Mohon tunggu...
Lucy Widasari
Lucy Widasari Mohon Tunggu... Dokter - Doktor, dokter di Jakarta

Doktor, Dokter di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Cegah Stunting untuk Kualitas Hidup Anak Bangsa yang Lebih Baik

11 Desember 2018   09:40 Diperbarui: 11 Desember 2018   11:40 1157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DR.Dr.Lucy Widasari.,MSi

Stunting adalah Tinggi Badan  (TB) terhadap Umur (U)  lebih pendek dari yang seharusnya (umur sama, tinggi beda). Stunting pada anak menggambarkan Keadaan "gagal pertumbuhan" (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu lama dan atau berulang pada anak yang terjadi sejak periode 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK), yaitu sejak bayi dalam kandungan (9 bulan=270 hari) sampai anak usia 2 tahun 0-2 tahun atau sama dengan 730 hari).

Periode window of opportunity adalah kesempatan singkat untuk melakukan sesuatu yang menguntungkan yang harus dimanfaatkan, atau merupakan periode yang tepat untuk melakukan intervensi, dimana perkembangan otak terutama terjadi pada periode ini, dan bila terlewatkan risiko terhadap kesehatan akan terjadi di kemudian hari yang akan berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia. 

Periode ini telah dibuktikan secara ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan, oleh karena itu periode ini disebut juga sebagai "periode emas", atau "periode kritis" karena rentang waktunya sangat terbatas. Bila periode ini tidak dilalui dengan baik, maka akibatnya terhadap kecerdasan dan kesehatan bersifat permanen, sulit untuk diperbaiki.Dalam periode emas ini, terjalin koneksi antar sel-sel saraf otak (proses sinaptogenesis). Saat satu sel saraf otak dengan sel saraf otak lainnya berkomunikasi, terjadi proses penangkapan pesan (neurotransmitter) dari sel saraf otak yang satu ke sel saraf otak yang lain. 

Stunting saat ini menjadi issue yang menarik untuk dibahas dan dicegah, sebab stunting mengindikasikan masalah yang  serius, dan merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia, juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa. 

Hampir separuh (48.6%) anak usia 7-8 tahun memiliki kemampuan kognitif kurang. Bayi usia 0-6 bulan yang pendek dan tetap pendek sampai usai 7-8 tahun berisiko 2.8 kali memiliki kemampuan kognitif kurang dibandingkan anak yang tidak stunting (Data IFLS di 13 provinsi tahun 2000 dan 2007 pada 492 anak).Data OECD PISA (the Organisation for Economic Co-operation and Development - Programme for International Student Assessment) pada tahun 2012 Indonesia berada di urutan ke 64 dari 65 negara, dalam bidang science, membaca dan matematika dan pada tahun 2015 Indonesia berada di urutan 62 dari 70 negara dalam bidang science.

Anak Stunting (apapun penyebabnya) berdampak terhadap perkembangan anak secara keseluruhan serta kerusakan struktur dan gangguan fungsi otak yang mengakibatkan gangguan tumbuh kembang jangka panjang, termasuk gangguan kemampuan fungsi kognitif atau kecerdasan anak (kemampuan belajar, berpikir, membaca dan berhitung) yang mengakibatkan prestasi sekolah lebih rendah dan sifatnya permanen (menetap).

Status gizi Ibu sebelum konsepsi (sejak menjadi calon pengantin, atau sebelum terjadinya pembuahan) dan atau selama awal kehamilan dapat mempengaruhi hasil kehamilan dengan mempengaruhi proses perkembangan kritis pada masa kehamilan. 

Dengan mengikuti pelayanan prakonsepsi, dapat dilakukan identifikasi sedini mungkin faktor risiko kekurangan gizi termasuk anemia sebelum hamil dan mengidentifikasi serta mengelola kondisi dan perilaku ibu pada saat hamil yang dapat menimbulkan risiko bagi ibu dan bayi sejak awal kehamilan, seperti peningkatan tekanan darah serta mencegah stunting.

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, lima provinsi di Indonesia dengan proporsi balita status gizi sangat pendek dan pendek berturut turut adalah NTT, Sulbar, Aceh, Sulsel dan Kalteng. Dibandingkan dengan tahun 2013, proporsi pada daerah-daerah tersebut lebih rendah.

Secara keseluruhan,  prevalensi stunting menurun signifikan dari sebesar 37,2% menjadi sebesar 30,8%, jika dibandingkan dengan data Riskesdas tahun 2013. Stunting telah mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2019 yaitu sebesar 32%, walaupun belum mencapai target global prevalensi stunting WHO yaitu sebesar 20,2%.  Walaupun data stunting mengalami penurunan, dari data Riskesdas 2018 prevalensi anemia pada ibu hamil meningkat dari sebesar 37,1% pada tahun 2013 menjadi sebesar 48,9%. Hal ini menarik untuk dianalisis lebih lanjut, karena anemia atau status gizi ibu yang buruk dapat menjadi faktor risiko anak stunting. Hb berfungsi sebagai pembawa oksigen dari paru-paru keseluruh tubuh. Saat Hb menurun, eritrosit protoporfirin bebas akan meningkat yang akan mengakibatkan sintesis heme berkurang dan ukuran eritrosit akan mengecil (eritrosit mikrositik). Kondisi yang seperti ini akan mengakibatkan anemia defisiensi besi. Selain dapat menyebabkan anemia, defisiensi besi dapat menurunkan kemampuan imunitas tubuh, sehingga penyakit infeksi mudah masuk kedalam tubuh. Anemia defisiensi besi dan penyakit infeksi yang berkepanjangan akan berdampak pada pertumbuhan linier anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun