Mohon tunggu...
Lucky Mahesa Yahya
Lucky Mahesa Yahya Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Andalas

Topik konten akan membahas Fintech Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menggagas Masa Depan Keuangan Syariah di Era Digital

20 September 2024   22:00 Diperbarui: 20 September 2024   22:08 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk itu, upaya edukasi keuangan syariah harus digalakkan, baik melalui program-program yang dijalankan oleh pemerintah, lembaga keuangan, maupun fintech syariah. Pengenalan terhadap produk-produk keuangan syariah yang lebih inovatif seperti P2P lending, crowdfunding, dan wakaf digital harus diperkenalkan secara lebih luas kepada masyarakat. Selain itu, platform digital juga dapat digunakan untuk menyebarkan konten-konten edukatif terkait keuangan syariah, misalnya melalui aplikasi mobile banking, media sosial, dan website lembaga keuangan syariah.

Di era digital ini, kolaborasi antara lembaga keuangan syariah, pemerintah, dan fintech juga menjadi kunci penting dalam meningkatkan literasi keuangan syariah. Misalnya, kolaborasi dalam membuat aplikasi mobile banking syariah yang tidak hanya menyediakan layanan keuangan, tetapi juga konten-konten edukasi terkait prinsip-prinsip syariah. Dengan meningkatnya literasi keuangan syariah, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami manfaat dari produk dan layanan keuangan syariah, serta memilih layanan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Wakaf (ZISWAF) di Era Digital

Selain sektor komersial, digitalisasi juga memberikan dampak besar pada pengelolaan zakat, infaq, dan wakaf (ZISWAF). Zakat dan wakaf merupakan dua instrumen penting dalam ekonomi Islam yang memiliki potensi besar untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Namun, selama ini pengelolaan zakat dan wakaf di Indonesia belum optimal. Data dari Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menunjukkan bahwa potensi zakat di Indonesia pada tahun 2021 mencapai Rp 327 triliun, namun realisasi pengumpulannya hanya sekitar Rp 12,5 triliun.

Dengan adanya teknologi digital, pengelolaan zakat dan wakaf dapat dilakukan dengan lebih efisien, transparan, dan akuntabel. Misalnya, melalui platform zakat digital, masyarakat dapat dengan mudah membayar zakat secara online kapan saja dan di mana saja. Selain itu, teknologi blockchain dapat digunakan untuk memverifikasi dan melacak distribusi dana zakat secara transparan, sehingga dana yang terkumpul benar-benar dapat disalurkan kepada yang berhak menerima.

Sementara itu, wakaf uang yang selama ini masih kurang populer di Indonesia juga dapat dioptimalkan melalui platform wakaf digital. Dengan menggunakan platform digital, masyarakat dapat berwakaf dalam jumlah kecil secara rutin, misalnya melalui aplikasi e-wallet atau fintech syariah. Dana wakaf yang terkumpul kemudian dapat dikelola secara produktif untuk mendanai proyek-proyek yang bermanfaat bagi umat, seperti pembangunan infrastruktur pendidikan, kesehatan, dan sosial.

Regulasi dan Pengawasan Keuangan Syariah Digital

Di era digital, regulasi dan pengawasan menjadi aspek yang sangat penting untuk memastikan bahwa produk dan layanan keuangan syariah tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Pemerintah melalui OJK dan Bank Indonesia (BI) berperan besar dalam memastikan bahwa digitalisasi keuangan syariah tidak hanya berjalan secara efisien, tetapi juga tetap mematuhi hukum Islam.

Salah satu regulasi penting yang telah dikeluarkan oleh OJK adalah Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, yang menjadi dasar bagi pengaturan fintech lending di Indonesia, termasuk fintech syariah. Namun, regulasi ini masih memerlukan penguatan, terutama dalam hal pengawasan kepatuhan syariah. Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada di setiap lembaga keuangan syariah, termasuk fintech, harus berperan lebih aktif dalam memastikan bahwa setiap produk fintech syariah yang diluncurkan benar-benar bebas dari unsur riba, gharar, dan maysir.

Selain regulasi di tingkat nasional, Indonesia juga dapat belajar dari negara-negara lain yang telah lebih maju dalam pengembangan keuangan syariah digital. Misalnya, Malaysia dan Bahrain yang telah mengimplementasikan regulasi fintech syariah yang komprehensif dan inovatif. Di kedua negara ini, regulator tidak hanya fokus pada aspek teknis, tetapi juga pada aspek kepatuhan syariah dan perlindungan konsumen. Indonesia dapat mengambil pelajaran dari pengalaman negara-negara tersebut dalam mengembangkan ekosistem fintech syariah yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Prospek Masa Depan Keuangan Syariah di Era Digital

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun