Mohon tunggu...
Lucky Azhari
Lucky Azhari Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

ex. Jurnalis Jawa Pos Radar Tulungagung. Penulis artikel olahraga dan hiburan. Hanya ingin menyajikan konten yang membuat pembaca klimaks menikmati alur tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Ucapan Lebaran Bahasa Jawa: Sugeng Riyadin, Ngaturaken Sadoyo Kalepatan

6 Mei 2022   02:51 Diperbarui: 6 Mei 2022   02:53 1336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu hiasan yang identik saat perayaan Idul Fitri - Dok. Mochammad Luki Azhari

Tahu kah kamu? Bahwa sebenarnya ada begitu banyak ucapan Hari Raya Idul Fitri atau lebaran yang bisa diungkapkan kepada teman, tetangga, hingga saudara.

Selain menggunakan bahasa Indonesia, kamu juga bisa menggunakan bahasa daerah kamu.

Ya, Indonesia memang merupakan negara yang begitu kaya. Bukan hanya soal sumber daya alam (SDA) saja, melainkan warisan leluhur yang tak bisa dipandang sebelah mata.

Mengacu sensus BPS tahun 2010 silam, tercatat Indonesia memiliki sebanyak 1.340 suku bangsa yang berbeda-beda.

Dari jumlah tersebut, suku Jawa paling mendominasi. Yakni, sekira 41 persen dari total populasi keseluruhan.

Tak pelak, bahasa Jawa saat perayaan Idul Fitri digunakan masyarakat. Tujuannya, jelas. Supaya hidup berdampingan lebih erat dan menjaga kedamaian.

Di Blitar, Jawa Timur, mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Perayaan lebaran pun disambut dengan antusias.

Ada salah satu kalimat yang khas terlontar dari mulut para remaja kepada lansia untuk melebur dosa dan memberikan ucapan lebaran.

"Sugeng riyadin. Ngaturaken sadoyo kalepatan, ngapunten ingkang kathah,"

Maksud kalimat tersebut sebenarnya ringkas dan umum diucapkan. Sehingga tidak memiliki kesan bertele-tele.

ARTINYA: "Selamat lebaran. Kami sampaikan segala kesalahan, mohon maaf sebanyak-banyaknya,"

Suasana lebaran di lingkup masyarakat Blitar memang masih begitu kental. Beberapa rumah di pelosok juga merayakan dengan penuh suka cita.

Hal itu ditandai dengan adanya takbir keliling yang diikuti oleh anak-anak, remaja, hingga dewasa. Obor dari bambu dan sumbu dari sabut kelapa menjadi karakter kuat saat gema takbir berkeliling.

Kemudian, tradisi 'ngelencer' atau silaturahmi pun terus terjaga. Lantaran jarak rumah di daerah pelosok relatif dekat, warga setempat justru enggan menaiki sepeda motor.

Mereka lebih gemar berkunjung dari rumah ke rumah bersama beberapa orang dalam satu kelompok. Biasanya, per kelompok terdiri dari 6-10 orang.

Saat bertamu, menggunakan bahasa Indonesia memang perlu, tergantung situasi dan kondisi. Kendati begitu, bahasa daerah patut dilestarikan. Sebab, itu menjadi identitas kedaerahan yang wajib dijunjung dan dilestarikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun