BPJS Kesehatan lahir dari semangat untuk menciptakan pemerataan layanan kesehatan. Tapi tentu saja itu tidak mudah banyak tantangan-tantangan sedemikian rupa yang harus dikelola untuk mewujudkan cita-cita mulia itu. Tantangan pertama adalah Apatisme rakyat indonesia terhadap pemerintahannya sehingga hapir setiap produk perundang-undangan yang terbit selalu dipandang tidak pro rakyat, tidak terkecuali kepada BPSJ Kesehatan. Sehingga apatisme itu memaksa BPJS Kesehatan untuk mengoptimalkan dalam membangkitn optimisme masyarakat terhadap produk-produk jasa di bidang pelayanan kesehatan
Tantangan kedua, adalah kuatnya sistem kapitalisasi dalam pelayanan kesehatan yang menyebabkan komersialnya pelayanan kesehatan di Indonesia. Apalgi hadirnya BPJS Kesehatan ini dianggap sebagai ancaman tersendiri bagi perusahaan-perusahaan asuransi nasional maupun multinasional yang biasa menikmati melimpahnya pasar “polis di Indonesia tersebut”, hadirnya BPJS Kesehatan dengan sistem subsidi silang dan low cost nya itu membuat perusahaan asuransi tersebut lebih meningkatkan pelayanannya, sebab tanpa pelayanan yang prima perusahaan-perusahaan asuransi sulit bersaing dengan BPJS Kesehatan yang lahir dari undang-undang yang memiliki kekuatan memaksa. Akantetapi BPJS Kesehatan tetap harus bersaing dalam meningkatkan standar pelayanan dengan perusahaan-prusahaan mapan yang serat pengalaman tersebut untuk meyakinkan masyarakat bahwa BPJS Kesehatan memiliki pelayanan kesehatan yang mumpuni..
Revolusi Sistem kesehatan dimulai
[caption caption="Antara foto : perubahan ASKES ke BPJS"]
Sebenarnya BPJS Kesehatan adalah kelanjutan Asuransi kesehatan (ASKES) sehingga BPJS Kesehatan dapat dikatakan memiliki cukup pengalaman dalam dunia jaminan kesehatan, Akan tetapi ASKES hanya berpengalaman dalam penanganan masyarakat golongan Pegawai Negris Sipil, dan TNI/Polri yang cenderung mudah diatur.. Sehingga Untuk melawan apatisme dan meyakinkan masyarakat BPJS Kesehatan tetap harus dengan maksimal mengenalkan dengan sosialisasi-sosialisi di daerah-daerah untuk memberikan pemahaman tentang keuntungan-keuntungan sebagai peserta BPJS Kesehatan serta mempermudah syarat pendaftarannya hal itu dilakukan dengan harapan banyak masyarakat yang mulai menyadari akan penting dan bermanfaatnya BPJS Kesehatan. Dalam upaya awalnya sistem pendaftaran speserta BPJS Kesehatan dapat dilakukan secara personal, akan tetapi pada perjalanan waktu bersamaan dengan semakin populernya BPJS Kesehatan di mata masyarakat Indonesia maka pendaftaran mengharuskan untuk menyertakan semua anggota keluarga berdasarkan kartu keluarga. Kebijakan pendaftaran semua anggota keluarga itu menjadi dilema tersendiri bagi masyarakat, sebab masyarakat kecil sering kali merasa keberatan untuk membayar iurannya. Dalam kasus seperti ini BPJS Kesehatan menganjurkan kalangan yang merasa tidak mampu tersebut untuk mengikuti progam jaminan kesehatan Nasional (JAMKESMAS) atau jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA).
Tantangan terberatnya adalah kuatnya sistem kapitalisasi pelayanan kesehatan yang berimbas pada melambung dan komersilnya biaya-biaya layanan kesehatan. Juga dalam hal pemberian obat-obatan meski kandungan kimianya sama obat-obat memiliki paten sering kali lebih drekomendasikan oleh oknum dokter daripada memakai obat generik, kenapa demikian? motifnya tidak jauh beda, yaitu tambahan pemasukan alias fulus yang lumayan dari perusahaan obat bagi dokter yang meresepi pasienya dengan obat-obat paten produknya. Belum lagi masalah beberapa rumah sakit swasta berlabel internasional yang merasa memiliki standar pelayanan tersendiri bagai negara dalam negara, sehingga memiliki alasan yang cukup kuat untuk melabelkan sebagai rumah sakit “mahal” dan “anti orang miskin”. Tanpa indikasi medis asal ada uang kita bisa melakukan general chekup dan beberapa tindakan medis lainnya. Celakanya, kuatnya doktrin kapitalisasi pelayanan kesehatan itu cukup sukses membuat pola pikir bahwa layanan kesehatan yang komersil dan mecekik itu seolah wajar dan seyogyanya memang demikian, sehingga pengobatan murah dan prosedural seperti BPJS Kesehatan itu dianggap sesuatu yang taboo dan tidak layak, akibatnya mindset sesat tersebut menjadi tantangan kuat bagi BPJS Kesehatan.
[caption caption="Gambar 1 : gandeng tangan,ilustrasi gotong royong"]
Hadirnya BPJS Kesehatan merevolusi polapikir masyarakat tentang pelayanan kesehatan yang telah lama di kuasai oleh sistem pelayanan kesehatan kapitalisasi yang komersil. Dengan bendera “subsidi silang” BPJS Kesehatan ingin melibatkan banyak orang untuk membantu sesama, cita-cita mulia itu dapat terlihat dari logo BPJS Kesehatan (gambar 1 :gandeng tangan). Asalkan terdaftar sebagai peserta dan sesuai prosedur (gambar 2:prosedur BPJS Kesehatan) kita akan mendapat pelayanan kesehatan yang mumpuni, sesimpel itu. Lantas bagaimana prosedurnya? Dan apakah pelayanan kesehatan di BPJS bener-bener mumpuni ? Itu selalu menjadi pertanyaan ditengah ribetnya birokrasi dan apatisme di Indonesia.
Sebagai program pemerintah prosedur pelayanan kesehtan dengan BPJS Kesehatan bagi saya pribadi sangat masuk akal dan seyogyanya demikian. Ketika kita mendaftar BPJS Kesehatan dan syarat-syarat formalnya terpenuhi, maka kita akan memilih dimana fasilitas kesehatan tingkat pertama (faskes I) untuk dokter umum dan dokter gigi setingkat pukesmas, klinik dan dokter keluarga, yang sering jadi pertanyaan adalah apa itu faskes tingkat I ? faskes tingkat I adalah fasilitas kesehatan tingkat pertama dimana peserta BPJS Kesehatan harus berobat atau mendapat rujukan, artinya setiap peserta memeriksakan dirinya harus terlebih dahulu difaskes tingkat I ini, sebelum kemudian mendapat rujukan ke rumah sakit (tingkat lanjut), kecuali keadaan emergency peserta BPJS kesehatan dapat berobat di tempat balai pengobatan, pukesmas, klinik atau rumah sakit terdekat.
Apabila dokter di faskes tingkat I menyatakan bahwa pasien peserta BPJS kesehatan terindikasi secara medis kesehatannya itu harus di periksa lebih lanjut ke rumah sakit /spesialis maka dokter akan memberi rujuknya ke rumah sakit. Jika terjadi opname/rawat jalan maka BPJS menjamin peserta sampai sembuh, dan untuk kamar inapnya itu disesuaikan dengan kelas apa peserta tersebut mendaftar diri di BPJS Kesehatan, peserta pendaftar kelas 1 akan mendapat kamar kelas 1, peserta kelas 2 mendapat kamar kelas 2 dan demikian juga untuk pendaftar kelas 3 akan mendapat kamar kelas 3 (gambar 3:Iuran BPJS Kesehatan). Jika peserta sudah melakukan sesuai dengan prosedur dan kelas yang dipilih dtersebut maka pengobatan 100% dijamin oleh BPJS kesehatan.