Perubahan iklim menimbulkan ancaman mendasar terhadap tempat, spesies dan penghidupan manusia. Three planetary crisis menjadi kata kunci dalam satu tahun terakhir. Dalam dokumen RPJMN tahun 2020-2024, disebutkan upaya meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim sebagai salah satu dari tujuh agenda pembangunan. Artinya, krisis iklim sebagai salah satu dari tiga krisis yang dihadapi planet bumi telah menjadi prioritas pemerintah. Dampak global dari perubahan iklim sangat luas dan beragam, mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, lingkungan alam, dan ekosistem  alami seperti terumbu karang yang rusak dan hutan yang terbakar.
Perubahan iklim meningkatkan risiko munculnya krisis persediaan makanan akibat tingginya potensi gagal panen, krisis air bersih dan meluasnya penyebaran penyakit tropis seperti malaria, demam dengue, chikungunya serta diare, gangguan pernapasan akibat polusi udara, serta dampak kesehatan mental yang disebabkan oleh bencana alam dan tekanan sosial ekonomi.
PERUBAHAN IKLIM DAN PENYAKIT MENULAR
Perubahan iklim dapat mempengaruhi pola penyebaran penyakit menular dengan berbagai cara. Perubahan suhu, kelembaban, dan pola hujan dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan dan penyebaran patogen penyakit, seperti virus, bakteri, dan parasit. Hal ini dapat menyebabkan perluasan habitat vektor penyakit, seperti nyamuk atau kutu, yang dapat meningkatkan risiko penularan penyakit yang dibawa oleh vektor tersebut. Perubahan iklim juga dapat memengaruhi musim penyebaran penyakit menular. Misalnya, perubahan iklim dapat memperpanjang atau memperpendek musim penularan penyakit tertentu, atau mempercepat siklus reproduksi vektor penyakit. Rodensia adalah penyebab sumber sejumlah penyakit zoonosis (termasuk Hantavirus, plague dan leptospirosis). Faktor lingkungan seperti populasi rodensia dan banjir dapat secara tidak langsung mempengaruhi agen patogen yang ada dalam tubuh rodensia dan juga risiko penyebarannya Banjir dapat menyebabkan perubahan habitat yang dapat memaksa rodensia untuk bermigrasi ke tempat-tempat yang lebih tinggi atau lebih dekat dengan permukiman manusia sehingga meningkatkan risiko kontak antara rodensia dan manusia, serta menyebabkan penyebaran penyakit melalui air yang terkontaminasi oleh kotoran rodensia.
Demam Dengue: disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes. Perubahan iklim, seperti peningkatan suhu dan kelembaban, dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi nyamuk Aedes untuk berkembang biak dan menularkan virus dengue. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kasus demam dengue di daerah-daerah yang sebelumnya tidak terpengaruh.
Malaria:Â disebabkan oleh parasit Plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Perubahan iklim, seperti perubahan pola hujan dan suhu, dapat mempengaruhi distribusi nyamuk Anopheles serta periode transmisi penyakit. Hal ini dapat menyebabkan perubahan risiko terkena malaria di berbagai wilayah.
Chikungunya: disebabkan oleh virus Chikungunya yang juga ditularkan oleh nyamuk Aedes. Perubahan iklim, terutama peningkatan suhu, dapat memperluas wilayah geografis di mana nyamuk Aedes dapat hidup dan berkembang biak, meningkatkan risiko penularan virus Chikungunya.
Leptospirosis: disebabkan oleh bakteri Leptospira yang tersebar melalui air yang terkontaminasi dengan urine hewan yang terinfeksi. Perubahan iklim, seperti banjir yang lebih sering dan intens, dapat meningkatkan risiko terpapar bakteri Leptospira dan menyebabkan peningkatan kasus leptospirosis. Penyakit ini kebanyakan ditemukan di wilayah tropis dan sub tropis pada musim penghujan. Â
Penyakit Lyme:Â disebabkan oleh bakteri Borrelia burgdorferi yang ditularkan oleh gigitan kutu rusa atau kuku kaki hitam (black legged tick) yang terinfeksi. Perubahan iklim, seperti peningkatan suhu dan kelembaban, dapat memperluas wilayah geografis di mana kutu dapat hidup dan meningkatkan risiko penularan penyakit Lyme.
Diare:Â Perubahan iklim, seperti banjir atau kejadian cuaca ekstrem lainnya, dapat menyebabkan kontaminasi air minum dan sanitasi yang buruk, yang dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit diare yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau parasit.