Perajin pot sabut kelapa di Blitar suskes memasarkan produknya lintas provinsi. Namun, perlu ketelitian saat proses pembuatan.
Anda punya tumpukan sabut kelapa di rumah? Jangan di buang. Mungkin saja, bahan tersebut bisa dimanfaatkan menjadi kerajinan tangan.
Seperti yang dilakukan Sri Astutik, warga Desa Gandusari, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar. Sabut kelapa yang biasa berakhir di tungku perapian, disulap jadi pot ramah lingkungan. Ada pot duduk dan pot gantung.
Meski sederhana, namun produksi kerajinan ini tidaklah mudah. Ada sejumlah tahap yang mesti dilalui guna menghasilkan kualitas pot terbaik.
"Sabut-sabut awalnya dijemur. Supaya kering dan mudah dibuat pot. Setelah itu masih harus dipisahkan sesuai kebutuhan," ujar Sri, Jumat (7/10/2022).
Ya, sabut yang sudah kering selanjutnya disuwir-suwir untuk mendapatkan serat halus. Tahap ini harus dilakukan secara telaten. Sebab, menentukan kualitas pot saat finising.
Serat halus itu, lanjut Sri, kemudian dimasukkan ke sebuah mesin. Mesin tersebut berfungsi menyatukan sabut kelapa dengan bentuk memanjang, menyerupai tambang.
"Ditampar (dililit) di mesin. Memang begitu, karena kan kita butuh disatukan, lalu dikepang," imbuhnya.
Sabut yang sudah dikepang dua atau tiga, lalu dibuat melingkar membentuk pot. Nah, pola lilitan pun juga harus ditata rapi agar tampilannya kian menarik.
Dalam sehari, dia dan keluarga bisa memproduksi hingga puluhan buah pot. Pemasarannya pun memanfaatkan media sosial (medsos). Pot ramah lingkungan itu dijual seharga Rp 17.500 dan Rp 16.000 untuk reseller. Rata-rata omzet penjualan mencapai Rp 2 juta.
"Sejauh ini sudah kirim ke Sumatra, Kalimantan, Jakarta, sampai Manado. Terus produksi dan berinovasi," pungkasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H