Mohon tunggu...
Healthy

Masalah Kesehatan di Kabupaten: Mana Lebih Baik, Tenaga Kesehatan Medis atau Tenaga Kesehatan Non-medis?

27 Maret 2017   12:22 Diperbarui: 28 Maret 2017   02:00 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sukamakmur, Bogor (17/03/17) - Kesehatan merupakan fokus utama perhatian pemerintah saat ini. Banyak sekali pembaharuan dan inovasi di bidang kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Kesehatan ibu dan anak juga menjadi titik berat perhatian pemerintah. Ibu dan anak dianggap sebagai satu tim penerus bangsa. Tidak sedikit orang yang menganggap ibu dan anak memiliki peran penting dalam pembangunan bangsa. Pendapat ini memang bukan isapan jempol belaka. Negara memang perlu melakukan regenerasi dan pada akhirnya kegiatan negara tetap berjalan lancar di tangan penerus bangsa yang cerdas dan berkualitas. Atas dasar ini pula keperluan gizi, penanganan, serta vaksinasi baik pada ibu dan anak menjadi gerakan yang gencar dicanangkan oleh pemerintah. Gerakan-gerakan ini dapat terlihat dari kegiatan penyuluhan tentang imunisasi pada anak, rajin melihat dan mengontrol perkembangan anak, serta pentingnya kontrol kehamilan yang dilakukan oleh ibu hamil.

Fasilitas kesehatan bagi ibu dan anak juga terus berkembang dan mengalami inovasi di berbagai hal. Posyandu hingga rumah sakit paling ternama berlomba-lomba mempercantik diri dan meningkatkan pelayanan agar pasien mereka (ibu dan anak) dapat merasa nyaman dan mendapat pelayanan terbaik. Pelayanan baik itulah yang menjadi alasan utama para ibu tidak segan memeriksakan dirinya dan anaknya ke puskesmas atau pun rumah sakit. Jaminan kesehatan pun sedikit banyak berpengaruh pada kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka, kesehatan. Jaminan kesehatan ini membantu meringankan beban biaya yang harus ditanggung pasien sehingga mereka dapat berobat dengan layak dan nyaman.

Namun pendapat serta pemikiran ini mungkin hanya berlaku di kota-kota besar saja. Lain cerita bila menelisik ke daerah-daerah yang berada di kabupaten. Salah satunya Bogor. Secara geografis, Bogor berjarak tak terlalu jauh dari Kota Jakarta yang merupakan Ibu Kota negara Indonesia. Sayangnya Bogor –harus diakui- belum semaju Jakarta dan beberapa kota lain di sekitarnya. Salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang telah kami telusuri adalah Kecamatan Sukamakmur. Kecamatan ini merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Jonggol. Jarak dari Kota Bogor ke kecamatan ini kurang lebih sekitar satu setengah jam bila harus ditempuh menggunakan motor.

Dokter Tavip Triyono yang ditemui di kantornya, Puskesmas Sukamakmur, menjelaskan realita yang terjadi di kecamatan itu. Cukup mencengangkan memang mengetahui bahwa masih ada kelompok masyarakat yang lebih percaya pada tenaga ahli kesehatan non-medis dibandingkan tenaga ahli kesehatan medis yang telah terverifikasi kemampuannya. Mereka sering memanggil para tenaga ahli kesehatan non-medis dengan sebutan Paraji. “Kalo di sini warga masih percaya sama Paraji. Jadi mereka melakukan pemeriksaan pra persalinan ke sini, tapi saat waktunya persalinan mereka hilang. Terus balik lagi nanti setelah persalinan ke sini. Mereka lebih memilih bersalin dengan bantuan Paraji,” ucap Dokter Triyono, Kepala UPT Puskesmas Sukamakmur. Dokter Tri terang-terangan tidak menyalahkan atau memojokkan Paraji. Ia dapat maklum bahwa itu adalah pola pikir masyarakat yang telah lama ada dan sulit diubah walaupun sudah sering dilakukan penyuluhan untuk ibu-ibu hamil di daerah itu. “Ya mau bagaimana lagi, memang pola pikirnya seperti itu. Sulit sekali mengubah pola pikir yang sudah tertanam lama di benak masyarakat. Padahal kegiatan penyuluhan juga sudah sering kami lakukan,” lanjutnya.

Fakta di lapangan juga menunjukan hal senada. Dua ibu-ibu yang berhasil diwawancarai mengaku bahwa mereka melakukan persalinan di Paraji. Mereka menuturkan bahwa bersalin di Paraji jauh lebih mudah dan penanganannya lebih cepat dibanding harus ke bidan desa. “Di rumah, pake Paraji. Dia tetangga saya. Jadi lebih cepat kalo manggil dia dibanding harus manggil bidan desa,” ungkap Dilah (23), seorang warga Kecamatan Sukamakmur. Saat ditanya alasannya, ia disuruh oleh mertuanya untuk bersalin di Paraji saja. “Disuruh sama mertua, sih. Saya ikut-ikut aja. Setelah melahirkan, imunisasi dan perawatan anak di puskesmas sama bidan desa,” sambungnya.

Melahirkan di Paraji atapun bidan desa, menurut penuturan Kepala UPT Desa Sukamakmur sama saja. Namun beliau tetap berharap bahwa warga -khususnya para ibu yang akan melahirkan-  akan lebih memilih menggunakan jasa bidan desa. Menurutnya, Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dipahami oleh bidan akan lebih membantu ibu yang melakukan persalinan dan juga mengurangi segala bentuk hambatan yang mungkin akan terjadi. Setiap bidan pun telah terverifikasi dan terjamin keamanan praktiknya. “Kalo saya tidak mempermasalahkan mereka mau menggunakan jasa siapa. Ya namanya juga sudah seperti tradisi ya kalo di sini. Namun ada baiknya ibu yang akan melahirkan mempertimbangkan ulang kelebihan serta kerugian melahirkan baik di bidan desa maupun di Paraji,” tutup dokter yang lebih sering disapa Dokter Tri tersebut. (LDR)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun