Pembangunan infrastruktur kelistrikan sejatinya merupakan tugas pokok PLN , perusahaan satu-satunya yang mengelola penyaluran listrik di Indonesia. Menembus hutan, gunung dan laut sudah dilakukan olehnya untuk menerangi desa-desa pelosok di Sumatera hingga Maluku dan Papua. Tentu kita berpikir bahwa Pulau Jawa dengan penduduk terpadat di Indonesia, ibaratkan PR sekolah yang sudah selesai lebih dahulu. Tapi nyatanya, ada saja desa di Pulau Jawa yang tidak jauh dari pusat kota besar tidak mendapatkan aliran listrik dari PLN.
Jika anda pernah berwisata ke Kota Bandung, tepatnya di Lodge Maribaya Lembang, anda akan berpikir indahnya kota Bandung dan pinggirannya yang terlihat asri nan modern. Tapi siapa sangka, anda sedang berdiri di depan perbukitan yang masyarakatnya pernah tidak seberuntung anda, seperti menonton televisi dan menggunakan alat elektronik bahkan lampu pijar sekalipun.Â
Jika penasaran, cobalah mengambil jalur arah kiri setelah bertemu dengan natural hot spring resort , menanjak membelah bukit yang akan anda kira hanya daerah atas yang tidak ada kehidupan. Setelah itu, anda akan melewati perkebunan dengan berbagai tanaman sayur-mayur, lengkap dengan petani yang terlihat hidup makmur.Â
Jauh dari itu, satu pedesaan akan anda temui hingga meninggalkan batas Kota Bandung menuju Kabupaten Subang. Satu desa terlewati, jika anda masih belum menyerah, anda akan menemukan pemandangan yang lebih indah dari Lodge Maribaya, namun dengan jalanan yang terjal berbukit dengan kerikil yang teraspal tidak sempurna. Teruslah menelusuri jalan yang mulai berbatu sementara dipinggir jalannya adalah jurang curam yang memusatkan mata pada aliran sungai di bawah dan peternakan ayam dengan kandang yang cukup besar
Sinyal HP anda mulai no service, tak apa, hanya untuk sebentar saja karena tadi anda penasaran. Satu momen yang akan membuat anda merasa de ja vu oleh program televisi seperti jejak petualang, anda akan menyeberangi sungai kecil dengan motor anda. Anda masih merasa aman berkendara di siang hari sedangkan di malam hari cahaya redup Bulan tidak sanggup menembus semak dan pepohonan yang tinggi untuk menerangi tiap inci jalan.
Setelah 20 menit berjalan kaki melewati hutan tersebut, anda akan menemukan persawahan dengan udara yang lebih sejuk dari Lembang. Gemericik air yang sangat menggelitik telinga dan bagi sebagian pecinta alam, akan tergoda untuk mencicipi airnya. Anda akan menemukan pipa besar yang miring dan menuruni bukit yang berakhir disebuah gubuk kecil. Suara bising mulai terdengar, ternyata inilah gubuk kecil yang menyimpan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH).
Jauh sebelum Pak Novandri datang dan meskipun PLN tidak memasuki desa mereka, warga Bunikasih tidak menyerah sampai situ saja. Mereka justru berinisiatif untuk melihat potensi alam yang ada dengan mengkonversikan energi gerak menjadi energi listrik menggunakan sistem sederhana. Namun, musim kemarau menjadi halangan bagi mereka, aliran air yang terlampau kecil tidak mampu memutar sistem buatan mereka sehingga listrik menjadi barang musiman bagi mereka, itupun masih dengan lampu pijar 110 volt yang redup dan tidak memenuhi standar yang seharusnya yaitu 220 volt.
Lalu bagaimana dengan lampu yang menyala siang hari tadi ? Hal tersebut memang disengaja karena kapasitas PLTMH tersebut menghasilkan energi listrik 15 kilowatt dan dimanfaatkan oleh warga sekitar 6 kilowatt. Sisa energi yang terbuang cukup besar membuat turbin rentan terbakar sehingga energi yang bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk dibuang, salah satunya dengan menghidupkan lampu 24 jam 7 hari. Dengan iuran sebesar 5000 rupiah untuk satu alat elektronik, per kepala keluarga sudah dapat menggunakan alat elektronik baik televisi, radio dan sebagainya. Rata-rata warga disana mengeluarkan uang 15 hingga 20 ribu tergantung banyaknya lampu dan alat elektronik.
Desa bunikasih kini telah mandiri. Beberapa bulan lalu PLN menampakkan batang hidungnya setelah Pak Noviandri melakukan audiensi dengan pemda Subang. Langkah nyata yang akan membuat warga Desa Bunikasih lebih bermartabat akan menemukan babak baru.
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) pada prinsipnya memanfaatkan energi yang dihasilkan oleh beda potensial - perbedaan ketinggian - yang disebabkan oleh gravitasi, dengan memanfaatkan beda ketinggian dan debit (jumlah aliran air per detik). Air yang digunakan dapat berasal dari saluran irigasi, sungai ataupun air terjun. Energi aliran air yang berpindah dari atas ke bawah dimanfaatkan untuk memutar kincir/turbin sehingga menghasilkan energi mekanik. Energi yang dihasilkan lalu diteruskan menggunakan poros yang terhubung dengan generator/dinamo. Arus listrik akan dihasilkan oleh generator tersebut karena terjadi perubahan fluks magnet di dalamnya, kemudian dihubungkan jaringan transmisi yang terhubung ke para pengguna.
Pemerintah seharusnya berterima kasih kepada pemerhati masyarakat pedesaan, salah satunya pembangunan PLTMH di Desa Bunikasih. Setelah 5 tahun tidak tersentuh oleh PLN, mereka akhirnya sadar akan potensi pemanfaatan PLTMH di sana. PLTMH di Desa Bunikasih yang telah saya ceritakan pada artikel sebelumnya, termasuk PLTMH dalam kategori medium head dengan beda ketinggian dari inlet pipa 40 meter. Pipa air yang digunakan mencapai total panjang 120 meter. Perhitungan hukum kekelan massa yang dipelajari sewaktu SMA dapat dengan mudah digunakan untuk mengetahui total energi yang akan didapatkan.
Dalam audiensinya, perintis sekaligus pengembang dari PLTMH Bunikasih, Pak Noviandri telah berhasil membuat PLN untuk ikut antusias. Terbukti dengan pembangunan gardu pertama PLN yang rencananya akan bekerja sama untuk memaksimalkan potensi di sana. Kerja sama tersebut nantinya akan menghasilkan keuntungan melalui nilai jual yang lebih tinggi dari sekedar digunakan di dalam desa. Nilai tambah nantinya akan dimanfaatkan untuk kekayaan di desa tersebut.
Pembangunan PLTMH di Desa Bunikasih sangatlah tidak mudah. Pak Noviandri terlebih dahulu meyakinkan warga apakah mereka benar-benar butuh listrik karena beliau ingin warga setempat proaktif dalam pembangunan nantinya. Saat pembangunan telah dimulai pun banyak kendala yang harus dihadapi, salah satunya komitmen dari warga di sana. Namun pendekatan yang halus setiap minggunya kepada tokoh masyarakat oleh Pak Andri membuat warga terus berusaha bergotong royong selama 6 bulan untuk menyelesaikan pembangunannya. Komponen didatangkan dari Kota Bandung dan Subang dengan diangkut oleh kendaraan bermotor.
Usaha oleh warga dan Pak Andri tentunya dapat menjadi contoh bagi pembangunan lainnya. Inovasi seharusnya tidak hanya berhenti sebagai paper dan laporan penelitian yang menumpuk di perpustakaan. Melalui langkah dan kegiatan yang nyata seperti ini telah meringankan sebagian beban hidup masyarakat yang tidak mendapatkan aliran listrik sebelumnya. Air sebagai sumber kehidupan ternyata sangat merakyat ya !
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
Bapak Noviandri, M.T. Fakultas Teknik, Universitas Subang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H