Liburan panjang yang seharusnya menjadi momen relaksasi dan rekreasi bagi masyarakat Jakarta, pada 28 Januari 2025, berubah menjadi ujian besar bagi ketahanan kota.Â
Hujan deras yang mengguyur selama dua jam dari pukul 18.00 hingga 20.00 WIB menyebabkan banjir di berbagai wilayah, termasuk Green Garden, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, dengan genangan setinggi 30 sentimeter.Â
Banjir ini tidak hanya mengganggu aktivitas masyarakat, tetapi juga menyoroti berbagai masalah mendasar, mulai dari tata kelola ruang, kerusakan lingkungan, hingga dampak sosial-ekonomi bagi warga kota.
Aspek Tanggung Jawab Pemerintah
Sebagai pihak yang bertanggung jawab atas mitigasi bencana, pemerintah DKI Jakarta memiliki peran penting dalam meminimalkan dampak banjir. Namun, realitas menunjukkan bahwa respons terhadap banjir ini masih menghadapi berbagai kendala:
- Koordinasi Antarlembaga yang Lemah: Keterlambatan dalam tindakan darurat, seperti pemompaan air di wilayah yang tergenang, menunjukkan adanya celah dalam koordinasi antarinstansi terkait.
- Pemeliharaan Infrastruktur yang Kurang: Banyak drainase dan kanal di Jakarta yang tersumbat akibat sedimentasi dan penumpukan sampah, yang seharusnya dapat dicegah melalui pemeliharaan rutin dan edukasi masyarakat.
- Keterbatasan Sistem Peringatan Dini: Meskipun Bendung Katulampa telah mencapai status Siaga 3 pada sore hari, peringatan dini kepada warga di daerah hilir terkadang kurang tersampaikan secara efektif, yang menyebabkan kurangnya kesiapan masyarakat menghadapi banjir kiriman.
Tata Kelola Ruang yang Tidak Optimal
Perencanaan tata ruang Jakarta kerap menjadi sorotan karena dianggap kurang mendukung mitigasi banjir. Alih fungsi lahan resapan menjadi area terbangun, termasuk pusat perbelanjaan dan pemukiman, memperburuk kemampuan kota dalam menyerap air hujan.Â
Proyek-proyek normalisasi sungai seperti Kanal Banjir Timur (KBT) dan Kanal Banjir Barat (KBB) memang telah dilakukan, tetapi dampaknya belum sepenuhnya dirasakan karena sistem drainase utama masih sering tersumbat.Â
Hal ini diperparah oleh urbanisasi yang tidak terkendali. Penurunan kawasan hijau dan meningkatnya pembangunan di daerah tangkapan air telah mempersempit jalur aliran air alami menuju laut.Â
Seiring dengan pertumbuhan kota, masalah ini semakin kompleks, membutuhkan solusi terintegrasi yang mencakup pelestarian kawasan resapan air dan pengendalian pembangunan.
Kerusakan Lingkungan yang Tidak Dicegah
Salah satu penyebab utama banjir di Jakarta adalah kerusakan lingkungan yang tidak segera ditangani. Beberapa faktor yang berkontribusi meliputi:
- Penurunan Permukaan Tanah: Penggunaan air tanah secara berlebihan di berbagai wilayah Jakarta menyebabkan tanah amblas, sehingga kota semakin rentan terhadap genangan air.
- Sedimentasi dan Sampah: Sungai dan kanal yang tersumbat akibat sedimentasi dan limbah domestik maupun industri mengurangi kapasitas tampung air, mempercepat terjadinya banjir.
- Perubahan Iklim Global: Peningkatan intensitas hujan yang tidak terduga, seperti pada 28 Januari, menjadi bukti nyata bahwa perubahan iklim turut memperburuk risiko banjir di Jakarta.
Ketidaknyamanan Warga Jakarta
Dampak banjir pada masa liburan panjang ini sangat dirasakan oleh masyarakat. Ketidaknyamanan muncul dalam berbagai bentuk:
- Gangguan Mobilitas: Banyak jalan utama tergenang, menyebabkan kemacetan parah dan membatasi aktivitas warga. Wisatawan yang datang ke Jakarta juga merasakan dampaknya, dengan beberapa tempat wisata ditutup sementara.
- Kerugian Ekonomi: Usaha kecil dan menengah yang bergantung pada mobilitas masyarakat terpaksa tutup, sementara warga yang rumahnya terdampak banjir menghadapi kerugian finansial akibat kerusakan properti.
- Dampak Kesehatan: Genangan air yang tercemar meningkatkan risiko penyakit kulit, diare, dan demam berdarah, terutama di wilayah-wilayah yang terdampak banjir lebih parah.
Rekomendasi Solusi
Oleh karenanya, untuk mengatasi banjir yang berulang, diperlukan pendekatan holistik yang mencakup berbagai aspek:
- Peningkatan Infrastruktur
1. Memperluas kapasitas drainase kota melalui proyek normalisasi dan revitalisasi kanal.
2. Mengintegrasikan teknologi berbasis IoT untuk pemantauan pintu air secara real-time.
- Pelestarian Lingkungan
1. Melindungi kawasan resapan air dan menerapkan kebijakan ketat terhadap alih fungsi lahan.
2. Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan sungai dan drainase.
- Peningkatan Sistem Peringatan Dini
1. Memanfaatkan data cuaca dari BMKG untuk memberikan informasi yang cepat dan akurat kepada masyarakat di daerah rawan banjir.
- Kolaborasi Multi-Pihak
1. Mengajak sektor swasta, LSM, dan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan risiko banjir.
2. Mengembangkan komunitas tangguh bencana melalui pelatihan kesiapsiagaan banjir.
Banjir yang melanda Jakarta pada 28 Januari 2025 di tengah masa liburan panjang adalah peringatan keras akan pentingnya peningkatan ketahanan kota terhadap cuaca ekstrem. Dengan perencanaan tata ruang yang lebih baik, pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, dan penguatan infrastruktur kota, diharapkan Jakarta dapat mengurangi risiko banjir di masa depan. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya menjadi kunci utama untuk memastikan bahwa liburan panjang di Jakarta tidak lagi diwarnai oleh bencana banjir.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI