Mohon tunggu...
Adibah Lubnayya
Adibah Lubnayya Mohon Tunggu... Mahasiswa - no title, just vibes

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (21107030148)

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Dikenal sebagai Kota Liwet, Seperti Apa sih Nasi Liwet yang Menjadi Khas Kota Solo?

8 Juni 2022   17:44 Diperbarui: 8 Juni 2022   18:13 1717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri | saya dan penjual nasi liwet mbak ani 2

Surakarta atau yang lebih dikenal dengan sebutan kota Solo merupakan salah satu kota di Jawa Tengah. Letaknya berdekatan dengan Boyolali, Sragen dan juga Klaten. Adat istiadat serta kebudayaan di kota ini masih bisa dikatakan cukup kental. 

Kota Solo yang juga dijuluki kota batik ini betul masih memiliki nilai nilai kebudayaan yang kukuh. Banyak Gedung Gedung tua serta monument peninggalan nenek moyang yang masih ada dan terjaga dengan baik. 

Di kota solo ini terdapat banyak destinasi pariwisata baik dari segi wisata maupun kuliner. Sebab masih banyak tempat tempat bersejarah serta makanan khas kota ini yang menarik bagi para wisatawan.

Kota Solo juga kerap kali disebut sebut sebagai Kota Liwet. Asal muasal dari sebutan ini adalah dari makanan khas kota Solo sendiri yaitu Sego Liwet atau Nasi  Liwet. Nasi liwet berupa nasi gurih atau nasi yang dimasak dengan kelapa. 

Sekilas nasi liwet ini terlihat seperti nasi uduk. Biasanya disajikan dengan suwiran ayam, potongan telur, sayur labu dan areh. Areh sendiri berbentuk semacam bubur gurih dari kelapa. Dan akan lebih nikmat lagi apabila ditambahkan ati ampela atau gorengan sebagai tambahan lauknya. 

Selain nasi liwet, kota Solo juga memiliki makanan khas lainnya seperti Selat Solo, Sosis Solo, Timlo, Brambang asem, Wedang Asle, Sate Buntel, Bubur Tumpang, Kupat Tahu, Sambel Goreng Labu Siam dan Bakmi Ketoprak.

Pekan lalu, saya berkunjung ke salah satu teman yang baru saja tinggal di Solo, tepatnya di daerah Jebres yang merupakan daerah mahasiswa karena terdapat perguruan tinggi besar disana. 

Belum afdol rasanya mengunjungi kota ini apabila belum mencicip nasi liwet. Oleh karena itu, Kami memutuskan untuk mencari nasi liwet sebagai menu sarapan kami.

Kami memutuskan untuk berburu nasi liwet di sekitaran perguruan tinggi UNS dan ISI Surakarta yang tidak terlalu jauh dari indekos tempat kami menginap. Di sepanjang jalan depan Solo Technopark, Jebres terdapat banyak pedagang yang menjajakan berbagai menu sarapan. 

Diantaraya seperti nasi kuning ayam suwir, nasi Langgi, Nasi ayam Sambal Dabu, Soto Madura, Soto Ayam, Soto Kikil, Bubur Ayam, Pecel Pincuk, Nasi Rames, Gudeg Ceker, Nasi Lemu dan tentunya menu yang kami cari cari yaitu nasi liwet.

Bernama Nasi Liwet Mbak Ani 2, nasi liwet yang kami datangi dengan rasanya yang otentik patut diacungi jempol. Beberapa jenis variasi nasi liwet diantaranya seperti Nasi Liwet Suwir, Nasi Liwet Telur, Nasi Liwet Suwir dan Telur, Nasi Liwet Uritan, Nasi Liwet Kepala, dan Nasi Liwet Ampela. 

Nasi liwet yang dijual dengan harga sekitar Rp. 7.500,- per porsinya dapat dibilang murah meriah jika di padankan dengan rasanya yang lezat. 

Disebutkan bahwa Nasi Liwet Mbak Ani 2 ini adalah cabang Nasi Liwet Mbak Ani yang berada di Bibis. Nasi liwet ini mulai berjualan di depan Solo Technopark sekitar 5 tahun yang lalu.

Dengan harga Rp. 7.500,- kami mendapatkan satu porsi nasi liwet didampingi sayur labu, areh, suwiran ayam, potongan telur dan kerupuk. Seperti penyajian nasi liwet pada umumnya, nasi liwet disini juga dihidangkan diatas lembaran daun pisang. 

Belum cukup sampai disitu, mereka juga menawarkan lauk tambahan apabila para pengunjung ingin menambah variasi dalam santapan mereka. Lauk tambahan tersebut diantaranya seperti gorengan, mendoan, ampela, kepala ayam, hati dan lauk pelengkap lainnya.

Kami sempat bercakap cakap dengan ibu penjual Nasi Liwet Mbak Ani 2 ini, beliau menuturkan bahwa tiap harinya nasi liwet ini dapat menjual sekurang-kurangnya sekitar 50 porsi pada tiap harinya. Dan pada weekend atau akhir pekan, mereka dapat menjual kurang lebih 70 porsi pada tiap harinya. 

Dalam satu hari, mereka mendapatkan omzet se kurang kurangnya RP. 500.000,-, itu sudah termasuk dengan lauk tambahan dan minuman seperti teh hangat.

dokpri | saya dan penjual nasi liwet mbak ani 2
dokpri | saya dan penjual nasi liwet mbak ani 2

"rasanya enak dan murah meriah, dengan mengeluarkan Rp 7500 untuk satu porsi sangat ramah dengan kantong mahasiswa. Selain itu lokasinya mudah ditemukan sehingga tidak kebingungan apabila ingin mampir kembali. kita juga bisa makan sambal ngeliatin temen kita udah berangkat belom nih kekampus? Karena kita makannya sambil menghadap jalan hehehe" ujar sovi, salah satu pelanggan nasi liwet yang merupakan mahasiswa dari kampus sekitar situ.

Semasa pandemi COVID 19, tentu saja pelanggan nasi liwet ini berkurang drastis. Salah satu kemungkinan yang diyakini sebagai faktor berkurangnya pelanggan karena banyaknya mahasiswa yang pulang ke kampung halamannya, mengingat daerah ini memang ramai mahasiswa karena bersandingan dengan dua perguruan tinggi negeri. 

Hal lainnya juga karena Sebagian besar masyarakat lebih memilih dirumah saja demi memutus persebaran rantai COVID 19. Alternatif lain yang dilakukan para pelanggan untuk tetap bisa menikati nasi liwet ini yaitu dengan cara pesan dibungkus atau Bahasa lebih kerennya "take away" dan dimakan di indekos maupun dirumah mereka.

dokpri | dua porsi nasi liwet dengan potongan telur, sayur labu dan kerupuk.
dokpri | dua porsi nasi liwet dengan potongan telur, sayur labu dan kerupuk.
Fakta unik yang saya temukan kapan hari ketika sedang berburu nasi liwet juga, penjual yang saya temui saat itu bercerita bahwa Sebagian besar penjual nasi liwet itu berasal dari desa yang sama. 

Mereka saling mengajari satu sama lain dan menjual dagangan mereka di tempat lain. Beberapa diantaranya menjual ke daerah yang jauh untuk meraup keuntungan lebih besar, tetapi ada juga yang tidak begitu jauh dari asal mereka. Beberapa persoalan yang dihadapi adalah terkadang ada saja pedagang yang kurang bisa menghormati satu sama lain. 

Meskipun diyakini bahwa rezeki memiliki jalannya masing masing, tetapi beberapa pedagang seringkali kesal apabila temannya berjualan di lokasi yang sama sehingga terkesan sedang bersaing. Meski begitu mereka tetap berusaha profesional dengan terus berinovasi dan memperluas pasar konsumen mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun