Mohon tunggu...
Luana Yunaneva
Luana Yunaneva Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Trainer BNSP RI, Public Speaker & Professional Hypnotherapist email: Luanayunaneva@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Saat Mulai Cemas dengan #KawalPutusanMK yang Kian Memanas

22 Agustus 2024   16:20 Diperbarui: 22 Agustus 2024   17:11 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Peringatan Darurat seputar RUU Pilkada 2024 yang marak di media sosial (sumber: Kompas.com)

Sejak Rabu, 21 Agustus 2024 siang hingga Kamis, 22 Agustus 2024 sore ini, media massa maupun media sosial masih panas dengan trending topic #KawalPutusanMK. Tak bisa dipungkiri bahwa ketika suatu negara di mana ada jutaan rakyat di dalamnya, tentu akan marah, kesal, dan tidak terima jika undang-undang dimainkan dengan seenaknya oleh oknum, demi kepentingan pribadi. Siapapun oknumnya, termasuk pemerintah itu sendiri.

Dari sini kita bisa melihat, bahwa kepedulian rakyat ditunjukkan melalui cara bersikap. Ada yang menyuarakan di media sosial; ada yang membuat konten edukasi; ada yang terjun langsung berdemonstrasi; ada yang tidak bisa ikut demo namun mengirim dana untuk bantuan seperti makanan, minuman, obat-obatan, dan sebagainya; dan sebagainya.

Ada rasa haru yang membuncah dalam dada. Berkecamuk. Ternyata rasa persatuan masih ada di dalam hati rakyat. Meski sejujurnya ada rasa kesal dan marah ketika melihat mereka yang duduk memegang amanah rakyat, justru memilih untuk mengkhianatinya dengan seenaknya membuat keputusan dengan melibatkan tak hanya satu-dua pejabat.

Semalam, saya sempat merenung. Perasaan dan pemikiran seperti ini tidak hanya saya rasakan sendiri, tetapi juga jutaan rakyat Indonesia. Terutama bagi mereka yang mengikuti pemberitaan ini.

Apakah yang abai dan tidak paham ada? Banyak, karena sejumlah teman menanyakan apa maksud story WhatsApp saya yang bergambar Pancasila dengan latar belakang berwarna biru. Mereka ini mungkin bukan abai, tetapi memang ada hal yang jauh lebih penting, misal pekerjaan mengurus anak, dan sebagainya. 

Yang tidak mengerti pun, bisa jadi informasi yang mereka terima masih berupa bahasa-bahasa media massa, yang cukup berat untuk dicerna. Bersyukur sekali ketika sejumlah akun media sosial mulai ada yang menjelaskannya dengan bahasa bayi, atau bahasa yang jauh lebih mudah dipahami, bahkan oleh orang awam sekalipun.

Di sini, saya bersyukur karena ada yang namanya people power. Rakyat bersatu untuk menunjukkan kekuatannya, karena ini berhubungan dengan masa depan kita semua.

Namun bagi yang masih bingung, apa hubungannya dengan perubahan RUU Pilkada ini dengan masa depan bangsa ini?

Ini bukan perkara siapa calonnya. Tidak. Yang menjadi masalah adalah undang-undang yang tiba-tiba berubah demi meloloskan satu orang yang sebenarnya tidak masuk kriteria dari segi usia. Yang mana ini melibatkan putra presiden. Yang benar saja?

Saat mau melamar pekerjaan saja, kebanyakan ada syarat minimal pengalaman sekian tahun yang diminta oleh perusahaan. Sementara, calon yang satu ini masih sangat muda, tidak ada pengalaman dalam pemerintahan, kok bisa melenggang dengan leluasa menjadi pemimpin? Jalannya dimuluskan oleh sang ayah pula yang memiliki kekuasaan lebih dulu di pemerintahan.

Kalau yang bersangkutan terpilih betul - bagaimana pun caranya - sudah dipastikan bahwa skenario yang mereka buat pun berhasil. Siap-siap saja kita sebagai rakyat akan menerima jackpot-nya. Kita dan anak cucu kita harus membayar hutang negara yang terus bertambah, pajak yang terus meningkat, harga kebutuhan naik tidak karuan, bahkan buat kalian yang hobi nonton konser dipastikan harga tiketnya pun semakin mahal berkat pajak yang tinggi. Semoga sampai di sini, teman-teman mulai tercerahkan ya.

Siapa yang sudah merasa panas, gerah, cemas, dan tidak nyaman saat melihat media sosial di mana-mana yang sudah membiru?

Jika tidak, silakan untuk melanjutkan perjuangan, karena memang itu yang seharusnya kita lakukan. Perjuangan dari berbagai lini ya. Yang bisa turun ke jalan, silakan. Namun jika domisili terlalu jauh, ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, ada anak kecil yang harus didampingi, jangan dipaksa. Silakan berjuang dengan jalan masing-masing.

Jika kalian sudah mulai merasa panas, gerah, benci, cemas, dan tidak nyaman, atau mungkin ingin berjuang namun tidak memungkinkan untuk berangkat, kalian wajib baca tulisan ini sampai habis.

Tanpa mengurangi hormat dan empati kepada teman-teman yang turun langsung ke jalan untuk melakukan demo, saya rindu mengajak teman-teman untuk mengirimkan cinta buat negara ini.

Mengapa kita harus mengirimkan cinta?

Ingat sebuah kutipan Einstein, bahwa segala sesuatu adalah energi. Saya adalah energi. Kalian adalah energi. Nama Indonesia adalah energi. semuanya energi. Dan kita perlu mengingat kembali, bahwa energi tidak dapat musnah tetapi energi dapat berpindah.

Apa artinya?

Kita berhak merasa benci dan marah kepada pemimpin negara yang culas. Itu wajar kok, teman-teman. Namun apakah beliau seketika menerima amarah kita dan menghapus keputusannya? Belum tentu. Mungkin malah tidak. Di sini, energi marahnya justru masih ada di dalam hati kita sebagai manusia. Mau seberapa lama? Ya tergantung, mau berapa lama kita memelihara rasa benci dan marah tersebut?

Skala Frekuensi dari David R Hawkins
Skala Frekuensi dari David R Hawkins

Menurut Skala Frekuensi dari David R Hawkins, benci dan marah ada di level bagian bawah. Level bagian bawah energi cenderung bermuatan negatif. Berbeda dengan level bagian atas seperti cinta, sukacita, dan damai yang bermuatan positif.

Ketika kita merasa benci dan marah, energi yang ada di dalam diri kita bermuatan negatif. Keduanya tidak akan musnah seketika. Kalau kita menahannya sendiri, energi negatif itu bisa berpindah ke tubuh kita. Makanya ada yang bilang, jangan kebanyakan pikiran, nanti jadi jerawat. Ya, jerawat baru satu dari sinyal bahwa tubuh mengeluarkan "sesuatu" dari dalam diri. Penyakit bisa menjadi salah satu manifestasi dalam bentuk lain.

Sementara kalau kita menyalurkannya kepada orang lain dengan cara apapun, entah itu menyampaikannya langsung, membicarakannya dengan orang lain, memberikan sumpah serapah, dan sebagainya, energi negatif tadi juga berpindah dari diri kita ke apa yang kita keluarkan lewat mulut dan ketikan jari. Saat dibaca oleh orang lain, mereka pun merasakan sama seperti yang kita rasakan. Dan jika ini bergulir terus, lama-kelamaan akan membentuk seperti bola salju dan booooommmmm, meledak! Inilah yang dinamakan kolektivitas.

Lalu bagaimana supaya energi kolektif tetap baik?

Perlu kita sadari, kondisi Indonesia memang sedang tidak baik-baik saja. Wajar kalau emosi kita pun tidak baik-baik saja.

Marah, boleh.
Kesal, boleh.
Benci, boleh.
Emosi apapun yang kalian rasakan, itu valid dan boleh.

Namun, rasakan dan lakukan dengan berkesadaran. Tidak larut terlalu dalam secara emosional. 

Sesudah dirasa cukup dalam memvalidasi perasaan yang tidak nyaman tadi, teman-teman bisa mengambil waktu sejenak, kemudian menjauh dari keramaian dunia nyata dan maya. Yuk, kita akan bersama-sama memberikan cinta bangsa kita tercinta.

Berikan keheningan sejenak bagi tubuh maupun pikiran supaya tidak terlalu larut dalam pusaran pemberitaan, karena ini sangat menguras energi. Kalian bisa bermeditasi.

Bagi yang belum terbiasa bermeditasi, boleh duduk dalam posisi tegak dan tetap nyaman. Kemudian, silakan pejamkan mata dan fokus pada napas. Ikuti, dengarkan, dan amati napas Anda, baik saat menarik maupun mengembuskan napas.

Setelah cukup tenang, teman-teman bisa mendoakan bangsa Indonesia dan rakyatnya sebagaimana yang kalian inginkan untuk menjadi lebih baik. Lakukan sesuai dengan iman dan kepercayaan masing-masing. Bila ingin menambahkan dengan visualisasi atau membayangkan kondisinya, silakan. Itu lebih baik.

Setelah nanti dirasakan cukup, akhiri dengan ucapan syukur kepada Sang Pencipta atas berkat-Nya bagi Anda dan bangsa Indonesia.
Jika bisa, lakukan ini secara rutin dalam beberapa waktu ke depan. Bahkan jika memungkinkan, lakukan bersama keluarga maupun teman-teman Anda, karena ketika kesadaran kolektif dilakukan secara bersama-sama, itu akan jauh lebih baik dan mampu menjadi dukungan tersendiri, baik bagi teman-teman kita yang berjuang dengan demo di lapangan maupun pemerintah untuk mengambil keputusan dengan lebih bijaksana. Semoga membantu.

Jika ada teman-teman yang tertarik untuk sending love bagi bangsa Indonesia bersama-sama, boleh tulis di kolom komentar maupun japri ya, nanti kita sepakati jadwalnya.

***

Salam hangat
Jombang, 22 Agustus 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun