Mohon tunggu...
Lucy Widasari
Lucy Widasari Mohon Tunggu... Dokter - Doktor, dokter di Jakarta

Doktor, Dokter di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Peran Perguruan Tinggi Dalam Pendampingan Pencegahan dan Penanggulangan Stunting

10 Januari 2019   10:10 Diperbarui: 10 Januari 2019   16:53 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambaran anak stunting akibat kekurangan gizi kronis pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) di Indonesia cukup memprihatinkan. Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan pada tahun 2013, jumlah anak stunting sebesar 37,2 persen. Artinya, dari 10 anak Indonesia, dua orang di antaranya menderita gagal tumbuh. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, lima provinsi di Indonesia dengan proporsi balita status gizi sangat pendek dan pendek berturut turut adalah NTT, Sulbar, Aceh, Sulsel dan Kalteng. Saat ini Pemerintah terus berupaya mengatasi masalah stunting yang dilaksanakan oleh semua sektor, termasuk dukungan dari dunia usaha. Berdasarkan hasil Riskesdas 2018, prevalensi stunting menurun signifikan dari sebesar 37,2% menjadi sebesar 30,8%, jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2013. 

Target pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang antara lain tercermin dari indikator prevalensi stunting  (pendek dan sangat pendek) pada anak dibawah usia dua tahun yaitu penurunan prevalensi stunting dari status awal sebesar 32,9% turun menjadi 28% pada tahun 2019.

Berbagai tantangan muncul dalam implementasi program stunting seperti permasalahan konvergensi intervensi spesifik dan sensitif yang efektif dan efisien mulai dari tingkat nasional sampai desa, masalah ketersediaan data, serta kompetensi dan kualitas sumber daya manusia (SDM) pelaksana di Kabupaten/Kota. Tantangan tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi semua komponen bangsa termasuk perguruan tinggi (PT).

Institut Gizi Indonesia (IGI) bekerjasama dengan Direktorat Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI saat ini saat ini menawarkan kerjasama pada Perguruan Tinggi yang memiliki peran strategis agar dapat memberikan pendampingan pada Pemerintah daerah dalam menyukseskan program pencegahan dan penanggulangan stunting di Indonesia. IGI diketuai oleh Prof. Dr.dr. Abdul Razak Thaha.,MSc berserta para pakar gizi yaitu  Prof. Dr. dr. Fasli Jalal.,SpGK, Prof. Soekirman.,SKM.,MPS-ID, Dra. Nina Sardjunani.,MA, Dr. Rahmi Oentoro.,MPH, Prof. Dr. Endang L. Achadi.,MPH.,Dr.PH, Prof. Dr. Ir. Evy Damayanti, Atmarita.,MPH.,Dr.PH, DR. dr. Anang Otoluwa.,MPPM DR. dr. Lucy Widasari.,MSi dan Muhammad Nur Hasan Syah.,S.Gz.,M.Kes menggagas upaya pendampingan  dari PT diharapkan dapat melakukan analisis masalah (analisis situasi berdasarkan wilayah), mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan stunting, merumuskan rencana konvergensi, mengkoordinir stakeholders terkait  serta memperkuat kapasitas pemerintah daerah di tingkat kecamatan dalam melakukan koordinasi program pencegahan dan penanggulangan stunting dengan melibatkan unit pelaksana teknis di kecamatan dan pemerintahan desa sejalan dengan Tri Dharma PT. 

Berdasarkan hal tersebut, saat ini Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes  meminta PT untuk memasukkan proposal rencana kegiatan pendampingan program pencegahan dan penanggulangan stunting sebelum tanggal 15 Januari 2019 sesuai dengan pedoman langkah-langkah pendampingan PT yang telah ditetapkan.Setelah proposal dari PT diterima, selanjutnya Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes dengan IGI akan menyelenggarakan workshop dan pelatihan dalam rangka menyamakan persepsi tentang 1000 HPK dan stunting  bagi kalangan PT maupun aparat Pemda.

Anak stunting (apapun penyebabnya) berdampak terhadap pertumbuhan anak secara keseluruhan serta kerusakan struktur dan gangguan fungsi otak yang mengakibatkan gangguan tumbuh kembang jangka panjang, termasuk gangguan kemampuan fungsi kognitif atau kecerdasan anak (kemampuan belajar, berpikir, membaca dan berhitung) yang mengakibatkan prestasi sekolah lebih rendah serta lebih berisiko menderita penyakit degeneratif seperti hipertensi, stroke, kencing manis (diabetes melitus) dan kanker di usia dewasa.

Status gizi masyarakat sangat menentukan kualitas sumberdaya manusia, prestasi akademik dan daya saing bangsa. Keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi, dan tingkat gizi seseorang dalam suatu masa bukan saja ditentukan oleh konsumsi zat gizi pada masa lampau, bahkan jauh sebelum masa itu. Mari bersama membangun gizi menuju bangsa sehat berprestasi. Gizi seimbang, prestasi gemilang. "Selamat menyongsong Hari Gizi Nasional ke-59 Tanggal 25 Januari 2019"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun