Mohon tunggu...
Lucia Widi
Lucia Widi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

common people like you..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Timor

2 Agustus 2013   22:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:41 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ready to start..

Dengan mata sedikit kecut karena tidak tidur, langkah kaki yang sedikit gontai menahan keseimbangan dari dua ransel yang cukup berat, saya mulai perjalanan ini. Tetapi langkah gontai itu yakin manapak lorong-lorong bandara Soetta, di pagi yang masih gelap.

Gemuruh bandara di pagi buta diisi lalu lalang orang menuju gerbangnya masing-masing. Gerbang dimana pesawat yang akan mereka tumpangi sudah menunggu di landasan. Sama seperti saya, manusia-manusia itu masih dengan jiwa yang tidak sepenuhnya tersisi, menahan kantuk sampai tertidur di kursi bahkan di emperan lorong bandara. Dan saya akhirnya bisa tertidur selama kurang lebih selama satu jam di dalam pesawat dari Jakarta menuju Surabaya, kota transit untuk menuju ke Kupang.

Sekitar pukul tujuh tigapuluh, ibukota Jawa Timur itu menyambut saya dengan gempita yang tidak berbeda jauh dari Jakarta. Sebagai kota di ujung timur Pulau Jawa, Bandara Juanda terbilang besar, walaupun dipastikan masih kurang dibandingkan Jakarta.

Saya memilih untuk duduk menunggu di Starbucks seraya memesan kopi pastinya. Ya, nantinya, starbucks menjadi pilihan handal menjadi tempat menunggu di bandara. Saya transit cukup lama di SUrabaya, dua jam. Pesawat yang akan mengantarkan saya menuju Kupang akan lepas landas pukul 10.00 WIB, dan akan terbang selama dua jam untuk sampai ke kota tujuan.

Pada akhirnya tepat pukul 13.00 WITA, Kupang menyambut saya dengan hujan yang cukup deras. Udara ibukota Nusa Tenggara Timur itu yang kata orang panas tidak saya rasakan. Tanaman jagung menyebar tumbuh dengan mudah seperti ilalang. Memang, tanah kering Timor dan Nusa Tenggara pada umumnya paling cocok untuk ditanami jagung.

Sebagai ibukota propinsi, Kupang merupakan kota di timur Indonesia yang cukup ramai, lalu lalang kendaraan dipacu cukup kencang. Yang menarik perhatian adalah angkutan perkotaannya (angkot). Hampir dipastikan semua angkot dipasang pengeras suara untuk musik yang cukup keras serta banyak sticker menghiasi eksteriornya. Saya bergumal, kalau keadaan angkot Jakarta seperti ini, yakin tidak ada yang berkenan naik. Tetapi yang terjadi di Kupang adalah sebaliknya, semakin bagus speaker dan sticker di sebuah angkot, semakin cantik yang naik. Ada-ada saja.

Dengan taksi, saya melaju dari bandara El Tari menuju Evergreen Homestay, penginapan di daerah El Nino. Taksi Kupang tidak berdasarkan argo, jadi sudah ada ada harga paten untuk setiap rute. Perjalanan sekitar 20 menit tadi dibandrol dengan harga Rp. 60.000;-

Sesampainya di penginapan, saya pergunakan waktu untuk berisitirahat. Segelas kopi cukup mampu meredekan lelah di badan. Hujan deras di luar. Lalu tak lama tertidur.

Dua jam tertidur, dan hujan akhirnya reda, lalu saya beranjak dari penginapan untuk jalan-jalan. Saya menyempatkan diri untuk menikmati senja di Pantai Tedis. Pantai ini terletak di pusat kota, dekat terminal. Dari hotel saya naik angkot satu kali, dan cukup membayar Rp. 2000;- Ramai sekali area ini, banyak warga menghabiskan waktu sore menikmati senja di pantai. Walaupun pantai tidak begitu besih, hanya saja tempat-tempat seperti Pantai Tedis ini yang sangat merakyat menjadi pilihan banyak orang untuk rekreasi bersama orang-orang terdekat.

Seraya menyantap jagung bakar, saya menikmati senja yang cukup cantik. Ya, senja selalu cantik. Siapa ang tidak suka senja? Sangking cantiknya, saya terlambat untuk sadar dari keunikan sajian yang ada di hadapan. Jagung bakar Kupang disajikan secara terpisah dengan sambal. Sambal yang sangat pedas. Cabai Timor memang terkenal pedasnya. Ditambah rasa kecut seperti perasan jeruk limau dan irisan daun jeruk semakin membuat unik rasa jagung bakar.

Di akhir perjalanan berkeliling kota, saya mampir di sebuah toko souvenir yang berada di ujung pertokoan terminal. Saya membeli beberapa kain ikat dengan warna terang mencolok khas Kupang untuk buah tangan.

Setelah keluar dari toko tersebut, saya arahkan mata ke seluruh pandangan. Tersadar, Atambua 39°C. Mungkin toko souvenir tadi adalah lokasi syuting film garapan Mira Lesmana dan Riri Riza tersebut.

Lalu saya terus berjalan mencari angkot untuk bisa antar saya kembali ke penginapan. Hari sudah gelap, saya harus beristirahat untuk melanjutkan perjalanan menuju Larantuka keesokan harinya.

Dua hati untuk Timor.

[caption id="attachment_257933" align="aligncenter" width="596" caption="Senja Di Pantai Tedis"][/caption] [caption id="attachment_257934" align="aligncenter" width="497" caption="Jagung Bakar Dengan Sambal Khas Timor"]

1375458560486863105
1375458560486863105
[/caption]

Kupang, 26 Maret 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun