Industri kelapa sawit di Indonesia telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir. Saat ini, Indonesia memiliki lebih dari 8,9 juta hektar perkebunan kelapa sawit dan menghasilkan 720.000 ton minyak kelapa sawit atau bisa disebut dengan CPO (Crude Palm Oil). Oleh karena hal tersebut, Indonesia diangkat sebagai penghasil CPO tersebar di dunia. Di sisi lain, produksi global minyak sawit di Indonesia berlipat ganda setiap 10 tahun. Minyak sawit umumnya diolah sebagai minyak nabati yang akan dioleh lebih lanjut sebagai bahan utama dalam industri makanan misalnya minyak goreng dan margarin, serta bahan utama pada industri oleochemical untuk produksi sabun. Bahkan, minyak kelapa sawit dapat diolah lebih lanjut menjadi campuran bahan bakar fosil yang disebut biodiesel.
Seiring dengan perkembangan diatas, timbul permasalahan lingkungan atas limbah cair yang dihasilkan dari industri tersebut. Kegiatan pengolahan buah sawit menghasilkan limbah cair yang biasa disebut dengan POME (Palm Oil Mill Effluent). Limbah tersebut jika tidak diolah lebih lanjut akan mencemari lingkungan dan merusak ekosistem karena kandungan organiknya yang sangat tinggi. Dalam pengolahannya, hal paling umum dilakukan adalah dengan penambahan atau injeksi bakteri atau activated sludgeuntuk mengurai zat organik yang terlampau tinggi parameternya dengan acuan kandungan Chemical Oxygen Demand(COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD). Pengolahan limbah secara anaerobik dengan keadaan tanpa oksigen lebih dipilih karena konsumsi energi yang digunakan untuk menguraikan zat organik terbilang rendah dan lebih banyak energi dihasilkan dari produksi biogas.
Sama seperti halnya kotoran industri peternakan, POME akan menghasilkan emisi gas rumah kaca seperti Metana dan Nitro Dioksida yang dapat menyebabkan pemanasan global. Dalam proses pengolahannya, POME akan ditampung dalam sebuah lagoon atau kolam dengan beberapa tahap hingga kandungan didalamnya terurai sempurna dan memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Lucunya, kebijakan pemerintah tidak memperhatikan output apa yang dihasilkan kemudian oleh industri yang hanya memperhatikan aspek parameter di daratan padahal biogas yang dihasilkan jika tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan masalah baru yang jauh lebih besar. Perlu adanya inovasi untuk memanfaatkan energi yang selama ini diproses dengan mubazir.Â
Pada dasarnya, zat organik yang dapat didegradasi secara biologis dapat berfungsi sebagai bahan yang menghasilkan biogas. Meskipun begitu, tidak semua bahan dapat dimanfaatkan menjadi biogas karena aspek ekonomis maupun teknis. POME merupakan daya tarik utama dari teknologi ini karena kemampuannya menghasilkan biogas yang jumlahnya melimpah. Hal ini memberikan ruang investasi di sektor energi biogas. Selain karena pemanfaatan energi terbarukan, dampak lingkungan dari gas rumah kaca dapat diredam.
                                            Gambar : Pertumbuhan bakteri anaerob
Metode yang digunakan dalam memanfaatkan biogas tersebut yaitu Methane recoveryatau penangkapan gas metana. Teknologi yang sangat umum digunakan yaitu covered lagoon dengan mengkover seluruh permukaan kolam dengan terpal atau bahan polimer lainnya yang tidak mudah terbakar. Biogas yang tertangkap kemudian dimurnikan kandungan Metananya dari gas-gas lain.