Tanpa membuang waktu, kami pun menuju meja panjang itu. Menduduki kursi, kemudian melipat tangan kami sembari meringkuk wajah di balik tangan yang kami lipat. Setidaknya memejamkan mata sejenak sudah cukup. Sesekali kami berganti posisi. Meluruskan kedua kaki, menyandarkan kepala di kepala kursi yang diduduki. Tapi tak juga membuat nyaman.Â
Kami tak sendirian. Ada beberapa pengunjung lain di mini market ini. Meski tak saling kenal, tapi nasib kami serupa. Menggelandang di kota orang. Terlantar karena tak mendapatkan tempat penginapan. Begitupun saya salut dengan mini market ini. Apalagi pegawainya begitu ramah dan terbuka menerima orang-orang yang bernasib seperti kami. Saya malah penasaran dengan pemilik mini market ini. Boleh jadi kejadian seperti ini kerap terjadi di awal tahun baru. Dan apa yang saya alami mungkin hanya satu di antara ratusan kejadian yang terus berulang setiap tahunnya.Â
Saya akui, untuk pertama kalinya di usia 40 tahun ini, saya kembali melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan oleh kaum muda pada umumnya, yakni begadang semalaman. Menolak kantuk, menjaga sadar harus tetap terjaga. Tapi kenekatan luar biasa tanpa rencana seperti ini merupakan kenekatan kedua kali yang pernah saya lakukan sepanjang saya masih bernafas.Â
Kenekatan pertama yang saya lakukan saat saya masih berstatus mahasiswi. Usia saya kala itu masih 20 tahun. Momennya juga serupa, malam tahun baruan. Sekitar 1999 silam. Saya berdua bersama teman saya, berjalan kaki dari Lapangan Monas hingga ke Pancoran.Â
Alasannya sederhana, karena pasca kembang api dipetaskan, kami tidak mendapatkan kendaraan angkutan umum untuk pulang ke Depok. Maka kami pun berjalan kaki. Saya ingat, kami sesekali berhenti di depan gedung-gedung pencakar langit. Duduk di rumput-rumput taman gedung, hingga akhirnya diusir satpam. Karena rumput tidak boleh diinjak, apalagi diduduki.Â
Rasanya jika ditaksir saya selalu melakukan kenekatan setiap 20 tahun sekali. Sebelumnya usia saya 20 tahun, dan hari ini ketika saya berusia 40 tahun. Dua puluh tahun lagi, usia saya menginjak 60 tahun.Â
Saya malah penasaran, kenekatan apa lagi yang akan saya lakukan di usia itu. Ah, untuk apa berandai-andai tentang itu. Siapa tahu nafas saya telah terhenti di usia itu kan? Yang pasti saat menggelandang di Tanah Karo kami sangat merindukan kasur tipis yang sempit itu. What a day...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H