektif terhadap penyakit menular yang terkait dengan perubahan iklim.

PERUBAHAN IKLIM DAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

Perubahan iklim dapat berkontribusi pada penyebaran penyakit tidak menular (non-communicable diseases, NCDs) melalui berbagai mekanisme.

Penyakit pernapasan: Perubahan iklim dapat mempengaruhi pola polusi udara, termasuk peningkatan kadar ozon, partikel polutan, dan polutan lainnya. Paparan suhu yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi, kelelahan, dan peningkatan risiko panas yang berhubungan dengan gangguan pernapasan. Paparan polusi udara yang tinggi terkait dengan berbagai kondisi pernapasan, termasuk asma, bronkitis, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Perubahan iklim juga dapat mempengaruhi pola penyebaran penyakit menular yang dapat memengaruhi sistem pernapasan, seperti influenza atau infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Perubahan suhu dan kelembaban dapat memengaruhi kelangsungan hidup dan penyebaran virus atau bakteri. Perubahan iklim juga memengaruhi pola penyebaran alergen, seperti serbuk sari dan spora jamur. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kasus alergi pernapasan, seperti rinitis alergi dan asma alergi.

 Penyakit kardiovaskular: Perubahan iklim dapat mempengaruhi kesehatan kardiovaskular melalui peningkatan suhu ekstrem. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan tubuh kehilangan lebih banyak cairan melalui keringat, yang pada gilirannya dapat menyebabkan dehidrasi. Ketika tubuh kehilangan banyak cairan, volume darah juga dapat menurun, menyebabkan jantung harus memompa darah dengan lebih keras. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan detak jantung untuk mempertahankan aliran darah yang cukup ke seluruh tubuh dan memperbesar risiko pembekuan darah. Kondisi tersebut merupakan faktor risiko utama terjadinya serangan jantung dan stroke, khususnya pada populasi rentan seperti orang tua dan mereka dengan kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya

 Penyakit kulit: Perubahan iklim dapat mempengaruhi pola polusi udara, termasuk peningkatan kadar ozon dan partikel polutan. Paparan polusi udara yang tinggi dapat memperburuk kondisi kulit yang sudah ada, seperti dermatitis, dan menyebabkan iritasi atau inflamasi kulit. Perubahan iklim yang menyebabkan cuaca yang lebih kering atau kelembapan yang rendah dapat menyebabkan kekeringan kulit. Kekeringan kulit dapat menyebabkan gatal, iritasi, kulit pecah-pecah, dan peningkatan risiko infeksi kulit.  Peningkatan suhu dan paparan sinar ultraviolet (UV) yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terkena penyakit kulit, termasuk kanker kulit, penuaan dini, dan pembentukan bintik-bintik hitam atau keriput.

Gangguan mental: Perubahan iklim dapat meningkatkan tingkat kecemasan dan depresi pada individu. Hal ini bisa disebabkan oleh kekhawatiran akan masa depan, seperti ancaman bencana alam yang lebih sering atau ekstrem, ketidakpastian ekonomi karena kerusakan pertanian atau kerugian pekerjaan akibat perubahan iklim, serta kekhawatiran akan kesehatan diri sendiri dan keluarga karena dampak kesehatan yang terkait dengan perubahan iklim. Bencana alam yang disebabkan oleh perubahan iklim, seperti banjir, kekeringan, atau badai tropis, dapat menyebabkan trauma psikologis yang serius pada individu yang terkena dampak langsung. Trauma ini dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan mental, memerlukan perawatan dan pemulihan yang intensif.

Perubahan iklim dapat mempengaruhi pola makan dan tingkat aktivitas fisik. Perubahan iklim dapat menyebabkan stres psikologis, yang dapat memengaruhi pola makan dan aktivitas fisik seseorang. Stres dapat menyebabkan perubahan perilaku makan, seperti makan berlebihan atau konsumsi makanan tidak sehat, serta dapat mengurangi motivasi untuk berolahraga atau aktif secara fisik.Krisis persediaan makanan akibat perubahan iklim dapat menyebabkan kenaikan harga makanan tertentu. Hal ini dapat membuat makanan yang lebih sehat menjadi lebih mahal atau kurang terjangkau bagi beberapa orang, sehingga mereka cenderung memilih makanan yang lebih murah namun kurang sehat. Pada kondisi suhu yang lebih tinggi atau cuaca yang ekstrem mungkin membuat orang lebih enggan untuk berolahraga di luar ruangan. Selain itu, perubahan iklim juga dapat memengaruhi transportasi dan infrastruktur, yang dapat memengaruhi pola perjalanan dan aktivitas fisik sehari-hari yang pada gilirannya dapat berkontribusi pada peningkatan tingkat obesitas dan masalah kesehatan terkait seperti diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.

 Perubahan iklim meningkatkan risiko munculnya krisis persediaan makanan akibat tingginya potensi gagal panen. Kekeringan dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan menyebabkan gagal panen, sementara banjir dapat merusak tanaman yang telah ditanam. Beberapa tanaman mungkin tidak dapat bertahan hidup di suhu yang lebih tinggi, sementara tanaman lain mungkin mengalami perubahan dalam siklus pertumbuhan dan masa panen. Polusi udara yang disebabkan oleh aktivitas manusia juga dapat mempengaruhi kualitas tanah dan air, yang pada gilirannya mempengaruhi produktivitas pertanian. Perubahan iklim juga dapat mempengaruhi penyebaran penyakit tanaman dan hama. Beberapa hama dan penyakit yang dulunya terbatas pada daerah tertentu dapat menyebar ke wilayah yang sebelumnya tidak terpengaruh. Semua faktor ini dapat menyebabkan penurunan produksi makanan dan menyebabkan krisis persediaan makanan di tingkat lokal, regional, atau bahkan global. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan tindakan mitigasi perubahan iklim serta strategi adaptasi dalam pertanian untuk meningkatkan ketahanan pangan.

Populasi yang rentan, seperti anak, ibu hamil, orang tua dan individu dengan kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya, cenderung lebih rentan terhadap dampak kesehatan akibat perubahan iklim karena mereka mungkin memiliki toleransi yang lebih rendah terhadap suhu ekstrem atau kurang mampu untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak perubahan iklim pada kesehatan dan mengambil tindakan pencegahan yang sesuai untuk melindungi populasi rentan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun