Mohon tunggu...
Nur Rahma
Nur Rahma Mohon Tunggu... wiraswasta -

Perempuan dgn karakter zodiak virgo dan bershio ular. Mengaku dirinya peduli lingkungan. suka menulis dan pembaca setia sastra lama. Menekuni bidang ilmu hukum dalam kehidupan nyatanya. |Twitter: @lucerahma |IG @nurrachma25 |Blog puisi: lucerahma.tumblr.com |Domisili: bojong gede,bgr.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pentingnya Menjaga Gizi Seimbang Saat Berpuasa

30 Juni 2015   11:25 Diperbarui: 30 Juni 2015   12:07 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepada seluruh kompasiana yang hadir, di putarkan video mengenai proses penanaman sampai pada proses panen. Pisang Cavendish menjadi salah satu jenis varietas pisang unggulan dari PT. Sewu Segar Nusantara ini. "Bentuknya memang terlihat seperti pisang import, tapi sebenarnya pisang Cavendish ditanam di tanah negeri kita sendiri. Kebun pisang Sunpride berlokasi di Lampung, dengan area kebun seluas 3200 Hektar."

Mendengar pernyataan demikian, saya agak-agak terharu dan bangga tentu saja. Masih ada area kebun yang sedemikian luas di Indonesia ini, untuk menanam produk tani buah. Bahwa artinya, di pasar buah senusantara baik yang di pasar modern, swalayan, maupun pasar tradisonal. Kita sebagai masyarakat dan konsumen masih mempunyai pilihan untuk memilih jenis buah apa yang kita makan. Yang lokal atau yang import? 

Bahwa yang import tidak selalu lebih baik, bukan?. Beberapa bulan yang lalu, Indonesia pernah dihantui maraknya penyebaran bakteri yang terdapat pada jeruk dan appel import. Belum lama, terdapat pula berita tentang adanya beras impor yang mengandung plastik. Buat saya pribadi, mengenai pengamanan bahan pangan yang langsung di konsumsi untuk masyarakat sendiri adalah tanggung jawab sepenuhnya pemerintah. Dalam hal ini tentu saja menteri perdagangan, yang dibantu BPPOM dan pihak terkait lainnya. Tetapi pun, masih berkali-kali 'lepas kendali' dan tidak bisa memberikan jaminan 'aman' pada produk makanan yang sudah sampai pasar. Sebagai masyarakat, saya tentu berharap apa yang sudah tersedia di pasar adalah produk yang sehat dan aman di konsumsi karena sudah melewati tahap pengawasan yang baik dari pemerintah. Agar tidak terjadi kecemasan, apakah itu beras, buah buahan, makanan kaleng dan lainnya. 

Akan tetapi karena jaminan itu masih kurang, sebaiknya kita sebagai masyarakat dan konsumen sendirilah, yang harus pandai berjaga-jaga, memilah dan memilih untuk melindungi kesehatan tubuh sendiri dan keluarga kita.

Salah seorang kompasianer bertanya soal harga perbandingan buah import dan lokal yang jauh harganya. Ibu Lutfiany mencoba menjelaskan, "barang import memang lebih mahal daripada barang lokal. itu juga berlaku pada buah. Kenapa buah import lebih murah daripada buah lokal? karena cost pengiriman barang dari luar negeri lebih murah dibandingkan cost pengiriman barang dari daerah satu ke daerah yang meskipun masih sama-sama di wilayah Nusantara. Selain faktor harga, kecenderungan pola pikir masyarakat sudah baku. Bahwa yang import lebih baik, untuk buah apel misalnya, warna cerah dan mengkilat dari apel lebih disukai ketimbang jenis buah apel malang yang berwarna hijau".

Pendapat saya pribadi, adanya ketimpangan soal harga antara barang impor dan barang lokal tidak terlepas dari pengaruh kebijakan import yang di keluarkan oleh pemerintah. Pintu import di Indonesia terlalu terbuka sangat lebar, baik dari pelabuhan maupun bandara Internasional. Hitungan jari ada 7 pintu import yang legal, minus hitungan pintu import yang illegal. Khusus untuk buah saja terdapat 4 pintu, 3 dari pelabuhan dan 1 dari bandara Soeta. Jika dibandingkan dengan Malaysia, tingkat protektif, negara kita masih kalah! Pemerintah negara lain lebih eman-eman untuk menjaga sesuatu yang 'asing' masuk kenegaranya. Karena di khawatifkan barang-barang yang masuk bisa menimbulkan akibat buruk, tidak hanya dari segi ekonomi (pengusaha lokal yg kalah bersaing), melainkan juga dari segi kesehatan, menjaga virus yang dimungkinkan menular ikut masuk. Lebih jauh, bahkan wilayah negara-negara Eropa. Hanya memiliki satu pintu masuk import yakni di pelabuhan Roterdam di Belanda.

Penyuluhan untuk menghargai produk lokal ketimbang import memang harus lebih sering digalahkan. Agar dapat memupuk rasa kecintaan terhadap sesuatu yang dihasilkan dari tanah air negeri sendiri. Disini peran serta pemerintah tentu saja menjadi yang utama, agar kiranya pemerintah kita mau ikut mengkaji ulang soal kebijakannya peluang import dan mau membatasinya. Soal banyak mengkonsumsi buah-buahan demi memenuhi asupan gizi seimbang bagi tubuh, saya setuju. Soal persaingan produk import dan lokal sepertinya pilihannya kembali lagi pada masyarakat sebagai konsumen. Misal, memilih beli buah-buahan dengan harga lebih murah, belum tentu lebih sehat. Karena itu tadi, buah import pasti telah melalui proses karantina dengan masa waktu yang tidak sebentar, sebelum sampai ke pasar kita. Namun kenapa tetap masih dalam keadaan baik dan segar? Bagi saya sendiri, tanah di negeri kita ini masih sangat cukup subur untuk di olah menjadi buah-buahan. Perusahaan PT. Sewu Segar Nusantara dengan produk dagang, buah-buahannya Sunpride sudah membuktikannya. Lalu kenapa kita tidak coba membuktikannya pula di halaman rumah kita, untuk mulai menanam pohon buah? meski hanya satu-dua pohon. Karena mengkonsumsi buah hasil tanam dari tanah negeri kita sendiri lebih membanggakan, bukan? dan tentu saja, lebih terjamin keamanannya bagi kesehatan tubuh kita.  

Acara yang berlangsung sangat menyenangkan ini, tidak hanya diisi oleh sharing ilmu yang bermanfaat. Tapi juga ditutup dengan Kultum oleh ustad, dengan isi ceramahnya yang singkat dan padat karena keterbatasannya waktu. Namun intinya pilih makanan jangan cuma yang sehat secara kandungannya saja, melainkan harus yang toyib (di peroleh dengan cara-cara yang halal). Lalu selanjutnya acara disambung dengan berbuka puasa bersama.  Alhamdullilah.

Sekian tulisan saya,

Maaf kalau agak nyinyir hehe..(Thanks buat foto-foto: hasil jepretan mas Didik Purwanto yang saya ambil di twitter) Ipun saya ribet kalo pindah-pindah data foto mas, hatur nuhun pisan fotona.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun