Mohon tunggu...
Lucyana Kumala
Lucyana Kumala Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional Angkatan 2019

Dare to dream

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pesawat Jet Tempur Indonesia dan Kaitannya dengan Realisme

10 Maret 2020   15:35 Diperbarui: 10 Maret 2020   16:00 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Ekspor Persenjataan Dunia | Sumber : SIPRI Arms Transfers Database, 2018

Dengan memiliki 17.504 pulau dan luas sebesar 1,905 juta km2, Indonesia dinobatkan sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Oleh karena itu, Indonesia berusaha untuk memberikan yang terbaik dalam menjaga pertahanan dan kedaulatannya.

Kekuatan militer Indonesia sendiri saat ini berada pada posisi 16 dari 137 negara di dunia, mengalahkan Israel yang berada di posisi 18 menurut Global Firepower. Kemampuan militer Indonesia ini paling menonjol pada sektor darat, contohnya adalah prestasi penembak TNI AD dalam lomba tembak Australian Army Skill at Arms Meet (AASAM) sebanyak 12 kali berturut-turut.

Selain memperkuat kemampuan tentara di sektor Angkatan Darat, Indonesia turut memperkuat sektor maritim dan udara dengan membeli alutsista yang canggih.

Di sektor maritim misalnya, TNI AL memiliki KRI Rigel-933 buatan Perancis yang adalah kapal bantu Hidro-Oseanografi, kapal selam Nagapasa 403, dan juga KRI I Gusti Ngurah Rai 332. Di sektor udara, TNI memiliki helikopter seperti Apache AH 64E, Bell-412 EPI, hingga pesawat tempur seperti Sukhoi 27 SU-27 dan Sukhoi 30 SU-30 buatan Rusia, dan juga F-16 Fighting Falcon buatan Amerika Serikat.

Kebijakan Indonesia membeli alutsista pesawat tempur yang dibeli dari dua negara berkekuatan besar (great power) yaitu Rusia dan Amerika Serikat dilakukan oleh Indonesia untuk memiliki backup power jika terjadi permasalahan seperti embargo dari salah satu negara. Kesepakatan Indonesia membeli 11 unit Sukhoi SU-35 dengan dana US$1,14 miliar atau Rp16,75 triliun dari Rusia, terancam membuat Indonesia dikenai embargo Krimea Amerika Serikat.

Embargo ini diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap Rusia beserta negara-negara ketiga yang terlibat dalam kerja sama dengan Rusia. Embargo Krimea ini dibuat dikarenakan aneksasi dan pelanggaran hak asasi manusia di Ukraina yang dimotori oleh Rusia di bulan Februari 2014.

Embargo ini sendiri berlaku hingga 31 Juli 2020. Hal ini membuat perjanjian kontrak pembelian Sukhoi SU-35 menjadi terhambat dari tahun 2018 hingga sekarang, selain faktor pembayaran.

Dalam pandangan realisme, tindakan Amerika Serikat ini dapat terjadi karena adanya security dilemma. Security dilemma ini terjadi pada sistem politik yang bersifat anarki, yaitu sistem tanpa adanya kekuasaan yang berlebihan, tidak ada pemerintahan dunia (Jackson dan Sorensen, 2013 : 113).

Berdasarkan SIPRI Arms Transfers Database (12 Maret 2018), Amerika memimpin pasar ekspor persenjataan dunia dari tahun 2013 hingga 2017 dengan 34%, sementara Rusia berada di kedudukan kedua dengan 22%. Amerika Serikat berusaha untuk membendung pengaruh Rusia karena takut Rusia akan menjadi yang paling berkuasa di sistem politik internasional.

Ini juga termasuk ke dalam teori realisme ofensif milik Mearsheimer yaitu dimana kekuatan besar selalu mencari peluang untuk mendapatkan kekuatan melebihi pesaingnya, dengan hegemoni sebagai cita-cita akhirnya (Mearsheimer, 2001 : 29).

Kekhawatiran Amerika Serikat akan kekuatan Rusia tidak hanya terjadi sekali ini saja. Pada tahun 2019, Amerika Serikat menegur Turki yang membeli rudal S-400 dari Rusia. NATO bahkan mengancam akan memberikan sanksi pada Turki karena kebijakannya dengan Rusia tersebut. Transaksi Turki -- Rusia ini membuat Amerika Serikat akhirnya membatalkan penjualan jet tempur F-35 Lockheed Martin Corp-nya kepada Turki.

Realisme sangat menitikberatkan pada keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara. Machiavelli (1991 : 118) mengatakan bahwa pemerintah / penguasa harus menjadi singa sekaligus rubah. Yang dimaksud dengan hal tersebut adalah penguasa negara / pemerintah haruslah cerdas dalam mempertahankan kepentingan dan menjaga keberlangsungan hidupnya.

Jika tidak, ia akan kehilangan kesempatan emas bagi negaranya. Selain memang 'mengutuk' tindakan aksesi Rusia di Ukraina, Amerika Serikat turut memanfaatkan kesempatan itu untuk mencari celah agar menjadi hegemoni tertinggi di perpolitikan internasional. Penjatuhan sanksi embargo Krimea pun berdampak terhadap perekonomian Rusia dengan adanya penurunan ekonomi sebesar 6% dalam kurun lima tahun terakhir.

Menurut realisme, negara adalah pelaku utama dalam sistem politik. Akan tetapi, terdapat tingkatan (hierarki) atas kekuasaan negara-negara yang berada dalam sistem politik dunia itu. Negara-negara yang terpenting dalam politik dunia ini disebut negara-negara berkekuatan besar (great powers), contohnya adalah Amerika Serikat dan Rusia.

Meski pasca Perang Dingin para pakar hubungan internasional telah menggeser fokus dari bipolar menjadi multipolar, namun hingga saat ini, kedua negara tersebut tetap menjadi kutub terpenting dari politik dan militer dunia.

Beranjak dari hal itu, maka muncullah balance of power yang membuat tidak adanya kekuasaan tunggal tertentu di sistem internasional. Amerika dan Rusia adalah dua negara pengekspor persenjataan terbesar di dunia, namun tetap diiringi dengan negara-negara lain seperti Jerman, Perancis, Tiongkok, dan Inggris yang saling bersaing untuk menjadi yang terkuat.

Di generasi kelima pengembangan pesawat tempur, negara-negara mengembangkan pesawat tempur yang memiliki kemungkinan rendah untuk dideteksi radar atau seperti 'siluman'. Amerika Serikat mempunyai Lockheed Martin F-35, sedangkan Rusia memiliki Sukhoi SU-57 E. Pesawat Sukhoi SU-57 E ini disebut menjadi saingan pesawat F-35 Lightning II dan F-22 Raptor milik Amerika Serikat.

Selain mengkaji dari sisi Amerika Serikat dan Rusia, kita juga dapat mengkaji Indonesia dan kaitannya dengan paradigma realisme. Indonesia rela membeli jet tempur tercanggih Sukhoi SU-35 seharga US$1,14 miliar atau Rp16,75 triliun untuk menjaga kedaulatan wilayahnya yang luas. Indonesia terus memaksimalkan keamanan dan pertahanan negara agar tidak kalah dari negara lain atau bisa disebut dengan security dilemma. Hal ini dapat dilihat dari alokasi anggaran pemerintah terhadap bidang militer.

Pada tahun 2020, pemerintah memberikan anggaran sebesar 131,2 triliun rupiah dari yang sebelumnya 131 triliun di tahun 2019 kepada Kementerian Pertahanan, yang mana merupakan anggaran terbesar di antara kementerian-kementerian lainnya.

Selain untuk mempertahankan kedaulatannya, anggaran besar untuk militer ini juga ditujukan untuk mewujudkan rencana Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force) tahap ketiga periode 2019-2024 yang ditargetkan dicapai dalam kurun waktu lima tahun. Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force) ini sendiri adalah rencana modernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang telah dicanangkan sejak tahun 2007.

Pemerintah Indonesia diketahui memiliki visi Indonesia 2030 yaitu menjadi negara dengan perekonomian terbesar di dunia pada tahun 2030. Maka dari itu, pemerintah berusaha untuk mendorong kekuatan militer seperti membeli alutsista berteknologi tinggi seperti pesawat jet tempur agar menjadi negara terkuat di dunia internasional.

Indonesia memiliki visi untuk menjadi kekuatan nomor satu di dunia bersama Tiongkok, India, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Tindakan pemerintahan Indonesia ini sesuai dengan paham realisme yang menekankan kekuatan militer, kompetisi, dan keinginan untuk mendominasi di sistem yang anarki.

Dalam tindakan-tindakan politik yang diambil oleh pemerintah suatu negara, pasti terdapat kepentingan tertentu yang ingin dicapai, baik sifat ingin 'menguasai' atau meningkatkan keamanan negaranya seperti security dilemma. Tidak ada segala perbuatan yang take it for granted, penuh dengan prinsip moralitas dan ketulusan hati karena pada dasarnya, seperti ucapan Thomas Hobbs, manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Pemerintah haruslah efisien dan cerdas dalam melihat situasi, agar dapat mencapai tujuan dan kepentingan negaranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun