Lisa dan Sinta pun sudah asik menikmati bunga-bunga anggrek yang ditanam di halaman rumah mungil itu. Di sudut halaman terdapat kolam ikan dengan air terjun klasik dari guci-guci yang seolah tumpah.Â
"Ada apa jeng ?" Suara barito yang sudah familiar di telinga Sinta terdengar di pintu ruang tamu
"Gak ada apa-apa, cuma memastikan saja kalau selama ini kamu menginapnya disini Mas..." Jawab Sinta santai sambil melihat raut wajah Andi pucat pasi seperti tanpa aliran darah segar. "Dan gak usah lagi menyulut perkara remeh temeh di rumah hanya karena ingin menghindar dari aku dan Cila, demi kedua anakmu itu." Lanjut Sinta dingin sambil menunjuk kedua bocah disampingnya
"Mbak, nama siapa ?" Tanya Sinta ke wanita muda berdaster yang ketakutan di sebelah Andi
"Saya Imas bu...tapi kata bapak istrinya sudah meninggal." Jawab Imas dengan nada ketakutan
"Imas, Silahkan ambil suamiku ! dan kamu Mas ingat baik-baik kembalikan mobil itu ke Cila !" Nada suara Sinta mulai meninggi
Sinta cepat-cepat berlalu dari hadapan mereka menuju grab car , takut emosinya meledak hebat. Lisa mengikuti sahabatnya untuk menenangkan. Setelah masuk ke dalam mobil, Sinta merebahkan kepalanya ke sandaran mobil sambil memejamkan mata. Tanpa air mata disudut-sudut matanya. Habis sudah kesedihannya terkuras hari demi hari, bulan demi bulan. "Innalillahi wainailaihi rojiun..... Ya Allah, aku ikhlas menerima takdirMU, ampunilah segala dosa dan Khilafku selama ini...Astagfirullahhh..." Doa Sinta dalam hati.
- T.A.M.A.T -
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H