Mohon tunggu...
Lucyana Maria Magdalena
Lucyana Maria Magdalena Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Atma Jaya

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ketagian Selfie Bisa Jadi Gangguan Jiwa!

28 September 2014   22:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:10 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Do the selfie and upload it to social media seems so normal, karena jutaan orang dari seluruh dunia ngelakuin hal yang sama. Oxford English Dictionary bahkan masukin istilah selfie sebagai kata terpopuler di tahun 2013. Tapi, ketagihan selfie ternyata beresiko jadi gangguan psikologi loh!

Penelitian The Selfiest Cities In The World yang dilakuin majalah 'Time' nyebutin kalo di Indonesia ada sebanyak 6.608 selfie dihasilkan dari 4.940 pengguna Instagram selama 28 Januari-2 Februari 2014 dan 3-7 Maret 2014 di 20 kota besar Indonesia. Artinya, ada 402 per 100 ribu orang Indonesia yang ngelakuin selfie selama kurun waktu 5 hari itu. Denpasar bahkan  masuk di urutan 18 dan Yogyakarta di urutan 43 dalam daftar 100 kota ter-selfie di dunia.
Sebenernya, emang gak ada yang salah dari selfie. Ibu Rima Olivia, psikolog Ahmada Consulting juga bilang, selfie sebenernya wajar aja untuk menuhin acceptance and recognition yang emang jadi kebutuhan dasar manusia. Semakin keren, cantik, extraordinary, unusual foto selfie yang di-upload, makin banyak juga comment bagus. Nah, comment itulah yang bikin kita ngerasa diakui dan diterima sama lingkungan. Rasa puas inilah yang akhirnya bikin kita trying to keep it on or even to get more. Ini nih bahayanya! Kalo rasa puas itu gak dikontrol, lama-lama bisa jadi perilaku eksesif, misalnya mau tidur, makan atau ngobrol, selfie dulu, bahkan sengaja nyari drama atau nge-set aktivitas tertenti untuk bikin foto selfie yang oke. Kalo udah sampe tahap itu, bar deh bisa dibilang gangguan psikologi. 
Efek ekstremnya lagi adalah munculnya perilaku narsistik. Karena ngeliat banyak comment yang muji, kita jadi bangga sama foto-foto itu, akhirnya ngagumin diri sendiri yang ada di foto dan gak peduli kalo itu bisa aja ngeganggu orang lain. 
Yang harus diwaspadai dari selfie adalah kemungkinan besar kita bakal jadi lebih suka sama citra diri yang ada di dalam foto, ketimbang diri kita yang sebenarnya di dunia nyata. Alhasil, kita jadi gak bisa nerima diri sendiri karena mungkin bakal ada kekecewaan saat bercermin dan ngeliat wajah kita gak sebagus di foto. Apalagi, seringkali editan foto aplikasi smartphone emang ngoreksi banyak kekurangan wajah. "Akan terbangun jarak antara real self dengan ideal self yang sempurna dengan sentuhan editing. Terutama untuk yang punya kecenderugan Attention Seeking", jelas Ibu Rima.
Positifnya nih, selfie bisa jadi penyebar pesan positif, motivator, dan nilai artistik ke banyak orang kalau dilakuin dengan benar. Misalnya, foto selfie pas lagi nge-gym atau makan makanan ekstra sehat. Kalo Dr. Pamela Rutledge, psikolog dan direktur Media Psychology Research Center bilang, selfie bisa ngasih dukungan dengan cara berbeda, misalnya pas lagi selfie yang wajar dan gak berlebihan, itu bisa jadi alternatif untuk mengeksplorasi kepercayaan diri.

Sumber: Majalah Go Girl! September 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun