''Materi sudah saya upload di GCR, Silahkan subscribe sebagai tanda kehadiran,'' tulisnya.
Untuk memastikan makna ketikan Bu Atipa, aku menghubungi Lugy, teman kelasku, menanyakan keberlangsungan kelas.
''Gy, berangkat LitMed?''
Tidak butuh lama, pesanku terjawab.
''Ndak masuk Na, cuma ada tugas dan absen secara online.''
Aku menghela nafas lega. Meskipun sebetulnya tidak benar-benar lega, cenderung kesal dan kecewa, sebab Aku sudah secantik ini sangat sayang jika tidur lagi, apalagi semester limaku benar-benar sedang kacau-kacaunya.
Tersebab, tujuh mata kuliah yang presensi kehadirannya rawan ''game over'', tanggung jawab organisasi yang kian meninggi, kegiatan asrama yang tak pernah sinkron dengan akademis, tuntutan buat lekas wisuda, keadaan finansial yang kian menipis, dan sekian persoalan lain datang secara keroyokan sampai mentalku babak belur.
Jadi, aku tidak mungkin melewatkan begitu saja bila ada mata kuliah yang ditinggalkan secara cuma-cuma, selama ini aku mati-matian terpelanting mengatur management agenda, mengatur skala prioritas, agar terselamatkan segala rencana. Yeah meskipun pada akhirnya Aku kerap terlunta-lunta dan hampir di ambang tepi jurang putus asa.
Tapi...
Aku telah berjanji untuk tidak menyerah, dalam skenario kehidupan kampus. Aku punya musuh bubuyutan dari semenjak maba. Namanya Sura, ia adalah pejabat Lembaga Kemahasiswaan, ketua himpunan prodi tetangga.
Ia rivalku sepanjang berproses, setiap kali aku hendak menyerah, terbayang senyum miring mengejeknya yang menyebalkan, meremehkan, menyepelekan.