Mohon tunggu...
Nur Rahma
Nur Rahma Mohon Tunggu... wiraswasta -

Perempuan dgn karakter zodiak virgo dan bershio ular. Mengaku dirinya peduli lingkungan. suka menulis dan pembaca setia sastra lama. Menekuni bidang ilmu hukum dalam kehidupan nyatanya. |Twitter: @lucerahma |IG @nurrachma25 |Blog puisi: lucerahma.tumblr.com |Domisili: bojong gede,bgr.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kampung Ramah Lingkungan Perum LIPI Bojong Gede

23 Desember 2014   04:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:40 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Beberapa aksi yang berhubungan tentang pelestarian lingkungan dan kampaye perlindungan satwa yang hampir punah telah saya fokuskan sejak tahun 2009 di lingkup kampus. Bidang akademisi saya memang ilmu hukum, tapi justru dari sana keprihatinan itu muncul. Bahwa faktanya negara kita ini ngak punya produk hukum yang bisa melindungi manusia dari ancaman dampak kerusakan lingkungan, apalagi melindungi hewan langka yang hampir punah populasinya.

Saya pun secara pribadi kurang percaya akan manfaat dari adanya komunitas2 berbasis lingkungan yang ada, yang lebih dulu membuat proposal donasi, baru melakukan pergerakan. Ini pengalaman saya, waktu menjadi ketua pelaksana acara peduli lingkungan di thn 2009 yang kemudian mengandeng salah satu komunitas lingkungan terkenal, saya kira akan banyak membantu tapi ternyata tidak sama sekali.

Jadi jangan salahkan ketika mosi-mosi tidak percaya itu menebal dalam paradigma pikiran saya. Termasuk kepada pemerintah dan program2 apalah itu sejenis tanam bayi pohon sebanyak 1 milyar, dengan maksud agar bisa menggunduli bapak-ibu pohon sekian ribu hektar buat proyek2 penghasil triliunan rupiah atau program bangun desa dan segala macem.

Akan tetapi, hal-hal tersebut tidak bisa memasung pergerakan badan dan pikiran saya untuk melakukan aksi peduli tehadap lingkungan, dan menjaga keberlangsungan hidup satwa yang hampir punah meskipun caranya hanya sekedar berkontibusi dalam kampaye.

Kalau soal aksi, saya lebih banyak bergerak sendiri. Dalam artian selama ini saya ngak pernah tergabung dalam kelompok atau komunitas mainstriem apapun. Dulu pernah ikut MAPALA, tapi saya bukan specialis mountenering, atau caving, yah kalau arjer sering sih tapi saya lebih fokus ke acara aksi untuk masyarakat. Dan itu terbawa sampai hari ini. Kalaupun ada aksi yang saya lakukan itu adalah yang bersentuhan langsung dengan partisipasi di lingkungan saya tinggal. Termasuk program AKUAPONIK yang sudah beberapa kali saya tulis di blog kompasiana.

Yang baru-baru ini saya hadiri adalah program kampung ramah lingkungan di perumahan LIPI Bojong Gede. Nah, gue sebut2 terus dah Bojong gede biar makin populer. Yang jadi ketua pelaksananya bapak RT setempat, namanya pak Dedi, yang orangnya kuyus tinggi ngelacir dan berdedikasi buat warga. Sebelum adanya program ini, kalau memasuki gang Langgar, menuju perumahan LIPI…kita semua akan di sambut oleh gundukan sampah jadi kalau lewat sudah pasti harus tutup hidung daripada pingsan di jalan?

Ini satu dari milyaran kasus sampah yang disebabkan oleh, karena dan sebab kebiasaan masyarakat itu sendiri. Dan itu sudah menjadi budaya yang lebih populer daripada membatik dan memainkan alat musik angklung. Budaya itu sifatnya lekat dan sulit berubah. Butuh kesabaran seperti seorang RT bernama Dedi untuk mensosialisasikan, mencontohkan, mengajak, warga-warga sekitar untuk sadar terhadap apa yang disebut cinta lingkungan dan ayo kita lakukan.

Sebelum program kampung ramah lingkungan berhasil di canangkan, dan dapat sorotan dari pemerintah daerah dalam hal ini Lurah dan Camat bahkan sampai ke Badan Lingkungan Hidup Kab. Bogor. Perrrrr---Juang-an-nya----BRO! Sosialisasi awal gagasan program ini di sampaikan dari kuping-ke-kuping, hasilnya cuma masuk kanan keluar kuping kiri. Badan doi sampe kuyus kering nahan jengkel kali omongannya ngak di dengerin warga. Tapi tetep di coba lagi. Awalnya ngak semua orang tergabung bahkan cuma ada 5 anggota keluarga yang turut mendukung programnya dan salah satunya saya.

Gagasan di godok terus lewat sarasehan rapat-rapat kecil di setiap minggunya. Di temani segelas kopi atau teh sama kacang kulit atau keripik singkong atau sama tales gereng. Setiap pergerakan tiap minggu di evaluasi. Perjalanan program ini di mulai dengan hanya 5 supporter sambil terus kita mencari massa partisipan lebih banyak lagi. Lu jangan protes, lu kira gampang. Udah terusin baca aja!!!

Program kampung ramah lingkungan akhirnya di rentas. Kita membuat program pemilihan sampah organik untuk di fungsikan sebagai kompos tanaman yang ditabung melalui lubang-lubang biopori. Kompos itu dimanfaatkan karena ada program tanam pohon wajib disetiap rumah. Dimana pot-potnya berasal dari sampah kemasan besar seperti bekas minyak goreng dan botol air mineral.

Sampai pada akhirnya berjalan seiringnya waktu. Karena manfaatnya sudah menyebar dari mulut-kemulut. Dan gunungan sampah sudah berkurang. Kesadaran warga menebal sedikit-demi-sedikit. Akhirlah tibalah sokogan support dari pemerintah hadir. Tepatnya pada tanggal 7 Desember yang lalu perumahan LIPI Bojong Gede dicanangkan sebagai kampung Ramah Lingkungan. Hore………

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun